Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

RUU Masyarakat Adat Dianggap tidak Cukup Strategis untuk Negara

Despian Nurhidayat
10/10/2024 16:10
RUU Masyarakat Adat Dianggap tidak Cukup Strategis untuk Negara
Masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang membawa padi saat tradisi Seren Taun di Desa Cisungsang, Lebak, Banten(ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

SEKRETARIS Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat (RUU Masyarakat Adat) merupakan regulasi yang hampir puluhan tahun diabaikan oleh pemerintah Indonesia, bahkan sampai periode Presiden Joko Widodo masih belum disahkan. 

“Artinya dianggap RUU ini tidak cukup strategis dibandingkan UU Cipta Kerja yang sistem kebut semalam. Semuanya disiapkan ketika pandemi. Sedangkan RUU Masyarakat Adat butuh waktu lama sampai hari ini pun belum disahkan,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (10/10).

“Artinya memang orientasi kebijakan kita berpikir hanya tentang mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Tapi dalam konteks perlindungan bisa ditinggalkan. Ini menjadi hal yang kita kritisi,” lanjut Susan.

Baca juga : Menaker Klaim Perppu Ciptaker Bentuk Perlindungan Pemerintah

Menurutnya, masyarakat adat yang ada di pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya adalah mereka yang sudah tinggal lama bahkan sebelum Indonesia berdiri. Artinya bisa dilihat bagaimana abainya Indonesia saat ini.

Susan juga melihat bagaimana dalam RUU Masyarakat Adat masih menyisakan banyak pertanyaan seperti masyarakat hukum adat. Artinya masyarakat hukum adat membutuhkan pengakuan dari pemerintah. 

“Ini terjadi dengan kawan-kawan kami di Haruku (Maluku) dan mereka merasa direpotkan hanya untuk diakui sebagai masyarakat adat mereka harus ke pusat mengajukan. Sedangkan masyarakat adat kan identitas melekat sedari lahir. Kenapa negara harus mengakui itu lewat aturan tertentu,” tegasnya.

Baca juga : UU TPKS Harapan Menghapus Kekerasan Perempuan pada Konflik SDA Masyarakat Adat

Termasuk mengenai wilayah kelola adat yang dikhawatirkan jika untuk mendapatkan identitasnya saja butuh pengesahan, apalagi untuk wilayah kelola adat. 

“Artinya pemerintah harus mengesahkan baru bisa dibilang wilayah kelola adat. Akan sangat menyulitkan bagi kita semua terjadi peluang perampasan di area adat yang dikelola kawan-kawan yang ada di pesisir dan pulau terpencil. Ini juga menjadi potensi perluasan proyek strategis nasional (PSN) yang akan menggusur mereka sementara untuk diakui saja mereka butuh proses yang panjang. Pemerintah pusat misalnya sudah klaim daerah PSN sementara masyarakat adatnya belum melalui proses pengakuan wilayah kelola adat, artinya kan mungkin sekali digusur dari ruang hidupnya,” jelasnya.

Di lain pihak, Anggota DPR RI, Daniel Johan berharap DPR Periode 2024–2029 dapat segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat. "Kita sudah belasan tahun mendorong RUU Masyarakat Adat. Tetapi, selalu gagal. Kami termasuk yang terdepan untuk mengusulkan agar RUU Masyarakat Adat dapat segera disahkan," kata Daniel dalam acaraTemu Akbar Masyarakat Pesisir: Memperjuangkan Kebaharian Indonesia beberapa hari lalu.

Menurutnya, pengesahan RUU Masyarakat Adat menjadi UU akan menjadi salah satu prestasi DPR Periode 2024–2029. "Mudah-mudahan ini (pengesahan RUU Masyarakat Adat) menjadi prestasi bagi anggota DPR yang baru," tuturnya.

Daniel menilai keberadaan UU Masyarakat Adat akan berperan penting untuk sejumlah hal, seperti mewujudkan kedaulatan bahari di Indonesia. Hal itu sejalan dengan salah satu hak yang dimiliki masyarakat adat, yaitu hak atas sumber daya alam dan hak atas lingkungan hidup. (Des/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya