Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Harapan pada Pemerintahan Baru untuk Cegah Kekerasan di Satuan Pendidikan

Devi Harahap
29/9/2024 20:32
Harapan pada Pemerintahan Baru untuk Cegah Kekerasan di Satuan Pendidikan
Ilustrasi(freepik.com)

FEDERASI Serikat guru Indonesia (FSGI) mencatat  tingginya kasus-kasus kekerasan di satuan pendidikan. Pada Januari- September 2024 sebanyak 36 kasus terjadi yang terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis. 

“Tercatat pada September 2024 terjadi lonjakan 12  kasus kekerasan di satuan pendidikan, yaitu kasus kekerasan  seksual sebanyak 6 kasus, kekerasan fisik 5 kasus dan 1 kasus kekerasan psikis,” ujar koordinator FSGI, Heru dalam keterangannya di Jakarta pada Minggu (29/9). 

Heru menjelaskan 36 kasus kekerasan di satuan pendidikan tersebut adalah kategori berat yang terjadi di satuan pendidikan atau yang melibatkan peserta didik,  sehingga masuk proses hukum pidana dan ditangani oleh pihak kepolisian. 

Baca juga : Awal Tahun Ini, 86 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan

“Dari 36 kasus, total jumlah korban anak mencapai 144 peserta didik. Sumber data FSGI adalah berdasarkan  studi referensi yaitu mengumpulkan kasus-kasus dari pemberitaan di media massa. Sepanjang Januari sampai  28 September 2024,” jelasnya.

Sementara itu, pada Juli 2024, FSGI merilis ada 15  kasus kekerasan di satuan pendidikan, namun pada akhir September 2024, hanya berselang 2 bulan saja, FSGI mencatat terjadi lonjakan kasus kekerasan di satuan Pendidikan hingga 100 persen lebih yaitu dari 15 kasus menjadi 36 kasus. 

“Yang mengejutkan peningkatan kasus terjadi secara signifikan pada bulan September 2024 yaitu mencapai 12 kasus hanya dalam 2 bulan,” katanya. 

Baca juga : Direktorat PPA-PPO Dituntut Mampu Tingkatkan Kepedulian Penegak Hukum

Data FSGI menunjukkan bahwa mayoritas kasus terjadi di jenjang pendidikan SMP/MTs (36%), disusul SMA (28%), SD/MI (33,33%), SMA (22%) dan SMK ( 14%). Dari jumlah tersebut, 66,66% % kasus terjadi pada satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbud Ristek dan 33,33%  terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama. Total jumlah pelaku mencapai 48 orang dan anak korban mencapai 144 peserta didik. 

Meskipun Kementerian Agama hanya 33,33%, namun kasusnya kekerasan fisik yang terjadi, menimbulkan kematian 4 orang peserta didik, berarti rata-rata ada peserta didik yang meninggal per 2 bulan karena kekerasan fisik di lingkungan Pondok pesantren.  

“Sedangkan di satuan pendidikan di bawah Kemendikbud-Ristek, tercatat ada 3 peserta didik meninggal dunia karena kekerasan fisik,” ungkap Heru. 

Baca juga : Cegah Kekerasan Seksual, FeminisThemis Academy 2024 Ajang Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Teman Tuli

Dari 36 kasus, FSGI mencatat ada setidaknya 4 jenis kekerasan dengan kasus tertinggi adalah kekerasan fisik (55,5%): Kekerasan seksual (36%); kekerasan Psikis (5,5%); dan  Kebijakan yang mengandung kekerasan (3%). 

Sedangkan plaku kekerasan di satuan pendidikan yang tertinggi justru dilakukan oleh peserta didik, dengan pelaku yang merupakan teman sebaya (39%) dan kakak senior (8%), jika digabungkan mencapai 47%.  Sedangkan yang pelakunya kepala sekolah/pimpinan ponpes (14%); Guru (30,5%) dan pembina pramuka (5,5%) dan pelatih ekskul 3%. 

Adapun wilayah kejadian meliputi 31 kabupaten/kota (pada Juli 2024 hanya 15 kab/kota) di 14 Provinsi  (pada Juli 2024 hanya 10 provinsi). Adapun rincian kota/ kabupatennya adalah sebagai berikut Kota Yogyakarta (DIY), Kota Tangerang Selatan (Banten); Jakarta Barat (DKI Jakarta); Kota Surabaya, Kota Batu, Kab. Batu, Kab. Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Blitar dan Kediri (Jawa Timur); Kab. Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kab. Karawang, Bekasi dan kab. Cimahi Utara (Jawa Barat). 

Baca juga : Sinergitas Data Kunci Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan

Selain itu juga terjadi di Kab. Brebes, Kab. Sukoharjo, kab. Demak, Sragen dan Klaten (Jawa Tengah), Lampung Selatan (Lampung);  Tebo (Jambi),  Kab. Nias Selatan dan Deli Serdang (Sumatera Utara),  Kota Palembang (Sumatera Selatan); kab. Padang Pariaman dan Agam (Sumatera Barat); Kab. Buton (Sulawesi Tenggara); Pinrang (Sulawesi Selatan); Kota Gorontalo (Gorontalo).  Kejadian terbanyak di  Jawa Timur yaitu 8 kasus (22,22%) disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing 5 kasus atau 13.88%.

Heru menekankan bahwa Indonesia sudah masuk tahap darurat kekerasan terhadap anak di satuan pendidikan,  sehingga pihaknya mendorong pemerintahan baru untuk meningkatkan program pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. 

“FSGI mendorong Kemendikbud Ristek terus melakukan sosialisasi dan bimbingan teknik untuk memastikan Permendikbud Ristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) dapat  diimplementasikan dengan tepat di satuan Pendidikan melalui Tim PPK dan kebijakan pimpinan satuan Pendidikan,” ungakpnya. 

Selain itu, FSGI juga mendorong Kementerian Agama RI menerapkan kebijakan yang sama dengan Kemendikbud Ristek dalam mencegah dan menangani kekerasan di satuan Pendidikan dan implementasi serta Bimtek PMA No. 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual di Madrasah dan Pondok Pesantren. 

“FSGI juga mendorong Tim PPK  sekolah dapat mempelajari Persekjen Kemendikbud Ristek Nomor 49/M/2023 tentang Petunjuk Teknis tata cara pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan Pendidikan, mengingat banyak sekolah yang belum tahu juknis ini dan masih kebingungan dengan penanganan kekerasan di satuan Pendidikan,” jelasnya. 

Heru menurutkan pihaknya mengapresiasi Direktorat SMP Kemendikbud Ristek yang pada tahun 2023 telah melakukan sosialisasi secara masif  dan mulai memberikan Bimtek bagi tim PPK sekolah agar Permendikbud Ristek 46/2023 dapat dipahami dan diimplementasikan oleh sekolah, demi mewujudkan sekolah aman, nyaman dan menyenangkan tanpa kekerasan.  

“FSGI mendorong ada pelatihan bagi para pendidik untuk mengontrol emosi saat menghadapi perilaku peserta didik yang tidak tepat. Karena kasus menghukum squat jump 100x dan melempar kayu berpaku pada santri sebagai bentuk pendisiplinan, ternyata mengakibatkan korban jiwa, peserta didik meninggal dunia,” tandasnya.  (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik