Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
UPAYA penanggulangan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia akan lebih mudah untuk dilakukan secara komprehensif bila sinergitas data terpilah tersedia dengan lengkap dari lembaga pemerintahan maupun lembaga non-masyarakat.
Melihat pentingnya pemilahan data tersebut, tiga lembaga yang terdiri dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Forum Pengada Layanan (FPL) meluncurkan Laporan Sinergi Database Kekerasan Terhadap Perempuan.
Sekretaris Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu mengatakan peluncuran laporan menandai tindak lanjut dari Kesepakatan Bersama tentang Sinergi Data dan Pemanfaatan Sistem Pendokumentasian Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan yang ditandatangani ke-tiga institusi tersebut sejak 21 Desember 2019.
Baca juga : Kasus Kekerasan Meningkat, Banyak Korban Perempuan Keberanian Melapor
“Sistem berbasis data kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu hal penting dalam upaya menurunkan kekerasan terhadap perempuan. Ketersediaan data yang lengkap, akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi syarat mutlak dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dalam pembangunan terkait isu perlindungan hak perempuan,” katanya di Jakarta pada Selasa (13/8).
Meskipun terdapat perbedaan dalam sistem pelaporan data dari ketiga lembaga baik dalam konsep maupun kategorisasi, hal ini tidak menjadi penghalang dalam mencapai tujuan bersama. Menurutnya, upaya sinergi data dilakukan dengan mencari kesamaan dan memanfaatkan perbedaan untuk saling mengisi dan melengkapi.
“Sinergi dalam pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan diharapkan mampu menghasilkan data yang lengkap, akurat, dan akuntabel, sehingga dapat memenuhi kebutuhan para pengambil kebijakan dalam upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan,” jelasnya.
Baca juga : Ancaman Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Depan Semakin Kompleks
Lebih lanjut, Titi menyampaikan sejak tahun 2010, KPPPA telah membangun sistem pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA). Saat ini, jaringan SIMFONI PPA telah menghubungkan sekitar 4.417 unit layanan di seluruh Indonesia. Meski begitu, terdapat tantangan yang dihadapi, salah satunya jumlah data yang dilaporkan masih rendah dibandingkan dengan hasil survei.
Melalui sinergi data tersebut, pihaknya telah menindaklanjuti beberapa rekomendasi, antara lain; (1) pengembangan SIMFONI PPA versi 3 berbasis manajemen kasus; (2) pemberian Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-Fisik kepada provinsi dan kabupaten/kota untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak; (3) disahkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan peraturan turunannya; dan (4) penyediaan layanan pengaduan yang mudah dijangkau masyarakat melalui Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menekankan pentingnya ketersediaan data dan informasi sebagai modalitas untuk melakukan perubahan di tingkat kebijakan serta dalam mendorong perubahan di tengah masyarakat.
Baca juga : Waspadai Pergeseran Nilai Pada Orang Terdekat Dari Anak Yang Jadi Korban Kekerasan Seksual
“Melalui sinergi data, ke depan dapat menjadi penentu dalam merumuskan solusi atas permasalahan yang terjadi, dan pengembangan model pendampingan kasus kekerasan yang lebih baik. Selain itu, upaya peningkatan kualitas data perlu dilakukan dengan meminimalisir kemungkinan tumpang tindih data,” ujar Andy.
Ia juga menambahkan bahwa upaya sinergi database ke depan perlu memberikan perhatian khusus pada kasus kekerasan seksual, mengingat angka kekerasan seksual yang tinggi dan dampak khususnya terhadap perempuan.
“Dengan adanya sinergi ini kita berharap akan mampu menghasilkan data yang lebih lengkap, akurat, akuntabel dan mutakhir. Selain itu, diharapkan upaya ini akan dapat berlanjut memotivasi semua pihak yang terkait untuk bekerja sama dalam bersinergi mengentaskan kekerasan terhadap perempuan,” kata Andy.
Baca juga : Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Meningkat, Pemerintah Diminta Hadir dalam Pemulihan Korban
Sementara itu, Fery Wira Padang selaku Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan (FPL), mengungkapkan harapannya agar laporan data kasus KtP menjadi data rujukan yang berkontribusi signifikan dalam mendukung kerja-kerja advokasi guna memastikan negara hadir menyediakan layanan yang komprehensif bagi perempuan dan anak korban kekerasan di seluruh Indonesia.
“Korban harus lebih mudah mengakses layanan, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), agar tidak ada perempuan dan anak korban kekerasan yang terpuruk karena tidak mendapatkan layanan yang layak,” ujarnya.
Sinergi data kekerasan terhadap perempuan ini merupakan gabungan dari sistem data pengaduan kekerasan terhadap perempuan yang dikembangkan oleh masing-masing lembaga, yaitu Simfoni PPA dari Kemen PPPA, SintasPuan dari Komnas Perempuan, dan Titian Perempuan dari FPL. (H-2)
UPAYA yang terukur untuk mewujudkan gerakan mengatasi kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak harus segera direalisasikan.
KORBAN kekerasan dan kekerasan seksual hingga saat ini masih belum memperoleh jaminan pasti dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berusia 24 tahun yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh Achraf Hakimi di kediaman pribadi sang pemain di Paris.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Dengan PP 29/2025 maka pengobatan korban kekerasan dan kekerasan seksual yang tidak tercover oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), bisa mendapatkan dana bantuan.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Kemen PPPA mengharapkan BPW Indonesia dapat berpartisipasi aktif dalam program “Ruang Bersama Indonesia”, sebuah program unggulan yang menjadi platform kolaborasi berbagai pihak.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Kementerian PPPA menyoroti tantangan utama dalam pola asuh keluarga, termasuk rendahnya pemahaman perkembangan anak hingga pengaruh lingkungan negatif.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengecam keras praktik perkawinan usia anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Kolaborasi ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan perempuan melalui pemanfaatan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS), serta program pemberdayaan yang inklusif dan berkelanjutan.
Perempuan jadi punya posisi tawar jika memiliki penghasilan dan mandiri secara finansial.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved