Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Meningkat, Pemerintah Diminta Hadir dalam Pemulihan Korban

Ferdian Ananda Majni
25/2/2022 17:03
Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Meningkat, Pemerintah Diminta Hadir dalam Pemulihan Korban
Rapat Paripurna DPR dengan agenda mendengarkan Pendapat Fraksi-fraksi terhadap RUU TPKS di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022).(ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA )

INDONESIA dinilai berada dalam kondisi darurat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bahkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Veryanto Sitohang menyampaikan sebenarnya ini momentum untuk mengingatkan semua pihak bahwa aspek pemulihan menjadi penting dalam setiap program. Oleh karena itu, Komnas Perempuan sebenarnya terus bekerja untuk memastikan bagaimana kemudian negara, baik pemerintah pusat dan daerah hadir dalam pemulihan tersebut.

“Aspek pemulihan belum menjadi mainstrem dalam setiap program. Dalam konteks negara misalnya bagaimana menaruh harapan bahwa pemulihan terhadap korban, secara khusus anak bisa dilakukan. Kita justru menaruh harapan itu pada lembaga layanan. Menurut saya, pelayanan lebih komprehensif dalam konteks penanganan mereka tidak hanya pada advokasi saja tetapi juga ke masa pemulihan,” dalam diskusi Rutgers WPF Indonesia dilansir Jumat (25/2).

Baca jugaPos Indonesia Siap Salurkan Bantuan Sosial Sembako untuk 18.8 Juta Keluarga

Baca juga: Penggunaan Kontainer sebagai Drive Thru Swab Test Kian Marak

Komnas Perempuan itu sejak lima tahun terakhir mengembangkan konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) sebagai upaya mendekatkan akses pemenuhan korban secara holistik hingga negara hadir.

“Termasuk dalam aspek penanganan hukumnya, juga pemulihannya karena itu kita mendorong pemerintah daerah perlu hadir dan terlibat di situ melalui misalnya UPTD PPA,” ujarnya.

Setiap tahun, Komnas Perempuan memiliki target khusus terhadap provinsi-provinsi yang menjadi tujuan. Lanjut Veryanto, bahwa salah satu provinsi terbaik dalam menerapkan (SPPT-PKKTP) ialah Provinsi DKI Jakarta.

“Itu diawali dengan pemerintahan sebelumnya dan untuk telah mengembangkan konsep itu di Provinsi Maluku dan di Lombok yang sedang kita fokuskan. Harapannya memang dia akan menyentuh seluruh provinsi tapi karena ini adalah kerja kolektif dan menyakinkan pemerintah daerah ini sangat dinamis sehingga kemudian kita memiliki konsen-konsen area dulu,” paparnya.

Komnas Perempuan juga terus mendorong UPT P2TP2A bekerja lebih baik. Meskipun banyak ketidakpuasan seperti muncul kasus ada korban dititipkan malah jadi korban lagi oleh petugas tersebut.

“Ini menjadi tantangan kemudian dalam konteks penanganan KPPA juga sekarang hotline servis 129 itu juga harus dimanfaatkan. Misalnya fasilitas sudah ada, mereka kemudian diakses kalaupun ada hambatan, tapi terus berproses supaya pelayanannya bisa lebih baik,” tuturnya.

Dia tak memungkiri bahwa aspek pemulihan masih menjadi pekerjaan rumah. Tentunya juga sudah dimasukan dalam rancangan UU TPKS.

“Kita khawatir jika ini juga hilang karena dalam sistem hukum kita sering sekali aspek pemulihan ini luput, dianggap tidak penting,” lanjutnya.

Padahal pemulihan menjadi aspek yang penting karena ketika kasus sudah inkrah perempuan korban atau anak perempuan itu masih mengalami trauma, mengalami situasi yang tidak baik sehingga biarpun tersangka sudah dihukum tetapi korban bisa menderita seumur hidup.

“Karena itu, aspek pemulihan menjadi penting karena situasi berbeda akan dialami oleh perempuan korban sebelum kasus itu terjadi bahkan ketika tersangka sendiri sudah dipidana. Ini menjadi PR dan kami minta maaf kalau belum berhasil mendorong negara untuk hadir,” tegasnya.

Sistematis

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar mengatakan, perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terstruktur dan sistematis mulai dari tataran keluarga hingga pemerintah.

"Kami meyakini bicara soal anak korban tentu selalu berkaitan dengan orang tua, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari klasifikasi itu, kita harus melakukan upaya seperti memberikan pemahaman yang baik terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, sehingga mereka tidak mudah dibujuk rayu oleh pelaku serta dapat melakukan deteksi dini," kata Nahar dalam keterangannya.

Kemudian, perempuan dan anak harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang kemana harus mendapatkan pertolongan dan layanan. Harus dipastikan juga, tidak cukup tahu dan paham, tapi harus memiliki keberanian untuk melapor dan meminta pertolongan.

Selain itu, salah satu hal yang didorong oleh pemerintah adalah terbangunnya Kabupaten/Kota Layak Anak untuk mendorong terwujudnya pemenuhan hak dan perlindungan kepada anak.

Nahar menjelaskan, berdasarkan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Tahun 2021, terjadi penurunan tren kasus kekerasan terhadap anak.

"Tahun 2018 angka kekerasan bagi anak laki atau perempuan adalah 6 dari 10. Tahun 2021 angka ini menurun, misalnya untuk anak perempuan yang pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apa pun di sepanjang hidupnya adalah 4 dari 10 dan untuk laki-laki adalah 3 dari 10. Angka ini terus kami kawal karena bisa jadi penurunan ini adalah dampak dari upaya yang sudah dilakukan, baik upaya pencegahan, regulasi, dan lain sebagainya,” tutur Nahar.

Angka tersebut merupakan representasi kekerasan terhadap anak secara nasional. Menurutnya, data pelaporan yang masuk belum cukup untuk menggambarkan kasus kekerasan yang dialami oleh anak secara makro, mengingat adanya beberapa daerah yang lebih responsif dan mudah dalam mengakses pelaporan.

Berdasarkan Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) sepanjang 2019-2021, adapun angka laporan kasus kekerasan terhadap anak tercatat meningkat dari 11.057 pada 2019, 11.278 kasus pada 2020, dan menjadi 14.517 kasus pada 2021. Jumlah korban kekerasan terhadap anak juga meningkat dari 12.285 pada 2019, 12.425 pada 2020, dan menjadi 15.972.

Sedangkan angka laporan kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat dari 8.864 kasus pada 2019, 8.686 kasus pada 2020, menjadi 10.247 kasus pada 2021. Jumlah korban kekerasan terhadap perempuan juga meningkat dari 8.947 orang pada 2019, 8.763 orang pada 2020, lalu menjadi 10.368 kasus pada 2021. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya