Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
KEKERASAN terhadap perempuan setiap tahunnya meningkat. Dilansir dari laman Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) Kementerian PPPA, jumlah kekerasan pada perempuan di 2023 tercatat mencapai 26.161 di seluruh Indonesia. Angka tersebut meningkat dibandingkan 2022 yang tercatat mencapai 25.053.
Anggota Komnas Perempuan Theresia Iswarini mengatakan kenaikan ini penting dilihat secara positif yaitu munculnya keberanian korban untuk mengadukan kejadian yang dialaminya.
“Itu artinya kehadiran negara mulai dirasakan meski untuk ini pun harus selalu dipantau dan didorongkan oleh berbagai pihak,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (8/2).
Baca juga : Cegah Kasus Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan secara Menyeluruh
Lebih lanjut, Theresia menambahkan terdapat dua akses korban yaitu akses terhadap keadilan dan pemulihan. Oleh karena itu, upaya membantu ditambah menekan angka kasus adalah memastikan penegakan hukum dan layanan bagi para korban untuk pemulihan dan perlindungan.
“Terkait regulasi, beberapa kali kami mengingatkan kepada pembuat kebijakan agar mereka tetap mengerjakan PR nya sebelum selesai masa tugas sebagai bagian pertanggungjawaban dan akuntabilitas,” tegas Theresia.
“RUU PPRT misalnya yang seharusnya terus dikawal dan dipastikan dicarry over ke depan apabila proses pembahasan belum selesai. Hal itu sekaligus menunjukkan kehendak politik yang kuat untuk memastikan pemenuhan hak perempuan terutama marginal terwujud,” sambungnya.
Baca juga : Ancaman Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Depan Semakin Kompleks
Theresia juga menekankan peran negara harus diperkuat dan dibuat semacam standar monitoring kasus, selain juga memperkuat koordinasi dengan berbagai pihak utamanya lembaga layanan sebagai bentuk keterpaduan dan sinergi kerja antar lembaga.
Secara terpisah, Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menambahkan bahwa masalah kekerasa terhadap perempuan memerlukan intervensi pada tingkat struktural dan juga kultural.
“Instrumen hukum itu adalah pendekatan struktural. Namun tentunya dibutuhkan political will yang kuat untuk mewujudkan terbitnya regulasi yang memadai dan juga penegakan hukum yang tegas,” ujar Rissalwan.
Baca juga : Hati-hati Kekerasan Dalam Pacaran
Sementara pendekatan kultural seharusnya bs dilakukan bersamaan dengan ketersediaan payung hukum, atau bahkan memperkuat kebutuhan penegakan hukum yang benar-benar melindungi kepentingan korban kekerasan.
“Pendekatan kultural ini dilakukan dengan cara gerakan sosial melalui kampanye yang masif baik melalui media massa, media sosial, dan kegiatan langsung di komunitas seperti misalnya posyandu. Pendekatan kultural ini juga membutuhkan political will, tetapi aktornya bisa meluas di luar pemerintahan termasuk LSM dan ormas-ormas,” pungkasnya. (Z-3)
Baca juga : Zakat, Bolehkah untuk Berdayakan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan?
perempuan di Jakarta masih terjebak dalam ketidakpastian. Mulai dari pencarian kerja, dunia akademik, hingga kehidupan sehari-hari.
Acara ini merupakan puncak dari rangkaian pelatihan dan pendampingan yang telah mereka jalani selama enam kali pertemuan dalam Program Glorious Golo Mori.
Perempuan Indonesia punya peran besar dalam perjuangan kemerdekaan, mulai dari pendidikan, perlawanan bersenjata, hingga politik.
Program SisBerdaya dan DisBerdaya ini menjadi salah satu implementasi nyata dari komitmen tersebut, sekaligus strategi menjembatani kesenjangan digital di kalangan pelaku UMKM perempuan.
HAPPY Girlfriend Day (gf day) diperingati pada tiap 1 Agustus. Hari tersebut menjadi perayaan pasangan romantis. Namun, bukan saja untuk mereka yang memiliki pasangan,
KEBERPIHAKAN terhadap korban dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kerap melibatkan perempuan harus dikedepankan.
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pemerintah Indonesia untuk secara serius melaksanakan Rekomendasi Umum Nomor 30 CEDAW.
Komnas Perempuan mengecam dan menyayangkan mediasi damai dalam kasus kekerasan seksual terhadap N.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas Perempuan menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pemerkosaan massal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved