Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

UU KIA Terus Disosialisasikan Kepada Dunia Usaha

Devi Harahap
31/7/2024 13:15
UU KIA Terus Disosialisasikan Kepada Dunia Usaha
Peralatan Ultrasonografi (USG) 2 Dimensi untuk mendeteksi ibu hamil(MI/Heri Susetyo)

MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengatakan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan tengah berprogres disosialisasikan ke berbagai pihak khususnya pada asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) dan dunia usaha secara umum sebagai penyedia kerja.

“Kami sudah sampaikan kepada teman-teman di kesetaraan gender yang mengawal ini, kemudian mendengarkan koordinasi dengan instansi terkait, dan Apindo kemudian dengan pemerhati anak dan perempuan itu sudah (dilakukan) intens,” katanya di Jakarta pada Senin (29/7).

Melihat adanya berbagai pro dan kontra terkait isi aturan UU KIA, terutama regulasi terkait hak cuti melahirkan bagi Ibu dan Ayah, Bintang menanggapi bahwa hal itu merupakan suatu gejolak yang biasa terjadi, namun pihaknya memastikan akan terus mengawal implementasi UU KIA agar berjalan efektif di lapangan.

Baca juga : Pemerintah Pastikan UU KIA Tidak Akan Tumpang Tindih dengan Aturan Ketenagakerjaan

“Begini, yang namanya undang-undang tentu implementasinya itu akan kita kawal, baik itu peraturan pemerintah, maupun peraturan presiden kalau kita mendengar mandat daripada UU No 4 tahun 2024 ini kan dimandatkan nanti akan ada 3 Peraturan Pemerintah dan 1 Peraturan Presiden,” tuturnya.

Bintang lebih lanjut menuturkan bahwa proses pembentukan 4 peraturan pelaksana UU KIA itu kini telah digodok bersama oleh lintas stakeholders, ia pun berkomitmen untuk melibatkan berbagai pihak.

“Langkah awalnya ini masih kita godok bersama, apakah itu bisa diperas dengan 1 PP dan 1 perpres, ini masih dalam proses berjalan yang sudah dilakukan dengan teman-teman kami di kementerian, demikian juga dengan kementerian lembaga terkait sesuai dengan mandat yang diberikan oleh presiden,” jelasnya.

Baca juga : Detail Teknis Implementasi UU KIA Akan Diatur Perpres

Sementara itu, Komite Regulasi Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Mira Sonia mengatakan seluruh pengusaha di Indonesia kini telah terikat untuk menjalankan UU KIA, namun pihaknya mendorong pemerintah agar memperjelas beberapa tafsiran aturan agar lebih mudah direalisasikan.

“Kalau sudah jadi undang-undang pasti menjadi konsekuen dan mengikat, tapi harus ada yang diperjelas. Misalnya, kondisi khusus ketika pekerja mendapatkan cuti melahirkan 3 bulan ditambah 3 bulan berikutnya, ini kondisi khusus yang seperti apa,” jelasnya.

Menurut Mira, kejelasan regulasi UU KIA secara teknis dapat membuat para pengusaha lebih mudah untuk memprediksi berbagai dampak dan kemungkinan yang terjadi terhadap bisnis mereka.

Baca juga : Apindo: Impor Ilegal Harus Dihentikan untuk Lindungi Pasar dalam Negeri

“UU KIA ini harus diperjelas sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan di lapangan. Bagaimanapun ketika sudah diundangkan maka semua terikat, sehingga tidak alasan bagi pengusaha untuk tidak menjalankan, tapi ketika aturan masih abu-abu maka harus diperjelas, jadi bagi pengusaha lebih bisa memprediksi dan menerawang berbagai dampak saat menerapkan UU KIA ini,” tuturnya.

Selain cuti, Mira juga banyak mendapat masukan dari para pengusaha terkait pendirian tempat penitipan anak (TPA) di tempat kerja. Menurutnya, hal ini cukup sulit untuk diterapkan jika tidak dibersamai dengan kriteria sebab sektor industri sangat beragam dan tidak bisa diseragamkan.

“Lalu yang banyak ditanyakan juga terkait kewajiban pengusaha untuk membuat tempat penitipan anak (TPA) di kawasan industri, teknisnya itu seperti apa karena tidak semua tempat kerja bisa bangun TPA misalnya seperti sektor pertambangan,” katanya.

Lebih lanjut, Mira menekankan pentingnya pemerintah untuk melihat keragaman sektor bisnis khususnya di perkotaan yang minim lahan. Dikatakan bahwa kewajiban perusahaan mendirikan TPA dinilai masih sangat multitafsir.

“Bagi perusahaan yang memiliki kawasan industri khusus dan besar mungkin bisa mendirikan TPA, tapi tidak semua perusahaan bisa menjalankan itu terlebih lagi perusahaan yang space-nya minim di gedung perkantoran dengan harga sewa cukup tinggi,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya