Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mengenal Kehamilan dengan Hipertensi: Diagnosa, Klasifikasi dan Komplikasi

Andrei Wilmar
21/2/2024 08:03
Mengenal Kehamilan dengan Hipertensi: Diagnosa, Klasifikasi dan Komplikasi
Novan Prasetya memaparkan materi kehamilan risiko tinggi di Penang Bistro Pakubuwono, Jakarta Selatan.(MI)

Kehamilan merupakan momen krusial bagi setiap perempuan. Tidak berlebihan jika mereka menginginkan proses persalinan yang lancar dan bayi yang sehat.

Pun demikian, terdapat beberapa keadaan tak biasa dalam kehamilan yang dapat menimbulkan risiko tinggi. Dalam diskusi yang diselenggarakan Rumah Sakit Pondok Indah, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Novan Satya Pamungkas mengatakan kehamilan dengan hipertensi merupakan salah satu penyebab komplikasi yang cukup sering ditemukan.

Novan juga mengungkap angka kehamilan berisiko meningkat hingga mencapai 15% sampai 20% karena situasi tersebut. Kenaikan angka itu terjadi karena pergeseran usia hamil.

Baca juga : Konsumsi Kedelai Berlebihan saat Hamil Picu Kelainan Genital pada Janin Laki-laki

Novan mengatakan kebanyakan perempuan mengejar karir terlebih dahulu sebelum menikah, hingga akhirnya baru mengalami kehamilan.

“Sebelum memutuskan menikah, dia akan mengejar karirnya terlebih dahulu, sampai dia merasa mapan, settle, baru memutuskan untuk menikah, sehingga usia reproduksi bergeser menjadi 30 sampai 38 tahun,” terang Novan di Penang Bistro Pakubuwono, Jakarta Selatan, pada Selasa (20/02/24).

Masalahnya, jelas Novan, usia kehamilan di atas 35 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi baik untuk ibu maupun bayi. Secara rinci, dokter yang sudah biasa menangani kehamilan risiko tinggi ini, membedah satu per satu keadaan hamil yang tidak ideal.

Baca juga : Menuju Tanggal Perkiraan Melahirkan, Ini Daftar Barang yang Perlu Disiapkan

Diagnosa

Hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu kejadian yang cukup tinggi, yakni 10% dari seluruh kehamilan. Tolok ukur untuk kasus ini adalah tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90. Namun, harus ada dua kali pemeriksaan tekanan darah.

Novan mengatakan dalam waktu 45 menit pemeriksaan harus diulang kembali, karena kerap kali tensi tinggi dalam pemeriksaan pertama disebabkan oleh aktivitas yang baru dilakukan ibu hamil. Kehamilan dengan hipertensi baru bisa diagnosa ketika pemeriksaan kedua tidak menunjukkan perubahan hasil.

Baca juga : 'LYORA: Keajaiban yang Dinanti', Kisah Inspiratif Pejuang Dua Garis Biru

“Kalau pasien baru sampai ke poliklinik langsung ditensi, dia baru beraktifitas, baru jalan, pasti tekanan darahnya juga tinggi. Makanya seringkali saya bilang: ‘coba ibu istirahat dulu, duduk dulu’ baru ditensi ulang, biasanya sudah kembali normal,” ucapnya.

Klasifikasi

Terdapat 4 klasifikasi hipertensi pada kehamilan. Klasifikasi pertama adalah hipertensi kronis atau ibu hamil sudah memiliki hipertensi sebelum kehamilan. Klasifikasi hipertensi kronis pun dapat berkembang menjadi pre-eklampsia. Pre-eklampsia sendiri adalah hipertensi yang disertai dengan kebocoran protein yang terdeteksi di urine ibu hamil.

Baca juga : Ribuan Perempuan Gaza Hamil di Tengah Serangan Israel

“Jadi Chronic Hypertension bisa berkembang menjadi pre-eklampsia di atas usia kehamilan 20 minggu dengan pemeriksaan protein urine ibu tersebut,” jelasnya.

Pre-eklampsia pun pada akhirnya berpotensi untuk menyebabkan klasifikasi terakhir, yakni eklampsia atau kejang.

Sementara itu, klasifikasi terakhir adalah pregnancy induced hypertension. Serupa tak sama dengan pre-eklampsia, klasifikasi ini secara khusus terjadi pada usia kehamilan 20 minggu. Namun, Dr Novan menyatakan, tidak terdapat protein urine dalam klasifikasi pregnancy induced hypertension.

Baca juga : Anak Sudah Bisa Dikenalkan Makan Ikan Sejak Dalam Kandungan

“Tanpa disertai dengan protein urine. Kalau pre-eklampsia bedanya sama pregnancy induced hypertension, kalau pre-eklampsia ada protein urine,” ucapnya.

Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi akibat kehamilan dengan hipertensi klasifikasi pre-eklampsia pada ibu adalah sel darah yang rusak, gangguan fungsi hati dan ginjal, paru-paru terendam cairan hingga kegagalan napas, serta trombosit yang turun.

Baca juga : Nutrisi Seimbang Penting bagi Ibu Hamil, Begini Kandungan dalam Camilan Hotto Purto

Sedangkan pada janin, pre-eklampsia membuat pertumbuhan yang terhambat. Penyebab utamanya adalah plasenta tidak terbentuk dengan baik, sehingga kebutuhan nutrisi pada janin tidak terpenuhi. Selain itu, resiko tertinggi dari hipertensi adalah kematian janin di dalam rahim.

Novan menyatakan bahwa solusi satu-satunya adalah melahirkan janin tersebut. Solusi ini memungkinkan plasenta yang merupakan akar masalah dikeluarkan dengan harapan ibu dan janin terselamatkan. Dr. Novan bercerita bahwa dia sering menangani kasus semacam ini. Dia menyatakan dilema dari penanganan pre-eklampsia ini adalah kesiapan janin untuk dilahirkan dan kondisi klinis pasien.  

“Makanya kita sering kali melahirkan janin sebelum waktunya, di bawah usia 37 minggu, karena untuk menyelamatkan ibunya dan janin dinilai sudah layak untuk dilahirkan. Terkadang itu tadi dilemanya, kita harus menilai apakah janinnya sudah siap untuk dilahirkan, atau menilai kondisi klinis ibunya, apakah masih bisa kita pertahankan atau tidak kehamilannya,” terang Novan.

Baca juga : Ahli Minta Turunan UU Kesehatan Atur Aborsi hanya Dilakukan di Rumah Sakit

Secara umum, ia mengingatkan agar para ibu rajin melakukan cek pada masa awal kehamilan. Pemeriksaan pada masa awal kehamilan ini dilakukan untuk menilai semua faktor resiko yang nantinya memiliki potensi bahaya. Jika sudah mencapai usia kehamilan lanjut, di atas 36 minggu, kontrol kehamilan pun bisa dikendurkan intensitasnya.

“Karena tidak banyak perubahannya, mungkin kalau sudah 36 minggu cukup periksa sekali, dan langsung ketemu di kamar bersalin saja,” tandasnya. (Z-11)

Baca juga : Kenali Cara Kendalikan Autoimun untuk Melancarkan Program Kehamilan



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya