Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
PENYUSUNAN aturan turunan Undang-Undang Kesehatan terus didesak agar membuka pintu seluas-luasnya terhadap partisipasi publik dan pemangku kepentingan terkait untuk memberikan masukan. Lantaran semenjak diundangkan menjadi Undang-Undang (UU) Kesehatan pada 8 Agustus 2023, rencana penyusunan aturan turunan UU Kesehatan disinyalir minim keterbukaan informasi maupun substansi dalam draftnya.
Akibat kurangnya keterbukaan informasi ini, sejumlah pihak berharap agar pembahasan regulasi tersebut dapat mencerminkan kepentingan publik dan semua pihak terkait.
Imbauan ini cukup beralasan karena pada awal penyusunan UU Kesehatan juga menghasilkan sejumlah pasal yang multitafsir dan menimbulkan polemik di publik, misalnya pasal zat adiktif berupa produk tembakau. Begitupun saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai pelaksana aturan turunan UU Kesehatan dinilai tidak transparan dalam merumuskan aturan tersebut yang ditargetkan selesai pada bulan September 2023.
Baca juga: 85 Persen Kanker Kepala dan Leher Disebabkan Tembakau
Soal pasal zat adiktif berupa produk tembakau saja, detail informasi mengenai aturan yang diajukan, seperti larangan iklan produk tembakau di ruang publik dan internet, larangan penjualan rokok batangan, serta sanksi dan reward bagi penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di daerah, malah ditemukan pada postingan media sosial yang diunggah oleh akun @sebelahmata_cisdi.
Menilai hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiyansah, menilai keterlibatan industri tembakau memiliki peran yang penting dalam penyusunan aturan turunan terkait produk tembakau pada UU Kesehatan ini. Pasalnya, mereka adalah pihak yang akan berdampak secara langsung dari aturan tersebut.
Baca juga: Rancangan Perpres Tembakau Dinilai Abaikan Peningkatan Perokok Anak
Dia menjelaskan, jika ingin mengurangi resistensi publik, tentu yang pertama harus dilakukan adalah melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk industri tembakau, terhadap perumusan aturan turunan ini.
Soal partisipasi publik, melalui Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022, Presiden Jokowi telah mengamanatkan bahwa partisipasi masyarakat diperlukan dalam pembuatan undang-undang. Termasuk dalam proses perencanaan, persiapan, pembahasan, pengesahan atau keputusan, dan diundangkan. Seperti diketahui bersama, Kemenkes sendiri berencana menjadikan 108 Peraturan Pemerintah (PP) yang terpisah menjadi hanya satu PP, termasuk soal aturan tembakau.
Terkait penyatuan ke dalam satu PP, Trubus pun mengimbau agar Kemenkes bisa membaginya ke beberapa klaster dan menempatkannya dengan tepat. Ia menjelaskan lebih lanjut, "Sederhananya, dengan pembagian klaster tersebut, aturan ini akan lebih mudah dipahami karena publik dapat melihat dari sisi kemanfaatan dan kepentingannya tidak dirugikan”.
“Dari 108 PP kalau dijadiin satu ya harusnya diklaster-klasterin. Mudahnya kalau memperoleh manfaat, masyarakat akan dukung, tapi kalau merugikan tentu akan protes,” jelasnya.
Sampai dengan saat ini Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sektor penyumbang penerimaan negara terbesar lewat cukai. Kontribusi ini diperkuat melalui keberhasilan menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, jika industri ini semakin ditekan melalui regulasi yang eksesif, maka akan ada beberapa daerah yang merugi, penerimaan negara dapat berkurang, bahkan ada risiko meningkatnya jumlah pengangguran.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Kebijakan Publik DPN Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana meminta sebaiknya Pemerintah dapat bersikap lebih bijak dengan tidak menyerahkan semua aturan IHT ini kepada Kemenkes.
Dikutip dari data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang terserap dalam industri rokok sebanyak 5,98 juta orang yang terdiri dari 4,28 juta orang bekerja di sektor manufaktur dan industri dan 1,7 juta orang sisanya bekerja di sektor perkebunan.
Oleh karena itu, ia menilai pendelegasian kebijakan IHT ini dapat membahayakan keberlangsungan industri ini dan semua ekosistem di dalamnya, termasuk menjadikan Kemenkes mengabaikan kewenangan dan tupoksi kementerian lain. Hal-hal yang menjadi kewenangan Kementerian/Lembaga lain contohnya seperti aspek ketenagakerjaan hingga soal cukai hasil tembakau.
“Kemenkes tidak memiliki cukup kemampuan untuk mengelola dampak pengaturan yang dikeluarkannya ini, setidaknya dampak kepada sistem perdagangan dan perindustrian, apalagi saat menyentuh persoalan ketenagakerjaan dan cukai pajak yang berlaku di Indonesia,” jelasnya kepada wartawan beberapa waktu lalu. (Z-10)
Zakat adalah kewajiban privat yang pengelolaannya membutuhkan regulasi publik.
Pemohon juga menyoroti tren legislasi yang semakin mengabaikan partisipasi masyarakat yang bermakna.
Tersangka maupun terdakwa kasus korupsi tetap akan diproses hukum meski mengembalikan hasil korupsinya.
Aturan tersebut mengecualikan situasi tertentu di antaranya saat situasi darurat, untuk tujuan akademis serta upaya untuk memastikan aksesibilitas.
Presiden Prabowo Subianto menandatangani Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 yang mengatur tentang perubahan nomenklatur jabatan di Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) pasca-Pilkada 2024.
PRESIDEN Prabowo Subianto menegaskan akan memberlakukan pemungutan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% untuk barang atau jasa yang berkategori mewah
PT Gudang Garam menghentikan sementara pembelian bahan baku tembakau dari wilayah Temanggung, Jawa Tengah.
Membangun komunikasi terbuka dan transparan berdasarkan penelitian ilmiah menawarkan peluang nyata untuk memengaruhi pilihan gaya hidup merokok di antara penduduk Indonesia.
Bupati Temanggung, Agus Setyawan menekankan pentingnya keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan ekonomi.
Salah satu inisiatif yang tengah dikembangkan adalah dashboard pemantauan di wilayah rawan peredaran rokok ilegal.
Pemerintah didesak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan cukai agar lebih seimbang.
Kebijakan yang tidak dirancang secara proporsional dan tidak realistis dalam implementasinya dapat menjadi bumerang bagi perekonomian lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved