Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

El Nino bukan Penyebab Tunggal Kekeringan 2023

Atalya Puspa
09/9/2023 18:57
El Nino bukan Penyebab Tunggal Kekeringan 2023
Kawasan persawahan yang mengering(Antara)

EL Nino bukanlah penyebab utama dari kekeringan yang melanda Indonesia saat ini. Hal itu diungkapkan oleh Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB Tri Wahyu Hadi.

“Kondisi el nino yang tidak strong, masih ada kemungkinan akan mengalami kekeringan atau tidak. Tapi ketika terjadi el nino strong, itu memang akan terjadi kekeringan,” kata Tri, Sabtu (9/9).

El Nino dengan intensitas kuat yang menyebabkan kekeringan, kata dia, pernah melanda Indonesia pada 1972-1973, lalu pada 1982-1983, 1997-1998 serta 2015.

Baca juga: Pemerintah Perlu Ambil Langkah Tanggap Darurat untuk Tangani Kekeringan

“Tapi bukan berarti tidak terpengaruh. Hanya kadang kering atau kadang tidak terlalu kering, sehingga rerata dampaknya itu kurang hebat dibanding dengan strong El Nino,” beber dia.

Di samping El Nino, ada fenomena iklim yang juga membuat curah hujan menurun dan suhu bumi meningkat, yakni pula angin di atas wilayah Filipina yang menyebabkan akumulasi uap air.

Baca juga: Hujan di Sebagian Wilayah, Waspada Dampak Siklon Tropis Saola

“Jadi bukan hanya El Nino atau La Nina, tapi ada proses lain yang perlu kita kaitkan, mungkin tidak langsung dari kondisi laut pasifik tapi ada pola sirkulasi udara tertentu yang menyebabkan adanya perbedaan akumulasi uap air yang ada di atas suatu wilayah,” jelas dia.

Di samping itu, beberapa penelitian yang dilakukan beberapa puluh tahun lalu juga melaporkan bahwa anomali iklim di Indonesia telah berlangsung dari ratusan juta lalu. Misalnya saja peneliti dari Belanda pada 1929 menyatakan bahwa di Indonesia curah hujan tidak menentu. Terkadang, curah hujan panjang dan musim kering tidak datang. Kondisi sebaliknya pun pernah terjadi.

Selain itu penelitian yang dilakukan pada tahun 1971-1973 oleh peneliti dari Hawaii juga menyebutkan bahwa di tahun itu curah hujan Juli, Agustus, September, Oktober, sangat kecil, padahal di tahun-tahun lain cukup besar.

“Jadi anomali iklim sebenarnya terjadi sejak dulu dan salah satu fenomena yang menyebabkan adalah El Nino,” imbuhnya.

Menurut dia, hingga Agustus 2023, dampak El Nino belum dapat dikatakan ekstrem. Hal itu berbeda dengan kejadian El Nino yang terjadi pada. 1997-1998 lalu.

“Tapi tentu kondisinya harus kita pantau terus, El Nino di Samudera Pasifik bisa lebih menguat lagi. Beberapa bulan ke depan sebagian besar wilayah kita akan mengalami defisit curah hujan. Tapi Desember, Januari dan Februari sudah berkurang,” tutup dia. (Ata/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya