KONSEP Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Khusus atau KHDPK berdasarkan nama memang tidak punya nomenklatur ilmiah, tetapi mempunyai nilai inovasi yang bernas.
"Kenapa bernas karena KHDPK akan menyelesaikan hal hal sebagai berikut," kata Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. San Afri Awang, saat menjawab pertanyaan media, Selasa (26/7) terkait dengan perbincangan soal KHDPK.
Prof.San Afri menjelaskan bahwa program KHDPK melaksanakan, pertama, penanaman ulang lahan kritis, rusak, gundul dan tidak produktif akibat pengelolaan sebelumnya.
Kedua, melanjutkan usaha usaha mensejahterakan masyarakat berbasis pada potensi sumberdaya hutan. Ketig, menyelesaikan konflik tenurial dengan masyarakat.
Keempat, menyelesaikan masalah permukiman dalam kawasan hutan yang jumlahnya lebih dari 1000 titik masalah.
Kelima, menyelesaikan kebutuhan tanah untuk pembangunan non kehutanan dan ketahanan pangan nasional dan keenam. mendukung program strategis nasional.
"Enam poin ini tidak mungkin diselesaikan oleh Perhutani karena perhutani hanya operator kebijakan saja," jelas Prof.San Afri.
Demikian dijelaskan Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Prof. San Afri Awang,menjawab pertanyaan media, Selasa (26/7/2022) terkait dengan perbincangan soal KHDPK atau Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Khusus.
Baca juga: Pengelolaan Khusus Kawasan Hutan untuk Tertibkan dan Tata Hutan Jawa
Menurut Prof San Afri, pasti banyak orang mengatakan bagaimana dengan lingkungan hidup di Pulau Jawa?
"Lingkungan hidup di Pulau Jawa yang sering terganggu adalah bencana iklim yaitu banjir. Banjir itu penyebabnya banyak, salah satunya adalah adanya lahan kritis seluas 470 ribu ha di dalam kawasan hutan negara," paparnya.
Lahan kritis ini bukan karena adanya KHDPK, justru KHDPK ingin memperbaiki lahan kritis ini.
"Perdebatan publik yang mengatakan KHDPK penyebab kerusakan lingkungan adalah salah total. Sebelum ada KHDPK lingkungan alamnya sudah rusak," tegas Prof.San Afri.
Menurut Prof San Afri, lahirnya KHDPK di Jawa harus dilihat secara holistic ekosistem Pulau Jawa.
Pulau Jawa luas nya sekitar 13 juta ha terdiri dari 3,4 juta ha hutan negara, sekitar 3 juta ha hutan rakyat (tanah milik), dan sisanya adalah penggunaan lain.
Hilangnya angka kecukupan luas hutan minimal 30% dari luas daratan atau DAS dalam UU Cipta Kerja No.11/2020 harus dibaca dengan cerdas dan inovatif.
Khusus Pulau Jawa hilangnya angka 30% memang satu keniscayaan sebab banyak masalah yang harus diselesaikan di Pulau Jawa.
PP 23/2021 dan Permen LHK no.9/2021 memastikan bahwa hutan rakyat harus dihitung sebagai bentuk tutupan lahan di pulau jawa yang luasnya sekitar 3 juta.
Sistem registrasi akan dikenakan pada hutan rakyat dengan insentif bagi pemilik hutan rakyat.
"Kekhawatiran publik Jawa akan kekurangan tutupan vegetasi terjawab dengan diakomodirnya hutan rakyat bagian dari tutupan vegetasi di Pulau Jawa," kata Prof. San Afri.
Dengan hutan rakyat, lanjut Prof San Afri, maka Pulau Jawa memiliki tutupan vegetasi seluas 6,4 juta ha (45%) berasal dari areal Perhutani 1,4 juta ha area Perhutani, areal hutan rakyat 3 juta ha, areal konservasi 1 juta ha, dan areal KHDPK sekitar 1 juta ha.
Hutan rakyat menghasilkan kayu bulat lebih dari 20 juta m3 per tahun, sementara perhutani menghasilkan kayu bulat kurang dari 700 ribu m3 per tahun.
“Mari kita melihat pulau jawa dan lingkungan serta ekosistem pulau jawa dalam satu kesatuan utuh pulau dan segala isinya, jangan hanya melihat dari sisi pandang hutan negara saja," katanya.
"Terima kasih pada rakyat yang telah membangun hutan rakyat secara mandiri dan secara bantuan pemerintah,” ajak Prof San Arfi ini..
Dengan hutan rakyat dan hutan negara dikalkulasi secara bersama sama telah menjadikan daya dukung alam lingkungan di Pulau Jawa membaik.
Kalkulasi jasa ekosistem penyedia air di pulau jawa menunjukkan bahwa hutan negara berada pada kelas tinggi sebagai komponen penyedia jasa air, dan hutan rakyat serta kebun campur berada pada kleas sedang sebagao komponen penyedia jasa air di pulau Jawa.
"Tanpa kontribusi hutan rakyat maka Pulau Jawa akan mengalami defisit air lebih banyak," katanya.
Manfaat Konsep KHDPK
Silang pendapat para pencinta Pulau Jawa terhadap hutan Jawa pasti berpengaruh pada masyarakat perdesaan di Jawa.
Oleh karena itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehudtanan (LHK) harus segera turun ke tengah masyarakat, bukan di gedung gedung, sehingga informasinya tidak terpotong dan tidak dimanfaatkan oleh oknum oknum tidak bertanggung jawab.
"Jika masyarakat mengetahui persis tata kelola dan pemanfaatan kawasan KHDPK maka saya yakin perdebatan d itingkat masyarakat akan segera hilang dan masyarakat akan merasakan manfaat yang banyak dari konsep KHDPK ini," paparnya. (RO/OL-09)