Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Percepat Pengesahan RUU TPKS, Kekerasan Seksual Terhadap Anak bak Gunung Es 

Putra Ananda
10/10/2021 19:07
Percepat Pengesahan RUU TPKS, Kekerasan Seksual Terhadap Anak bak Gunung Es 
Ilustrasi kekerasan seksual(Ilustrasi)

KASUS kekerasan seksual anak yang muncul ke publik tidak bedanya dengan fenomena gunung es. Banyak kasus yang tidak terungkap karena berbagai faktor. Utamanya ialah keenganan korban untuk melapor kepada pihak kepolisian. 

"Banyak sekali yang takut melapor," ujar Ketua DPP bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (10/10). 

Trauma dan stigma malu yang dialami korban seringkali membuat korban kekerasan seksual mengurungkan niatnya untuk mencari keadilan. Korban kekerasan seksual juga secara psikologis amat perlu mendampatkan pendampingan untuk mengatasi rasa trauma pasca mengalami kekerasan seksual. 

"Sedikit sekali kasus kekerasan seksual yang berhasil mendapatkan keadilan di ranah hukum. Biasanya juga karena kurangnya barang bukti, korban melaporkan setelah kasus ini berlangsung lama, kemudian juga takut melapor karena stigma malu," ungkapnya. 

Amel menilai, negara perlu membuat payung hukum yang condong terhadap pendekatan hak-hak korban kekerasan seksual seperti pendampingan psikologis. Payung hukum tersebut dapat dilakukan melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pendekatan pidana melalui KUHP dinilai belum memberikan rasa keadilan bagi korban kekerasan seksual. 

"Memang itulah perlunya RUU TPKS ini harus segera disahkan di parlemen. Karena memang tidak hanya aspek penegak hukum saja yang harus ada, tapi perlu juga rambu yang jelas untuk mengatur ranah payung hukum pemenuhan hak-hak korban yang belum diatur dalam KUHP," ungkapnya. 

Baca juga : 6 Rekomendasi JKP3 untuk RUU Tindakan Pidana Kekerasan ...

Amel menilai, RUU TPKS merupakan terobosan bagi pemenuhan hak-hak korban yang mendapatkan penggunaan ancaman kekerasan seksual atau pemanfaatan kekuasan kekerasan seksual. Kompensasi kepada korban dan keluarga korban kekerasan seksual diatur dalam RUU TPKS seperti pendampingan hukum dan pemulihan rasa trauma. 

"Masyarakat perlu mendapat edukasi dan sosialisasi bahwa korban kekerasan seksual itu begitu dia mendapat perlakukan kekerasan seksual di harus melakukan visum. Visum itu yang akan menjadi bukti untuk membantu dia membuat pelaporan ke kepolisian," ujar Amel. 

Senada, Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyebut penguatan kebijakan dan peraturan dalam mencegah kekerasan seksual dan melindungi anak-anak serta kaum perempuan di Indonesia amatlah diperlukan. Hal itu ia ucapkan saat menanggapi, kasus ayah perkosa anak kandung di Luwu Timur yang kasusnya dihentikan oleh pihak kepolisian sejak 2019 lalu. 

"Saya mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Pemerintah dan DPR perlu mempercepat pengesahan untuk bisa memulai langkah-langkah pencegahan kejahatan seksual untuk mampu memberi perlindungan efektif kepada anak-anak dan kaum perempuan Indonesia," tegas Cak Imin dalam keterangan tertulisnya. 

Cak Imin juga meminta kepolisian membuka kembali penyelidikan kasus yang sempat terhenti sejak dilaporkan pada 2019 lalu. Ia mengecam tindakan yang dilakukan oleh ayah kandung korban dan meminta pelaku kekerasan seksual dihukum seberat-beratnya. 

"Saya meminta Polri untuk segera melakukan penyelidikan dan melakukan proses hukum kepada pelaku tindak kejahatan tersebut. Sebagai penegak hukum, kepolisian harus menjadi tangan-tangan negara untuk melindungi yang lemah dan rentan," tuturnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya