Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

6 Rekomendasi JKP3 untuk RUU Tindakan Pidana Kekerasan Seksual

Mohamad Farhan Zhuhri
07/10/2021 17:05
6 Rekomendasi JKP3 untuk RUU Tindakan Pidana Kekerasan Seksual
Ilustrasi(Thinkstock)

JARINGAN Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) secara khusus menyampaikan masukan atas RUU Tindakan Pidana Kekerasan Seksual kepada Baleg DPR RI.

Masukan ini sebagai upaya penyempurnaan RUU TPKS agar mentup rapat potensi kriminalisasi terhadap korban kekerasan seksual dan sekaligus membuka seluas-luasnya pemenuhan kewajiban konstitusional negara menghadirkan jaminan hak atas rasa aman bagus semua masyarakat.

Poin B dalam masukan JKP3 mengenai definisi kekerasan seksual, yakni kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah kepada tubuh, keinginan seksual, dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai dengan ancaman, penggunaan kekerasan, tipu muslihat, atau bujuk rayu, penyalahgunaan kekuasaan dan/atau memanfaatkan posisi rentan, yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang dapat mengakibatkan penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual dan kerugian ekonomis.

"Definisi dalam Pasal 1 RUU TPKS belum memasukkan unsur kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan dan atau posisi rentan, yang merupakan unsur tindak pidana yang sudah digunakan pada UU lain untuk menjerat pelaku," Ujar Ninik Rahayu Tim JKP3 dalam keterangan resmi, Kamis (7/10).

Selain itu, korban kekerasan korban kekerasan seksual seringkali terhambat dalam proses hukum ketika rumusan deliknya menyebutkan harus adanya akibat dari perbuatan tindak pidana (delik materiil) yang sulit pembuktiannya.

Oleh karenanya, rumusan definisi kekerasan seksual pada RUU PTKS sebaiknya merupakan rumusan delik formil yang tidak diperlukan pembuktian keberadaan akibat dari perbuatan, namun cukup pada rumusan adanya perbuatan yang telah dilakukan.

Lebih lanjut, pada poin E tentang perumusan ketentuan baru tentang penanganan terpadu yang terkandung dalam pasal 17, JKP3 memasukan untuk mengatur tentang pendampingan korban dan saksi.

Pertama, pemberian layanan medis, psikologis, dan proses hukum dilakukan secara terpadu dan terintegrasi, baik di bawah satu atap maupun terkoordinasi.

Kedua, ketentuan mengenai pemberian layanan medis, psikologis, dan proses hukum dilakukan secara terpadu dan terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

"Penanganan kasus kekerasan seksual seringkali terlalu fokus pada acara peradilan, namun sistem layanan dukungan yang mudah dijangkau oleh korban masih belum terpadu dan terintegrasi, korban seringkali harus dirujuk berkali-kali sehingga menempuh jalan yang cukup panjang dan melelahkan, serta berulangkali menyampaikan permasalahan yang dialaminya. Padahal bagi korban kekerasan seksual, menceritakan berulang peristiwa kekerasan yang dialaminya dapat menimbulkan retraumatisasi dan kerap membuat mereka enggan untuk melanjutkan proses penanganan maupun pemulihan karena terlalu menyakitkan," lanjutnya.

Adapun beberapa masukan yang lain usulan dari JKP3 lainnya yakni, pada Poin A perlu memasukkan pertimbangan filosofis dan fakta sosial terkait kekerasan seksual dalm konsiderans.

Poin C tentang pengaturan 9 Jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam RUU TPKS, Meskipun Bukan Tindak Pidana Yang Berdiri Sendiri. Poin D, Penguatan Pasal yang Menjembatani Ketentuan terkait Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam UU Lainnya, dan Poin F yakni Perlu Memasukkan Aspek Filosofis dalam Penjelasan Umum.

"Demikian masukan ini disampaikan, semoga perlindungan bagi setiap orang dari segala jenis kekerasan seksual dapat segera diwujudkan," pungkas Ninik. (H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya