Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Pandangan Fikih PBNU: AstraZeneca Boleh Digunakan dan Suci

Mediaindonesia.com
30/3/2021 10:08
Pandangan Fikih PBNU: AstraZeneca Boleh Digunakan dan Suci
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin AstraZeneca kepada seorang karyawan perbankan di Mandiri University ,Batam, Kepri, Jumat (26/3/2021).(ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

PENGURUS Besar Nahdalatul Ulama menyatakan dari pandangan ulama fikih yang dirumuskan oleh Lembaga Bahtsul Masail PBNU menyimpulkan bahwa vaksin AstraZeneca adalah mubah (boleh), bukan hanya karena tidak membahayakan melainkan juga karena suci. 

"Vaksin AstraZeneca boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia meskipun dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi darurat," demikian pernyataan tertulis PBNU diterima mediaindonesia.com, Selasa (30/3). 

PBNU meminta masyarakat tidak perlu meragukan kemubahan vaksin AstraZeneca tersebut. Bahkan masyarakat perlu membantu pemerintah memberikan informasi yang benar tentang vaksin ini. Demikian hasil bahtsul masail tentang padangan Fikih mengenai penggunaan vaksin AstraZeneca sebagai pegangan warga NU khususnya, dan umat Islam Indonesia pada umumnya.

Lembaga Bahtsul Masail PBNU diketuai Nadjib Hassan dan Sarmidi Husna selaku Sekretaris dalam keterangan tertulis menjelaskan salah satu faktor penyebab makanan atau obat-obatan haram dikonsumsi atau dimasukkan ke dalam tubuh manusia adalah karena status kenajisannya. Setiap makanan atau obat-obatan yang diyakini najis atau mutanajjis (terkena najis) sebelum disucikan, hukumnya haram untuk dikonsumsi atau dimasukkan ke dalam tubuh dalam kondisi normal (ikhtiyar). Tak hanya harus suci, sesuatu yang boleh dikonsumsi juga harus tak membahayakan manusia baik akal maupun badannya. Hal itu merujuk pada Al Quran dan Hadist Rasulallah Muhammad SAW. 

Itulah yang menjadi dasar pemikiran para ulama fikih untuk selalu awas bukan hanya terhadap produk makanan dan minuman melainkan juga terhadap obat atau
vaksin yang akan dinjeksikan pada tubuh manusia. Para ulama fikih bukan hanya memperhatikan produk akhir sebuah vaksin melainkan juga bagaimana proses produksinya. Apakah ia diproduksi melalui proses yang dibenarkan syariat Islam sehingga mubah dikonsumsi atau disuntikkan ke dalam tubuh umat Islam.

Dengan perkataan lain, apakah sebuah vaksin diproduksi dari barang najis? Ataukah dalam proses produksinya, unsur-unsurnya sempat bersentuhan dengan barang najis sehingga perlu disucikan? Dalam kasus vaksin, yang banyak ditanyakan umat Islam belakangan adalah soal kemubahan penggunaan vaksin AstraZeneca. Apakah ia mubah sehingga boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia (umat Islam)?

Dunia farmasi modern mengenalkan teknologi rekayasa genom/DNA Adenovirus sebagai salah satu pilihan metode pembuatan vaksin covid 19. Dan lahirnya vaksin AstraZeneca merupakan hasil nyata dari kecanggihan teknologi tersebut. Dalam forum Bahtsul Masail LBM PBNU, pihak AstraZeneca secara transparan telah memberikan pernyataan dan pemaparan bahwa seluruh proses pembuatan vaksin
yang dilakukan pihak AstraZeneca tidak memanfaatkan bahan yang berasal dari unsur babi. 

Namun, sempat terjadi pemanfaatan tripsin babi untuk melepas sel inang dari wadah yang dilakukan pihak supplier (Thermo Fisher) sebelum dibeli oleh Oxford- AstraZeneca.
Jika dijelaskan secara ringkas, maka proses produksi vaksin AstraZeneca dapat dirangkum sebagai berikut:

a. Sel HEX 293 yang dibeli sebagai bahan dasar diperbanyak sesuai kebutuhan dengan cara dilepaskan dari pelat menggunakan enzyme TrypLE TM Select, yang merupakan protease dari jamur yang dibuat secara rekombian, tidak menggunakan tripsin babi. Kemudian dilakukan proses sentrifugasi dan penambahan medium DMEM dan diinkubasi. Dan proses ini dilakukan berulang kali sampai memperoleh jumlah sel yang diinginkan.

b. Sel yang sudah dihasilkan yang disebut Bank Sel Master kemudian diproses menjadi Bank Sel Kerja untuk produksi bahan aktif vaksin dengan cara dikultur dan diadaptasi menjadi sel suspensi kemudian dibekukan.

c. Selanjutnya pembuatan bahan aktif vaksin skala besar dilakukan dengan cara menginfeksikan sel inang dengan bibit adenovirus dalam media berbasis air. Proses pembuatan bahan aktif dari Bank Sel Kerja tidak memanfaatkan bahan hewani. Lalu adenovirus dipanen dengan cara memecahkan sel inang dan kemudian dimurnikan, sehingga dihasilkan adenovirus murni sebagai bahan aktif vaksin. Bahan aktif vaksin ini kemudian dicampur bahan-bahan lain yang seluruhnya tidak ada yang bersumber dari hewani.

d. Terakhir kali dilakukan filtrasi dan pengemasan dalam botol-botol kecil.

Dalam forum bahtsul masail diketahui bahwa proses pengembangan sel HEX 293 oleh Thermo Fisher memanfaatkan tripsin dari unsur babi yang berfungsi memisahkan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel, bukan sebagai campuran bahan atau bibit sel. 

"Pelepasan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel yang dilakukan dalam proses produksi oleh Astrazenneca tidak lagi menggunakan tripsin dari babi, melainkan dengan menggunakan enzyme TrypLE TM Select yang dibuat dari bahan yang berupa jamur," sebutnya.

Kemudian dilakukan proses sentrifugasi untuk mengendapkan sel dan memisahkan dari medianya. Media yang sudah terpisah itu dibuang dan sel yang sudah diendapkan tadi kemudian ditambahkan media pertumbuhan baru untuk ditumbuhkan pada tempat pertumbuhan yang baru yang tidak lagi menggunakan tripsin babi.

"Dengan penjelasan itu, maka dapat dikatakan bahawa pemanfaatan tripsin dari unsur babi yang dilakukan Thermo Fisher diperbolehkan karena di-ilhaq-kan pada rennet yang najis yang digunakan dalam proses pembuatan keju (al-infahah al-mushlihah lil jubn). Karena dua-duanya sama-sama bertujuan untuk ishlah. Atas dasar ini maka pemanfaatan semacam ini tergolong ma’fu (ditoleransi) sehingga sel yang dihasilkan tetap dihukum suci."

baca juga: Pemberian Dosis Kedua Vaksin AstraZeneca Setelah Delapan Pekan

Pada tahap selanjutnya pembuatan bahan aktif vaksin skala besar dilakukan dengan cara menginfeksikan sel inang dengan bibit adenovirus dalam media berbasis air. Tahapan ini berguna untuk memastikan bahwa telah terjadi penyucian (tathhir) secara sempurna jika dalam proses sebelumnya dianggap ada unsur yang bersentuhan dengan najis, yaitu tripsin babi.

Dan tentang najis babi, forum bahtsul masail mengikuti pendapat rajih menurut al-Imam al-Nawawi yang menyatakan bahwa penyucian barang yang terkena najis babi cukup dibasuh dengan satu kali basuhan tanpa menggunakan campuran debu atau tanah. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya