Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Hukum untuk Kekerasan Seksual Berbasis Daring Masih Abu-Abu

Ihfa Firdausya
16/1/2020 11:27
Hukum untuk Kekerasan Seksual Berbasis Daring Masih Abu-Abu
Ilustrasi: Warga Jombang unjuk rasa lawan kekerasan seksual(ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

KEKERASAN dunia maya (Cyber Crime) menempati jumlah tertinggi dalam Kategori Khusus Kekerasan terhadap Perempuan. Hal ini mengacu pada Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2019. Komnas Perempuan menerima 97 aduan langsung terkait kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis cyber pada 2018. Angka ini meningkat dari 65 aduan pada 2017.

Menurut data, 97 aduan terkait women cyber violence ini terjadi melalui 125 tindakan/perilaku. Artinya, setiap kasus bisa melibatkan beberapa macam kekerasan terhadap perempuan di dunia maya.

Perilaku tertinggi yang menyeruak dalam kasus kekerasan dunia maya ini adalah revenge porn dengan persentase 33% atau sekitar 40 tindakan. Revenge porn adalah kekerasan seksual berbasis online dengan tujuan balas dendam. Pelaku biasanya mengancam korban dengan menyebar konten pribadi korban ke publik.

Kasus ini patut menjadi perhatian berbagai pemangku kepentingan mengingat efek yang besar bagi para korban, baik sisi psikis maupun sosial. Data dari Komnas Perempuan di atas mungkin hanya puncak gunung es, sedangkan kebanyakan korban takut untuk melapor.

Baca juga: Perlunya Empati dalam Menghadapi Kasus Kekerasan Seksual

Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menyebut banyak korban tidak mengadu lantaran hal tersebut berhubungan dengan materi pribadinya. Pun pihak berwenang masih belum bisa mencari aturan yang bvisa melindungi perempuan untuk kasus revenge porn.

"Revenge porn itu kan banyak materi-materi pribadi relasi mereka dengan pasangan, itu kalau mereka adukan sama dengan mempermalukan diri sendiri," ujarnya kepada Media Indonesia kemarin (15/1).

Dalam catatan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), kasus revenge porn termasuk kasus yang sulit ditangani karena terbentur dengan UU ITE dan UU Pornografi.

"Hingga saat ini upaya untuk melindungi korban revenge porn masih sangat minim. Dan yang dibutuhkan oleh korban revenge porn adalah landasan hukum yang membuat mereka berani melaporkan kasus-kasusnya. Tidak lagi menjadi korban karena UU ITE dan UU Pornografi," seperti dikutip dari keterangan tertulis LBH APIK Jakarta.

Mariana juga menilai sistem layanan pelaporan untuk kasus ini belum memadai.

"Bukan hanya soal infrastruktur atau adanya institusi tertentu untuk menanganinya, tapi juga pemahaman orang tentang revenge porn dan bahayanya bahwa ini sebuah hal yang kriminal, bagaimana menjerat pelaku, membuktikan bahwa korban itu ada, masih sangat jauh," jelasnya.

Komnas Perempuan terus memberikan edukasi tentang situasi revenge porn yang banyak dialami oleh perempuan ini.

"Edukasinya lebih banyak sih, kita menyampaikan agar perempuan netizen berhati-hati ketika merekam atau mengabadikan foto-foto relasi pribadi. Kalau sampai itu terjadi, kita memberikan kiat itu harus segera dilaporkan sebelum revenge porn betul-betul akhirnya tersebar," tutur Mariana.

LBH APIK Jakarta membuka laporan/pengaduan melalui telpon 021-87797289, atau hotline 0813-8882-2669, dan email [email protected].

Komnas Perempuan pun berusaha menjalin sinergi dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan aparat penegak hukum dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual di dunia maya.

"KPPPA menyatakan melalui Menterinya yang sekarang, Bu Bintang, mereka butuh sekali rekomendasi-rekomendasi dari Komnas Perempuan karena wilayah ini belum mereka pahami juga. Demikian juga polisi, Bareskrim, mereka juga berharap ada kolaborasi kerja untuk isu ini tapi sampai sekarang memang belum terlalu banyak pertemuan. Mungkin Februari nanti baru kita bisa wujudkan," tukasnya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Bintang Puspayoga berkomitmen menangani kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dari hulu ke hilir.

"Di 2020, bagaimana penanganan kasus itu dari hulu ke hilir, penanganan itu bisa tuntas kita lakukan. Ketika Ratas penanganan kasus, kami sampaikan kepada Presiden, mulai pencegahan, pelayanan, sampai pemberdayaan," ungkapnya pada Selasa (14/1).(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya