PPN Ditanggung Pemerintah Jadi Andalan untuk Dorong Daya Beli

M Ilham Ramadhan Avisena
06/8/2024 13:11
PPN Ditanggung Pemerintah Jadi Andalan untuk Dorong Daya Beli
Ilustrasi(Antara)

Pemerintah belum memutuskan kebijakan baru yang akan diambil untuk menjaga daya beli masyarakat, utamanya kelas menengah. Stimulus berupa insentif pajak yang saat ini berlaku disebut masih cukup untuk mendukung konsumsi masyarakat dan perekonomian nasional.

Insentif pajak yang dimaksud ialah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menilai kebijakan itu sejauh ini masih cukup mumpuni untuk mendukung daya beli masyarakat.

"Sekarang sudah ada PPN DTP untuk rumah. Itu kita berikan untuk rumah sampai harga Rp5 miliar, kita beri insentif sampai Rp2 miliar pertama. Kita berikan itu dari triwulan IV 2023 dan kita evaluasi itu hasilnya bagus. Itu berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi di 2023 lumayan signifikan," kata Febrio di kantornya, Jakarta, Senin (6/8).

Baca juga : Mengapa Masyarakat Kelas Menengah Butuh Perhatian Pemerintah? Ini Alasannya

Pajak pembelian rumah yang ditanggung pemerintah juga selaras dengan kebutuhan masyarakat untuk memiliki rumah yang masih cukup tinggi. Karenanya stimulus dengan penanggungan 100% diberikan sampai Juni 2024 dan penanggungan 50% berlaku dari Juli hingga akhir 2024.

Stimulus itu menurutnya juga terbukti efektif, tak hanya dilihat dari masyarakat yang membeli rumah, tetapi juga dari sektor konstruksi yang meningkat karena pembangunan rumah baru. 

"Kalau dilihat, investasi triwulan II ini kan lebih bagus, ini adalah hasil salah satunya karena investasi itu didominasi oleh bangunan, sekitar 70-75% dari investasi kita dalam bentuk bangunan," terang Febrio.

Baca juga : Ekonomi Triwulan II Loyo, Target Pertumbuhan Ekonomi 2024 tidak Dikoreksi

Sampai akhir tahun, pemerintah menhharapkan ada penguatan dari sisi konstruksi karena selama dua triwulan pertama mengalami pertumbuhan yang baik. 

"Itu kita harapkan bisa sustain. Sejauh ini kalau total sudah 5,1%, sesuai dengan ekspektasi kita," tambahnya.

Daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga diketahui memainkan peranan penting dalam perekonomian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kontribusi konsumsi rumah tangga pada triwulan II terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 54,53%.

Baca juga : Hati-Hati, Tantangan Ekonomi Indonesia Baru Muncul di Triwulan III 2024

Di saat yang sama, pemerintah juga memastikan belanja pemerintah akan tetap efektif dan mendukung laju pertumbuhan ekonomi. Febrio juga memastikan belanja pemerintah telah sesuai dengan apa yang direncanakan.

Karenanya menurut dia, tak diperlukan fokus khusus ataupun upaya ekstra untuk menggenjot belanja pemerintah di sisa dua triwulan tahun ini. "Sebenarnya tidak ada yang perlu digenjot. Kenapa? Karena belanja kita untuk tahun ini kalau kita lihat terakhir sesuai lapsem (laporan semester), sekitar Rp87 triliun di atas APBN-nya, jadi sebenarnya tidak yang perlu digenjot," jelas Febrio.

"Ini adalah belanja yang sebenarnya sudah kita lakukan dengan baik, dan dalam beberapa pos itu bahkan akan lebih tinggi dari APBN-nya," tambah dia.

Belanja pemerintah yang diproyeksikan bakal melampaui estimasi awal itu terkait dengan kurs rupiah. Dalam APBN nilai tukar rupiah dipatok di kisaran Rp15 ribu terhadap dolar AS. Sementara pada proyeksian tengah tahun rupiah dipatok berkisar Rp16 ribu per dolar AS.

Perubahan kurs itu memengaruhi belanja pemerintah dari sisi subsidi dan kompensasi, utamanya yang menyangkut energi. "Perbedaan seribu itu sudah mencerminkan perubahan belanja, khususnya dari subsidi dan kompensasi yang akan meningkat sekitar Rp60-Rp70 triliun, sehingga ini adalah pelaksanaan APBN 2024 yang kita harus pastikan terus berjalan dengan baik dan katalis perekonomian dan konsumsi masyarakat," pungkas Febrio. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya