Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Pemerintah belum memutuskan kebijakan baru yang akan diambil untuk menjaga daya beli masyarakat, utamanya kelas menengah. Stimulus berupa insentif pajak yang saat ini berlaku disebut masih cukup untuk mendukung konsumsi masyarakat dan perekonomian nasional.
Insentif pajak yang dimaksud ialah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menilai kebijakan itu sejauh ini masih cukup mumpuni untuk mendukung daya beli masyarakat.
"Sekarang sudah ada PPN DTP untuk rumah. Itu kita berikan untuk rumah sampai harga Rp5 miliar, kita beri insentif sampai Rp2 miliar pertama. Kita berikan itu dari triwulan IV 2023 dan kita evaluasi itu hasilnya bagus. Itu berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi di 2023 lumayan signifikan," kata Febrio di kantornya, Jakarta, Senin (6/8).
Baca juga : Mengapa Masyarakat Kelas Menengah Butuh Perhatian Pemerintah? Ini Alasannya
Pajak pembelian rumah yang ditanggung pemerintah juga selaras dengan kebutuhan masyarakat untuk memiliki rumah yang masih cukup tinggi. Karenanya stimulus dengan penanggungan 100% diberikan sampai Juni 2024 dan penanggungan 50% berlaku dari Juli hingga akhir 2024.
Stimulus itu menurutnya juga terbukti efektif, tak hanya dilihat dari masyarakat yang membeli rumah, tetapi juga dari sektor konstruksi yang meningkat karena pembangunan rumah baru.
"Kalau dilihat, investasi triwulan II ini kan lebih bagus, ini adalah hasil salah satunya karena investasi itu didominasi oleh bangunan, sekitar 70-75% dari investasi kita dalam bentuk bangunan," terang Febrio.
Baca juga : Ekonomi Triwulan II Loyo, Target Pertumbuhan Ekonomi 2024 tidak Dikoreksi
Sampai akhir tahun, pemerintah menhharapkan ada penguatan dari sisi konstruksi karena selama dua triwulan pertama mengalami pertumbuhan yang baik.
"Itu kita harapkan bisa sustain. Sejauh ini kalau total sudah 5,1%, sesuai dengan ekspektasi kita," tambahnya.
Daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga diketahui memainkan peranan penting dalam perekonomian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kontribusi konsumsi rumah tangga pada triwulan II terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 54,53%.
Baca juga : Hati-Hati, Tantangan Ekonomi Indonesia Baru Muncul di Triwulan III 2024
Di saat yang sama, pemerintah juga memastikan belanja pemerintah akan tetap efektif dan mendukung laju pertumbuhan ekonomi. Febrio juga memastikan belanja pemerintah telah sesuai dengan apa yang direncanakan.
Karenanya menurut dia, tak diperlukan fokus khusus ataupun upaya ekstra untuk menggenjot belanja pemerintah di sisa dua triwulan tahun ini. "Sebenarnya tidak ada yang perlu digenjot. Kenapa? Karena belanja kita untuk tahun ini kalau kita lihat terakhir sesuai lapsem (laporan semester), sekitar Rp87 triliun di atas APBN-nya, jadi sebenarnya tidak yang perlu digenjot," jelas Febrio.
"Ini adalah belanja yang sebenarnya sudah kita lakukan dengan baik, dan dalam beberapa pos itu bahkan akan lebih tinggi dari APBN-nya," tambah dia.
Belanja pemerintah yang diproyeksikan bakal melampaui estimasi awal itu terkait dengan kurs rupiah. Dalam APBN nilai tukar rupiah dipatok di kisaran Rp15 ribu terhadap dolar AS. Sementara pada proyeksian tengah tahun rupiah dipatok berkisar Rp16 ribu per dolar AS.
Perubahan kurs itu memengaruhi belanja pemerintah dari sisi subsidi dan kompensasi, utamanya yang menyangkut energi. "Perbedaan seribu itu sudah mencerminkan perubahan belanja, khususnya dari subsidi dan kompensasi yang akan meningkat sekitar Rp60-Rp70 triliun, sehingga ini adalah pelaksanaan APBN 2024 yang kita harus pastikan terus berjalan dengan baik dan katalis perekonomian dan konsumsi masyarakat," pungkas Febrio. (Z-11)
Data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 yang baru dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) penuh kejanggalan dan tanda tanya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun 2025 menjadi sebuah paradoks dari daya beli yang sedang menurun.
PRESIDEN Prabowo Subianto memimpin rapat bersama jajaran Dewan Ekonomi Nasional (DEN) untuk membahas kondisi perekonomian nasional dan arah kebijakan strategis ke depan.
Penambahan tujuh Proyek Strategis Nasional (PSN) baru pada tahun 2026 dinilai berpotensi besar memberikan dampak ekonomi jika diimplementasikan secara optimal dan akuntabel.
Presiden Prabowo Subianto membantah anggapan pihak-pihak yang menyebut kondisi ekonomi Indonesia sedang gelap.
Langkah pemerintah melakukan deregulasi terkait impor dan kemudahan berusaha diapresiasi.
Hal itu dapat dibuktikan ditandai dengan perolehan prestasi lewat penghargaaan atas kinerjanya dari tahun 2024 hingga saat ini.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan setidaknya ada empat hal yang harus dilakukan agar pertumbuhan ekonomi bisa sustain sampai dengan akhir tahun.
Rojali dan Rohana merupakan bentuk reaksi alami dari masyarakat yang tengah mengalami pelemahan daya beli.
Di tengah kabar baik turunnya angka kemiskinan nasional, pemerintah kini menghadapi tantangan baru: daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.
PENURUNAN daya beli masyarakat tidak hanya ditunjukkan dengan adanya kalangan 'rojali', atau rombongan jarang beli. Tetapi kini muncul kalangan bernama 'rohana' atau rombongan hanya nanya.
Cek status penerima BSU 2025 Rp600.000 dengan NIK KTP di link resmi Kemnaker & BPJS. Simak panduan lengkap cek bantuan secara online dan jadwal pencairannya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved