Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
DI tengah kabar baik turunnya angka kemiskinan nasional, pemerintah kini menghadapi tantangan baru, daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut fenomena "Rojali" alias rombongan jarang beli sebagai sinyal perlambatan konsumsi, terutama di wilayah perkotaan.
"Sekarang orang ke mal kebanyakan hanya untuk makan. Fenomena Rojali makin terlihat. Mal lebih banyak dipenuhi kuliner dan event, tapi belanja retail belum sepenuhnya bangkit," ujar Airlangga dalam pernyataan di Jakarta, Jumat (25/7).
Airlangga mengakui bahwa tren penurunan kemiskinan mencerminkan efektivitas berbagai kebijakan ekonomi pemerintah. Namun, ia menekankan bahwa pemulihan konsumsi rumah tangga tetap krusial untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
"Kemiskinan turun, tapi belanja belum bergerak maksimal. Ini perlu kita dorong, agar ekonomi tetap tumbuh dengan basis konsumsi yang kuat," tambahnya.
Menurutnya, peningkatan kemiskinan di kota-kota besar menjadi perhatian khusus. Struktur ekonomi perkotaan yang bertumpu pada sektor jasa menjadikannya lebih rentan terhadap fluktuasi konsumsi masyarakat.
"Kota itu kebanyakan sektor jasa, bukan sektor produktif seperti manufaktur. Ini yang harus jadi perhatian dalam merancang stimulus," jelas Airlangga.
Untuk menggenjot konsumsi, pemerintah mencoba mengatur ulang momentum belanja publik. Salah satunya dengan meluncurkan program diskon dan insentif selama periode tahun ajaran baru, menyusul waktu libur Lebaran dan Natal–Tahun Baru (Nataru) yang terlalu berdekatan.
"Kami sisipkan program insentif, seperti diskon tiket pesawat dan jalan tol, agar konsumsi kembali terangkat," ungkapnya.
Meski konsumsi jadi perhatian jangka pendek, Airlangga menegaskan bahwa investasi tetap jadi strategi utama untuk penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan jangka panjang.
"Program-program investasi harus terus didorong agar menyerap tenaga kerja dan memperkuat struktur ekonomi ke depan," tutupnya. (Z-10)
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun 2025 menjadi sebuah paradoks dari daya beli yang sedang menurun.
Rojali dan Rohana merupakan bentuk reaksi alami dari masyarakat yang tengah mengalami pelemahan daya beli.
Meski begitu, fenomena ini justru membawa dampak positif bagi sektor makanan dan minuman (F&B), yang mengalami peningkatan pendapatan sebesar 5% hingga 10%.
Menurut Alphonzus, kecenderungan ini akan mereda jika daya beli masyarakat kembali meningkat.
FENOMENA rombongan jarang beli atau rojali diduga kembali muncul di pusat-pusat perbelanjaan.
KETUA Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja menyatakan turut mengomentari fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana).
Sering kali orang berperilaku seolah ingin membeli sesuatu sebagai strategi untuk membentuk citra diri sebagai konsumen berdaya beli di hadapan orang lain.
Meski begitu, fenomena ini justru membawa dampak positif bagi sektor makanan dan minuman (F&B), yang mengalami peningkatan pendapatan sebesar 5% hingga 10%.
Menurut Alphonzus, kecenderungan ini akan mereda jika daya beli masyarakat kembali meningkat.
FENOMENA rombongan jarang beli atau rojali diduga kembali muncul di pusat-pusat perbelanjaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved