Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mengapa Masyarakat Kelas Menengah Butuh Perhatian Pemerintah? Ini Alasannya

M. Ilham Ramadhan Avisena
22/12/2023 17:05
Mengapa Masyarakat Kelas Menengah Butuh Perhatian Pemerintah? Ini Alasannya
Masyarakat kelas menengah butuh perhatian pemerintah(Ist)

EKONOM senior sekaligus eks Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri mendorong pemerintah untuk menaruh perhatian pada masyarakat kelompok menengah. Sebab selama ini pengambil kebijakan hanya fokus mempertahankan daya beli masyarakat kelas bawah dan seolah mengabaikan masyarakat kelas menengah.

Hal itu perlu diperhatikan lantaran daya beli masyarakat kelas menengah tampak mengalami gangguan. Merujuk data Mandiri Spending Index September 2023, pola konsumsi masyarakat menengah cenderung defensif dan tingkat tabungannya mulai terkikis.

"Artinyax mungkin ini konsumsi akan mulai melambat dan itu ciri ekonomi yang mulai melambat kalau (kelas menengah) mengurangi permintaan terhadap secondary dan tersier goods," ujar Chatib dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia bertajuk Optimisme Penguatan Ekonomi Nasional di Tengah Dinamika Global, Jakarta, Jumat (22/12).

Baca juga: Kelas Menengah juga Perlu Dukungan Pemerintah

Dari data Mandiri Spending Index tersebut, lanjutnya, pola konsumsi masyarakat kelas menengah menunjukkan perubahan. Banyak dana yang dikeluarkan hanya untuk memenuhi kebutuhan perut, alias membeli makanan. Itu sedianya menunjukkan adanya tekanan pada konsumsi masyarakat di kelompok menengah.

Indikasi itu juga sebaiknya tak dianngap sepele. Pengabaian terhadap kelas menengah dapat berimplikasi buruk, tak hanya bagi perekonomian, melainkan sosial dan politik. Chatib mengatakan, Chile menjadi salah satu negara yang nyaris mengalami dampak rusak luar biasa akibat pengabaian kebijakan terhadap kelompok masyarakat menengah.

Baca juga: Sambut Permintaan Tinggi Perumahan Kelas Menengah, CitraLand Cibubur Luncurkan Montana

Padahal Chile merupakan salah satu negara Amerika Latin yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi. Tingkat kemiskinan di negara itu bahkan terpangkas drastis dari 53% menjadi 6%.

"Namun pada Oktober 2019 terjadi sosial unrest yang nyaris menimbulkan revolusi. Itu yang disebut sebagai the Chilean Paradox. Pemrintahan Chile terlalu overlook pada midle class. Karena sebagian policy-nya itu fokus pada 10% ke bawah," kata Chatib.

"Jadi ini semakin besar middle clas kita, 10 atau 15 tahun ke depan, perlu dipikirkan lagi instrumennya apa. Tidak bisa lagi cash transfer. Mereka akan butuh lebih pada kualitas pendidikan yang baik, sarana transportqsi yang lebih baik. Ini yang akan menjadi isu political economy ke depan," tambahnya.

Di kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, perumusan kebijakan untuk kelas menengah menimbulkan kompleksitas bagi pemerintah. Sebab, kemampuan daya beli masyarakat di kelompok itu amat beragam.

"Middle class ini memang range-nya masih sangat besar. Kalau kita bicara precentil 3 sampai 7 itu varietas dari behavior-nya beda-beda, purcahisng power-nya beda-beda," kata dia.

Hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendukung kelas menengah ialah melalui kepastian akan terjangkaunya pelayanan publik yang berkualitas. Menurutnya, hal itu yang selama ini ditempuh pemerintah melalui pembangunan infrastruktur, dukungan di sistem pendidikan, dan dukungan di bidang kesehatan.

Perilaku masyarakat kelas menengah, kata Sri Mulyani, tak serupa dengan masyarakat kelas bawah. Kelas menengah, kata dia, lebih mementingkan kualitas ketimbang kuantitas. Di saat yang sama, kemampuan daya beli di kelompok masyarakat itu juga tak seragam.

Solusi yang saat ini dimiliki pemerintah dari sisi fiskal ialah melalui transfer ke daerah. Dana tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas layanan air bersih, layanan lingkungan masyarakat yang sehat.

Menyoal berkurangnya dana simpanan masyarakat kelas menengah seperti data Mandiri Spending Index, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai itu sebagai wujud diversifikasi instrumen simpanan masyarakat. Dia menampik masyarakat mulai kehabisan dana untuk melakukan konsumsi.

"Dana Pihak Ketiga (DPK) itu bukan melemah, tetapi pertumbuhannya tahun ini sampai Desember lebih kecil dari periode yang sama tahun lalu. Bukannya melemah. Kalau melemah itu negatif, ini tidak negatif, jadi tumbuh, tetapi lebih rendah dibandingkan tahun lalu," jelasnya.

Mahendra menilai pertumbuhan tabungan masyarakat yang lebih rendah itu diakibatkan oleh hitungan dasar (base effect) tahun lalu yang dianggap menjadi pembeda. Menurutnya, pada 2022 ekonomi Indonesia mengalami pemulihan luar biasa pascakrisis dan berdampak pada angka-angka statistik secara makro maupun mikro.

"Kalau dibandingkan dengan prapandemi, maka apa yang terjadi di tahun ini justru kondisi yang normal. Jadi saya tidak memiiki kekhawtiran terhadap hal itu (pertumbuhan DPK). Jadi ya saya tidak mau terlalu jauh menginterpretasi jauh lebih daripada itu. Yang ditanyakan tadi kan seakan-akan ada penurunan dari tingkat ttabungan DPK di perbankan, faktanya tidak," pungkas Mahendra. (Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya