Headline

Istana minta Polri jaga situasi kondusif.

Palu Godam dari Tragedi Angeline

12/6/2015 00:00
KEMATIAN tragis Angeline memang pantas membuat marah. Tewasnya gadis cilik berusia delapan tahun itu menambah panjang catatan perilaku kekerasan terhadap anak di negeri ini. Padahal, makin banyak anak yang menjadi korban berarti makin lemah pula masa depan suatu bangsa. Alih-alih memiliki generasi yang siap maju, kita mungkin telah kehilangan bibit unggul atau malah menciptakan generasi yang penuh luka.

Kasus Angeline juga sebenarnya menunjukkan betapa lemahnya kepekaan dan sistem sosial perlindungan terhadap anak. Padahal tanpa bicara, Angeline sebenarnya sudah banyak 'menjeritkan' penderitaan. Setidaknya telah satu tahun penampilannya lusuh dan berbau kotoran hewan. Luka-luka di tubuhnya sudah diketahui guru dan orangtua murid.

Bahkan, penghuni kos di rumah orangtua angkatnya pun kerap mendengar sang ibu angkat memarahinya di malam hari. Akan tetapi, seluruh kejanggalan itu nyatanya belum mampu mengirimkan penyelamat untuk Angeline. Pihak sekolah tidak berbuat lebih jauh meski komunikasi dengan sang ibu angkat tidak membawa hasil.  Lebih ironis lagi, ketika para tetangga pun hanya menyimpan keheranan di dalam hati.

Memang, sejauh ini polisi baru menetapkan satu tersangka yang merupakan karyawan baru di rumah Angeline. Namun, jika saja kepekaan sosial di sekitarnya lebih kuat dan proaktif, bukan tidak mungkin Angeline bisa keluar dari situasi yang memang tidak memberikan perlindungan padanya. Angeline yang tidak terurus ibarat domba yang hidup di luar pagar. Ia pun menjadi mangsa yang empuk bagi mereka yang bejat.

Dari sini pula maka sudah sepantasnya polisi terus mengintensifkan penyelidikan. Tidak hanya pada pelaku pembunuhan, hukum juga semestinya mengadili orang-orang yang membuat atau membiarkan bocah itu dalam situasi membahayakan. Lebih jauh, peraturan dan sistem perlindungan terhadap anak sudah sepantasnya diperbaiki. Memang tahun lalu undang-undang perlindungan anak telah diubah, yakni melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan Anak.

Salah satu perubahan ialah mengenai pidana penjara terhadap orang yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak. Pada UU 23/2001 pelaku dapat dipidana 10 tahun jika menyebabkan kematian anak, sedangkan pada UU 35/2014 pelaku dapat dipidana 15 tahun. Namun, dengan terus naiknya angka anak korban kekerasan, banyak pihak pun menyerukan hukuman yang lebih berat.

Komnas Anak mencatat, pada 2013 jumlah pengaduan kekerasan anak sebanyak 3.023 kasus. Angka itu meningkat 60% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kasus Angeline memang sudah sepatutnya menjadi godam untuk pemberantasan kejahatan terhadap anak. Pemerintah sudah seharusnya memperbaiki sistem dengan menyeluruh, termasuk pangkal-pangkal yang dapat mendorong pada situasi yang tidak baik untuk masa depan anak.

Masyarakat kita pun harus kembali pada budaya kepedulian yang dulu dibanggakan bangsa, karena pada hakikatnya anak bukan hanya masa depan untuk orangtuanya, melainkan juga masa depan bangsa. Kita menitipkan masa depan peradaban negeri ini kepada mereka. Apa jadinya jika kita mengabaikan masa depan kita?



Berita Lainnya
  • Hadirkan Kecukupan Beras Segera

    27/8/2025 05:00

    ADA yang aneh, tapi ini nyata. Produksi dan stok beras dikatakan melimpah, tetapi harganya terus naik, yang mulai mencekik konsumen.

  • Akhiri Obral Remisi Napi Korupsi

    26/8/2025 05:00

    Maka, berbahagialah Setya Novanto bersama ratusan koruptor atas keputusan yang dibuat Mahkamah Agung (MA) pada Oktober 2021 itu.

  • Amnesti bukan untuk Koruptor

    25/8/2025 05:00

    KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Immanuele 'Noel' Ebenezer Gerungan dan 10 orang lainnya sebagai tersangka.

  • Potret Buram dari Sukabumi

    23/8/2025 05:00

    TRAGEDI memilukan datang dari Sukabumi, Jawa Barat.

  • Bersih-Bersih Total Kemenaker

    22/8/2025 05:00

    DUA kasus besar yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tidak bisa dianggap remeh.

  • Utak-atik Anggaran Pendidikan

    21/8/2025 05:00

    PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.

  • Menanti Jalur Cepat KPK pada Kasus Haji

    20/8/2025 05:00

    SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.

  • Jangan Takluk oleh Silfester

    19/8/2025 05:00

    KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.

  • Terima Kritik meski Menyesakkan

    18/8/2025 05:00

    UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.

  • Kebocoran Anggaran bukan Bualan

    16/8/2025 05:00

    BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.

  • Berdaulat untuk Maju

    15/8/2025 05:00

    DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.

  • Candaan yang tidak Lucu

    14/8/2025 05:00

    BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.

  • Perbaiki Tata Kelola Haji

    13/8/2025 05:00

    MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K

  • Jalur Istimewa Silfester

    12/8/2025 05:00

    BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.

  • Hati-Hati Telat Jaga Ambalat

    11/8/2025 05:00

    PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.

  • Mengevaluasi Penyaluran Bansos

    09/8/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.