Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Kartu Merah untuk Hasyim

04/7/2024 05:00

PEMECATAN Hasyim Asy’ari dari jabatan Ketua KPU dan keanggotaan KPU memang sudah sepatutnya. Kasus tindak asusila yang dilakukan Hasyim terhadap seorang anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda, menunjukkan besarnya penyalahgunaan berdasarkan relasi kuasa sekaligus perilaku cacat moral.

Pemberhentian tetap Hasyim dijatuhkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), kemarin. Hasyim dinyatakan terbukti melakukan tindakan asusila terhadap anggota PPLN Den Haag pada 3 Oktober 2023, sebagaimana didalilkan pengadu. Dalam persidangan, selain dipaparkan pemaksaan yang dilakukan Hasyim, DKPP menyebutkan fakta persidangan berupa hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan Hasyim dan anggota PPLN tersebut.

Sanksi pemecatan oleh DKPP itu sepatutnya segera disahkan Presiden dengan mengeluarkan keppres. Selanjutnya, proses penggantian juga harus segera dilakukan mengingat akan berlangsungnya pilkada serentak 2024.

Di sisi lain, jejak pelanggaran Hasyim selama menjabat Ketua KPU semestinya menjadi pelajaran mahal tentang diperlukannya konsep pemberatan hukum dalam regulasi pelanggaran etik penyelenggara pemilu.

Hasyim ialah contoh gamblang ketika pelanggaran demi pelanggaran terus dilakukan, tetapi hanya berbuah sanksi yang sama, yakni peringatan keras. Terbukti, bagi Hasyim, peringatan demi peringatan keras itu tidak pernah sungguh-sungguh membuatnya mengakhiri berbagai pelanggaran penggunaan kuasa yang ia miliki. Termasuk, relasi kuasa untuk memburu hasrat yang tidak patut dilakukannya.

Sejak ia menjabat Ketua KPU pada April 2022, setidaknya sudah enam sanksi peringatan, termasuk empat sanksi peringatan keras, dijatuhkan kepada Hasyim. Pelanggaran etik yang dilakukan pria dengan gelar doktor bidang sosial politik itu pun beragam hal dan berdampak nasional dan sistemis.

Keberanian Hasyim melanggar aturan setidaknya sudah terlihat hanya setahun setelah menjabat. Pada 2022, ia melanggar etik terkait dengan hubungannya dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni, atau yang akrab dijuluki 'Wanita Emas'. Pada Maret 2023, ia mendapat sanksi peringatan atas pernyataannya yang dinilai partisan soal sistem proporsional tertutup untuk pemilihan legislatif.

Kemudian akhir 2023, DKPP menjatuhkan lagi sanksi peringatan keras terhadap Hasyim karena tidak menindaklanjuti aturan jumlah keterwakilan caleg perempuan.

Bukannya jera, pada 2024 sikap partisan Hasyim malah makin menjadi-jadi. Ia melanggar kode etik terkait dengan proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta pilpres.

Hasyim terbukti memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden tanpa berkonsultasi dengan DPR soal syarat usia minimum capres-cawapres. Sebulan setelahnya, atau Maret 2024, Hasyim terbukti lagi meloloskan calon eks terpidana korupsi ke daftar calon sementara (DCS) DPD RI. Nama Irman Gusman dari DCS itu baru dicoret setelah adanya aduan masyarakat.

Di luar pelanggaran yang sudah disidang itu, Hasyim juga berulang kali membuat kontroversi. Ia pernah dituding foya-foya dengan menyewa jet pribadi. Namun, kala itu, Hasyim berdalih jet digunakan untuk kebutuhan monitoring logistik Pemilu 2024.

Kasus Hasyim kian memperjelas bahwa jabatan Ketua KPU dengan perannya yang krusial dan strategis amatlah rawan dengan pelanggaran etik. Kuasa besar yang dimiliki Ketua KPU juga amat rawan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan politik.

Sebab itulah, sepantasnya pemberatan hukum yang ada di dalam hukum pidana mesti diterapkan dalam pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPU. Sejauh ini, regulasi pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum hanya menyatakan sanksi yang dikeluarkan DKPP dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.

Teguran tertullis sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu peringatan atau peringatan keras. Namun, tidak terdapat pengaturan mengenai unsur sanksi dalam peraturan etik lainnya, termasuk mengenai pengulangan pelanggaran etik.

Padahal, pengulangan pelanggaran etik semestinya merupakan hal yang tidak dapat ditoleransi untuk pejabat seperti Ketua KPU. Pelanggaran etik yang berulang menunjukkan tidak adanya unsur jera.

Bangsa ini semestinya tidak memberikan tempat bagi pejabat bermoral busuk untuk terus memimpin lembaga penting seperti KPU. Sebab itu, sanksi terhadap pelanggaran etik berulang di KPU harus diperberat.



Berita Lainnya
  • Menekuk Dalang lewat Kawan Keadilan

    24/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.

  • Bersiap untuk Dunia yang Menggila

    23/6/2025 05:00

    ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.

  • Cegah Janji Palsu UU Perlindungan PRT

    21/6/2025 05:00

    PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.

  • Pisau Dapur Hakim Tipikor

    20/6/2025 05:00

    VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini

  • Menghadang Efek Domino Perang

    19/6/2025 05:00

    ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.

  • Jangan Memanipulasi Sejarah

    18/6/2025 05:00

    KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.

  • Jangan Gembos Hadapi Tannos

    17/6/2025 05:00

    GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

  • Berebut Empat Pulau

    16/6/2025 05:00

    PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.

  • Bertransaksi dengan Keadilan

    14/6/2025 05:00

    KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.

  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

  • Upaya Kuat Jaga Raja Ampat

    11/6/2025 05:00

    SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.

  • Vonis Ringan Koruptor Dana Pandemi

    10/6/2025 05:00

    UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.

  • Membagi Uang Korupsi

    09/6/2025 05:00

    PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.

  • Jangan Biarkan Kabinet Bersimpang Jalan

    07/6/2025 05:00

    DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.

  • Jangan Lengah Hadapi Covid-19

    05/6/2025 05:00

    DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.