NEGARA ini sudah kenyang dengan pengalaman praktik korup kalangan birokrat. Di sejumlah kasus, korupsi birokrat kerap dilakukan berjemaah. Cara kerja mereka pun kian lihai dan licin demi membengkokkan aturan dan prosedur kerja.
Karena itu, segala temuan kejanggalan yang terjadi di kementerian/lembaga tidak bisa dianggap remeh. Pengusutan tuntas harus dilakukan sebagai bukti komitmen reformasi birokrasi.
Hal serupa harus dilakukan terkait fenomena Rafael Alun Trisambodo dan Eko Darmanto. Keduanya tidak boleh dianggap sebagai kasus tunggal di Ditjen Pajak dan Bea Cukai.
Rafael dan Eko, sangat mungkin, hanyalah puncak gunung es kebobrokan di Kementerian Keuangan. Terlebih, kejanggalan laporan kekayaan hingga transaksi mencurigakan memang bukan baru di Kemenkeu.
Jauh sebelum ini, pada 2011, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sudah melaporkan 168 transaksi mencurigakan oleh pegawai Kemenkeu. Namun, laporan yang diberikan ke Itjen Kemenkeu itu kemudian menguap begitu saja.
Seiring dengan disorotnya kasus Rafael, terungkap adanya ribuan pegawai Kemenkeu yang belum memasukkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Setelah dikebut, masih terdapat 69 orang belum melaporkan LHKPN dengan jujur. Aroma busuk makin kuat dengan temuan teranyar PPATK bahwa sejumlah pejabat pajak lainnya diindikasikan melakukan transaksi janggal.
Maka, jelas, kali ini pembersihan Kemenkeu harus dikawal ketat. Kita tidak bisa lagi berharap semata pada Kementerian pimpinan Sri Mulyani Indrawati itu karena, nyatanya, baru bergerak ketika dihujat publik.
Kita mendesak KPK menjadikan Rafael dan Eko sebagai pintu masuk pembersihan itu. Kita mengapresiasi KPK yang telah menaikkan status kasus Rafael ke penyelidikan.
Hal itu menyusul temuan PPATK bahwa nilai transaksi janggal terkait pejabat eselon III berharta Rp56,1 miliar tersebut mencapai Rp500 miliar. PPATK telah membekukan 40 rekening, baik milik Rafael, keluarga, hingga sejumlah perusahaan, termasuk konsultan pajak yang dicurigai menjadi perantara Rafael.
Sementara itu, Eko yang kerap memamerkan mobil mewah dan pesawat cesna di akun medsosnya, diperiksa KPK, kemarin. Pria yang telah dicopot dari jabatan sebagai Kepala Bea Cukai Yogyakarta itu memiliki kekayaan Rp6,7 miliar. Apa pun hasil pemeriksaan terhadap Eko, tidak boleh menutup kecurigaan jika terdapat kejanggalan di jajaran Ditjen Bea Cukai lainnya.
Di sisi lain, kasus Rafael dan Eko menunjukkan pentingnya pengesahan RUU perampasan aset yang sebenarnya sudah diusulkan sejak 2008. Peraturan yang ada saat ini, yakni UU tindak pidana korupsi dan UU tindak pidana pencucian uang, belum cukup memadai.
Sebab dua UU tersebut membutuhkan pembuktian terhadap tindak pidana yang dilakukan pelaku. Sementara, berkaca pada kasus Rafael, upaya permainan transaksi sudah demikian canggih dengan adanya indikasi pihak perantara yang secara profesional melakukan pencucian uang. Jaringan Rafael pun melibatkan dua konsultan pajak yang menjadi perantaranya. Kedua orang tersebut pun merupakan mantan pegawai Ditjen Pajak dan kini kabur ke luar negeri.
Namun demikian, pengusutan tak hanya kepada kekayaan pejabat Kemenkeu yang fantastis, pejabat kementerian/lembaga lain juga lembaga antirasuah jangan gentar. Pasalnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat transaksi keuangan mencurigakan selama 2022 mencapai 1.215 laporan dengan nilai Rp183,8 triliun.
Kondisi itu menunjukkan tantangan berat KPK untuk membuktikan tindak pidana. Jika RUU perampasan aset disahkan, segala kekayaan yang tidak dapat dibuktikan kejelasan asal-usulnya, dapat dirampas oleh negara. Bahkan, kekayaan yang diperoleh dari perdagangan narkotika hingga penyelundupan juga dapat disita negara.
Lebih jauh, UU perampasan aset sebenarnya juga hutang Indonesia pada komitmen global. Indonesia telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset. Karena itu, sudah semestinya RUU perampasan aset yang notabene sudah masuk Prolegnas 2023 harus segera disahkan.