Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
PANCASILA sebagai ideologi negara sudah final. Artinya, kita sebagai warga negara tanpa kecuali, telah sepakat menjadikan itu sebagai falsafah atau tuntunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia termaktub dalam mukadimah konstitusi, UUD 45. Namun, sejak dibacakan Presiden Sukarno pada sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945, belum semua orang menghayati, apalagi mengamalkan kelima butir sila tersebut dalam laku hidup sehari-hari.
Hasil penelitian yang dipresentasikan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), kemarin, bahkan lebih memprihatinkan. Hanya 64,6% warga bisa menyebutkan dengan benar semua sila dalam Pancasila. Sebanyak 10,2% yang benar menyebutkan 4 sila, 5,1% tiga sila, 3,9% dua, dan satu sila, bahkan 12,3% publik tidak bisa menyebutkan dengan benar satu pun sila.
Survei dilakukan pada 10-17 Mei 2022. Populasi survei ini ialah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1.220 responden yang diwawancarai secara tatap muka.
Menurut Saiful, dari hasil survei mengenai ‘Sikap Publik terhadap Pancasila dalam rangka Konsolidasi Sistem Politik Indonesia’ itu menunjukkan pengetahuan dasar publik tentang Pancasila (64,6%) tergolong sedang. Apa pun istilah atau kategorinya, hasil survei ini menunjukkan bahwa belum semua warga negara paham tentang ideologi negara. Bagaimana mau paham, jika hafal saja tidak? Lantas bagaimana pula mau mengamalkannya?
Tidaklah heran jika temuan lain dari survei SMRC menyebutkan bahwa skor sikap publik pada Pancasila belum baik. Dalam skala 0 sampai 100, di mana 0 sangat anti-Pancasila dan 100 sangat pro-Pancasila, rata-rata sikap warga berada di angka 73,2. Artinya, sikap publik pada Pancasila ini berada di level sedang. Terkait bagaimana nilai-nilai Pancasila itu direalisasikan dalam kehidupan berbangsa, nilainya secara umum adalah 73,7 (dalam skala 0-100), yang berarti juga hanya sedang.
Ini tentunya harus jadi bahan renungan dan evaluasi bersama. Statemen Presiden Jokowi yang mengajak semua elemen masyarakat untuk kembali membumikan Pancasila dalam keseharian, kiranya harus dimulai lagi dengan menghafal satu per satu sila tersebut. Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) tentu perlu bekerja lebih keras untuk menyosialisasikan ini ke masyarakat. Begitu pun dengan institusi pendidikan, dari jenjang terendah hingga paling tinggi, harus lebih serius dan sungguh-sungguh menerapkannya dalam kurikulum.
Pancasila dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini dengan sungguh-sungguh melalui perdebatan panjang dan melelahkan. Mereka berpikir jauh ke depan agar bangsa yang telah lama dijajah ini, punya arah dan tujuan jelas. Tidak tercerai berai oleh keinginan suku dan golongan yang begitu beragam di negeri ini. Pancasila harus menjadi way of life yang mengingkat mereka yang berdomisili dari Sabang hingga Merauke. Jika setelah 77 tahun merdeka, masih ada rakyat di negeri ini yang tidak bisa menyebutkan butir-butir sila tersebut, rasanya negeri ini memang sedang tidak baik-baik saja.
Perilaku koruptif yang masih merajalela, mengerasnya radikalisme agama (yang kadang masih dimainkan sebagai isu dalam politik oleh sebagian elite), menunjukkan jika Pancasila belum sungguh-sungguh diamalkan. Begitu pun dengan jurang ketimpangan yang masih menganga. Semua ini tentu perlu diatasi dengan usaha keras dan sungguh-sungguh oleh seluruh masyarakat agar cita-cita luhur untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dapat terwujud.
Pancasila mesti kembali dibumikan sebagai laku hidup sehari-hari bangsa ini. Tentu tidak cukup hanya dengan penataran seperti di orde yang telah lalu, tapi juga perlu diterapkan dan harus diimplementasikan bukan hanya dalam kerangka tata nilai, melainkan juga dalam tata kelola negeri ini. Ia jangan sekadar slogan, tapi harus selara dengan perbuatan.
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved