SEMANGAT penegakan kedaulatan negara yang digagas para pejuang saat melancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 mesti terpatri kuat dalam sanubari setiap anak bangsa. Semangat itu mesti terus dirawat dan dilestarikan untuk menghadapi tantangan zaman.
Untuk melestikan semangat itulah, Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara pada 24 Februari 2022. Kendati menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara, tanggal itu bukan hari libur.
Serangan Umum 1 Maret mengandung nilai kebangsaan, gotong royong, tenggang rasa, toleransi, dan kerja sama. Dengan demikian, Keppres 2/2022 sekaligus menegaskan bahwa Serangan Umum 1 Maret merupakan hasil kolaborasi, bukan menampilkan penokohan seseorang seperti yang dikembangkan selama Orde Baru.
Tentunya dengan peringatan Hari Penegakan Kedaulatan Negara diharapkan menjadi momentum untuk membangun gerakan bersama menegakkan kedaulatan negara dalam rangka menjawab tantangan di masa kini dan masa depan. Mungkin tidak lagi kedaulatan bersifat teritorial, tetapi eksistensial sebagai bangsa yang merdeka.
Seperti buah pemikiran pengusulnya, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono X, bahwa penegakan kedaulatan itu memang diperlukan sampai saat ini dalam rangka membangun kebersamaan Indonesia yang banyak mengalami pasang surut. Bangsa ini harus tetap meneguhkan bahwa kemerdekaan yang diraih Indonesia diperjuangkan bukan pemberian.
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret menjadi tonggak penting dalam perjalanan Indonesia. Peristiwa yang dinilai mampu menjadi pengingat bangsa agar terus menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan guna melawan segala bentuk ancaman dan meneguhkan eksistensi bangsa bagi peradaban.
Seperti subtansi dalam keppres tersebut, Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi karena setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari dunia internasional mendapat perlawanan dari Belanda dengan melakukan agresi militer dan propaganda politik di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dengan upaya Belanda yang kembali melancarkan agresi militernya ke Ibu Kota Negara Indonesia yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta, lahirlah perlawanan yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 1 Maret 1949.
Perjuangan menegakkan kedaulatan yang menjadi bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan mampu menegakkan kembali eksistensi dan kedaulatan Negara Indonesia di dunia internasional, serta telah berhasil menyatukan kembali kesadaran dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Roh yang jelas-jelas masih sangat relevan untuk terus dipupuk di setiap jiwa anak bangsa Indonesia. Saat ini peradaban telah berbeda memandang kedaulatan, kesetaraan negara-negara di dunia mesti terjadi di seluruh aspek kehidupan.
Apalagi dengan tatanan dunia yang kini bertransformasi ke ranah digital, kedaulatan negara yang dulu berbasis kedaulatan wilayah geografis yang terdiri atas daratan, lautan, dan udara menjadi samar batasannya. Intervensi terhadap kehidupan bangsa Indonesia semakin mudah penetrasinya.
Di era digital saat ini, globalisasi digital atau bahkan banyak yang menyebutnya sebagai 'kolonialisme digital' atau 'imperialisme digital' terjadi melalui platform infrastruktur dan suprastruktur raksasa digital telah membuat batasan-batasan konvensional kedaulatan negara menjadi kabur.
Untuk itulah, segenap anak bangsa perlu menyadari pentingnya menjaga roh kedaulatan negara di tiap-tiap pribadi dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh penjajahan, apa pun bentuknya.