Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
DALAM penyelesaian sengketa apa pun, apalagi ketika melibatkan negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain, jalan kekerasan semestinya tidak pernah menjadi opsi. Jalan kekerasan tidak hanya akan membuat sengketa menjadi berlarut tanpa titik temu, tapi juga sangat mungkin akan menjauhkan kita dari prinsip kemanusiaan.
Apa yang terjadi di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, hari-hari ini ialah contoh betapa represi tidak akan pernah efektif menyelesaikan persoalan. Ia justru berpotensi menciptakan masalah baru. Konflik baru. Ketidakadilan baru. Juga, kegaduhan baru.
Di Wadas, akibat pengerahan aparat kepolisian yang berlebihan untuk mengawal pengukuran tanah, persoalan di sana berkembang dari sengketa pembebasan lahan warga desa untuk pertambangan andesit--sebagai salah satu sumber bahan baku pembangunan proyek Bendungan Bener, Purworejo--menjadi seolah-olah tentang kesewenang-wenangan negara terhadap warga.
Adakah yang akan jadi pemenang ketika konflik diselesaikan dengan jalan kekerasan? Semua akan menjadi pihak yang kalah dan dirugikan. Negara dan warga sama-sama tak jadi pemenang. Yang mengambil untung malah para petualang, entah politik entah ekonomi, yang memanfaatkan keributan tersebut untuk kepentingan atau agenda mereka sendiri.
Jalan terbaik ialah jalan dialog. Pada dasarnya, masyarakat harus diajak dialog dan diyakinkan bahwa upaya yang hendak dilakukan pemerintah merupakan keharusan untuk melindungi kepentingan umum yang lebih besar. Tidak sekadar meminimalkan konflik, dialog merupakan wujud penghormatan terhadap perbedaan sikap dan pandangan.
Tidak bisa dimungkiri awal persoalan yang terjadi di Desa Wadas ialah karena ada beda penerimaan di masyarakat terkait dengan pengambilalihan lahan pertanian mereka untuk dijadikan area tambang. Ada yang setuju, tapi tidak sedikit pula yang menolak. Semua mesti dihormati karena dalam prinsip demokrasi, satu suara pun yang menolak atau setuju mesti diberi ruang persuasi.
Jangan karena, misalnya, suara yang menolak sedikit, lantas dengan mudahnya langkah persuasi ditinggalkan dan malah memilih represi. Jangan pula menggantung masalah hingga bertahun-tahun karena, tanpa sadar, selama itu pula kita membiarkan masyarakat yang setuju dan menolak menjadi terbelah.
Dialog semestinya dilakukan secara intens, tidak sporadis atau hanya reaktif. Dari ketekunan berdialog itulah akan tergali apa akar sesungguhnya dari persetujuan atau penolakan warga. Apakah sekadar karena perhitungan nominal ganti rugi lahan yang tak sesuai, atau karena alasan yang lebih prinsip seperti demi melindungi lingkungan, atau karena hal lain?
Kedua pihak kini punya momentum. Permintaan maaf Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kepada masyarakat Desa Wadas, selepas insiden tempo hari, kiranya sangat bagus kita jadikan titik awal untuk memulai kembali ruang dialog yang lebih intens sekaligus mengedepankan humanisme.
Memang, tidak ada jaminan dialog akan menghasilkan keputusan win-win solution secara cepat. Akan tetapi, setidaknya jika yang dikedepankan ialah dialog, itu akan meminimalkan kemungkinan terjadinya bentrokan antaranak bangsa dan penangkapan-penangkapan polisi terhadap warga.
Dialog yang didasari niat baik juga sangat bagus jika dimaksimalkan untuk memberikan pemahaman dan penyadaran kepada warga tentang arti penting proyek pemerintah tersebut untuk kesejahteraan masyarakat. Pada saat yang sama dialog akan membuat publik tak terlalu punya banyak waktu untuk mendengarkan hasutan dan provokasi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
MUSIBAH bisa datang kapan pun, menimpa siapa saja, tanpa pernah diduga.
MEGAPROYEK pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada awalnya adalah sebuah mimpi indah.
PROSES legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana menunjukkan lagi-lagi DPR dan pemerintah mengabaikan partisipasi publik.
DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua.
AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.
BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.
DPR dan pemerintah bertekad untuk segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Semangat yang baik, sebenarnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved