Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Saatnya Setop PTM 100%

03/2/2022 05:00
Saatnya Setop PTM 100%
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

GELOMBANG ketiga covid-19 di Indonesia, kalaupun belum mau dikatakan sudah terjadi, nyaris tak bisa dihindari. Bahkan kata sebagian pakar pintu menuju gelombang ketiga itu sudah di depan mata. Ini ditunjukkan dengan banyaknya indikator yang mengarahkan kita ke kondisi tersebut.

Yang pertama tentu saja dari penambahan kasus harian covid- 19. Peningkatannya begitu tajam dan cepat, terutama dalam dua minggu terakhir. Bahkan kemarin, Rabu (2/2), covid-19 di Tanah Air bertambah 17.895 kasus. Sehari sebelumnya juga sudah tinggi, yaitu 16.021 kasus.

Indikator kedua ialah positivity rate. Secara harian, positivity rate tes PCR dalam periode dua minggu ini sangat tinggi. Rata-rata di atas 10%, bahkan pernah sampai 24% pada Minggu (30/1). Teramat jauh di atas standar WHO yang sebesar 5%.

Berikutnya terkait dengan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) yang di sejumlah daerah juga melonjak cepat. Di Jakarta contohnya, BOR isolasi kini sudah menyentuh 60%, BOR ruang rawat RS 52%, dan BOR ICU 28%. Rata-rata nasional, BOR terus merangkak naik, saat ini di angka 13,89%.

Suka tidak suka, saat ini kita sedang menyongsong situasi darurat. Seperti prediksi pemerintah, puncak covid-19 yang dipicu penyebaran varian omikron di Indonesia terjadi antara medio Februari hingga Maret 2022.

Perkiraan angkanya pun bisa membuat kita bergidik. Menteri Kesehatan bilang varian omikron punya kemampuan menyebar tiga hingga enam kali lebih banyak ketimbang varian delta.

Artinya, kalau kita hitung secara matematika, pada puncaknya nanti penambahan kasus covid-19 di Tanah Air paling sedikit bisa mencapai 150 ribu kasus per hari. Itu ialah tiga kali angka tertinggi harian saat varian delta mengganas sekitar 54 ribu kasus. Kalau kita ambil perkiraan terburuk, dalam satu hari akan ada penambahan 300 ribu kasus!

Dengan perkiraan yang sudah sedemikian meng khawatirkan, tidak ada jalan lain, semua celah yang berpotensi membengkakkan angka transmisi covid-19 mesti ditutup. Bukan celah masuk dari luar negeri saja yang kini harus diperketat karena omikron pun kini sudah bergerak melalui transmisi lokal. Kalau mau memakai analogi gas dan rem, sepertinya ini saatnya pemerintah kembali menginjak tuas rem lebih dalam.

Pembelajaran tatap muka (PTM) ialah salah satu contoh. Saat Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri soal PTM 100% dirilis akhir tahun lalu, kebijakan ini sejatinya bagus dan bahkan memang perlu dilakukan setelah hampir dua tahun proses belajar-mengajar terpaksa dilakukan secara daring.

Namun, pemerintah mesti sadar kondisi sekarang berbeda dengan satu bulan lalu. Omikron dengan cepat naik daun membuat covid-19 seperti kembali di atas angin. Kiranya bukan hal yang arif jika tetap memaksakan satu kebijakan pada waktu yang tidak tepat.

Toh, pemerintah sebelumnya berjanji melakukan evaluasi berkala terkait PTM dengan melihat situasi perkembangan pandemi covid-19. Lalu mengapa sekarang masih ngeyel melanjutkan PTM 100% ketika covid-19 dengan varian barunya kembali meledak? Bahkan saat tidak sedikit pengajar dan peserta didik terpapar covid-19, pemerintah belum mau injak rem PTM?

Sejumlah ahli sebetulnya juga tak menyarankan penyetopan PTM secara total. PTM bisa dilakukan seperti sebelumnya, yaitu dengan sistem terbatas atau campuran antara pembelajaran luring dan daring untuk meminimalisasi jumlah siswa dan guru berada dalam satu ruangan.

Penghentian PTM 100% juga tak perlu langsung ditetapkan dalam waktu lama. Pastikan saja bahwa PTM 100% dihentikan sementara hingga kita mampu mengendalikan gelombang ketiga ini dengan baik.

Ini semua demi keselamatan karena negara ini menganut asas keselamatan warga ialah yang utama. Jangan sampai niat mulia PTM untuk memulihkan sistem pembelajaran (learning recovery) menjadi sia-sia karena keselamatan guru dan siswa justru berpotensi terancam.



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik