Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
HUKUMAN yang ringan ditambah dengan fasileitas rmisi semakin memanjakan koruptor di negeri ini. Dimanjakan karena Mahkamah Agung mengabulkan permohonan judicial review untuk membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur pengetatan pemberian remisi.
MA mencabut dan membatalkan PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakat an. Dalam PP
tersebut, koruptor bisa mendapatkan remisi dengan syarat lebih ketat jika dibandingkan dengan narapidana lainnya.
Syarat yang dimaksud ialah terpidana korupsi harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator). Selain itu, remisi diberikan setelah terpidana korupsi telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.
Pertimbangan utama pemerintah membatasi pemberian remisi untuk koruptor karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Korupsi menimbulkan kerusakan dalam skala yang sangat luas sehingga korupsi juga dianggap sebagai kejahatan hak asasi manusia dan kejahatan kemanusiaan.
Menurut MA, keberadaan PP 99/2012 itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1996 tentang Pemasyarakatan. MA menegaskan, persyaratan memperoleh remisi tidak boleh bersifat membeda-bedakan. Remisi harus diberikan kepada semua napi, kecuali dicabut oleh putusan pengadilan.
Penegasan MA itu memperlihatkan adanya perubahan sikap yang sangat ekstrem di lembaga benteng terakhir pencari keadilan itu. Sebab, sebelumnya, MA menyatakan pengetatan pemberian remisi kepada terpidana dengan kategori kejahatan khusus, salah satunya korupsi, ialah konstitusional seperti tertuang dalam putusan MA Nomor 51 P/HUM/2013 dan Nomor 63 P/HUM/2015.
Dalam dua putusan itu, MA menegaskan bahwa perbedaan syarat pemberian remisi merupakan konsekuensi logis terhadap adanya perbedaan karakter jenis kejahatan, sifat berbahayanya, dan dampak kejahatan yang dilakukan seorang terpidana.
Perubahan sikap yang sangat ekstrem dari MA itu, sepertinya, mengikuti pandangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan MK Nomor 41/PUU-XIX/2021 yang dibacakan pada 30 September 2021. Meski menolak seluruh permohonan yang diajukan OC Kaligis, MK berpandangan tentang model pemberian remisi harus melalui putusan peradilan. Pandangan MK itu sejalan dengan pandangan MA bahwa remisi harus diberikan kepada semua napi, kecuali dicabut putusan pengadilan.
Harapan publik untuk tidak memberikan keistimewaan kepada koruptor kini berada di pundak hakim. Akan tetapi, sebaiknya publik tidak memberikan ekspektasi terlampau tinggi agar tidak mengalami kekecewan amat mendalam dalam melihat realitasnya.
Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) atas putusan hakim pada semester pertama 2020 menemukan fakta bahwa rata-rata vonis yang diberikan kepada para koruptor hanya tiga tahun. Rinciannya, rata-rata vonis di Pengadilan Tipikor ialah 2 tahun 11 bulan. Di tingkat banding, yakni Pengadilan Tinggi, rata-rata vonisnya ialah 3 tahun 6 bulan, sedangkan baik di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali di MA, rata-rata vonis 4 tahun 8 bulan.
Jangan terkecoh dengan rata-rata vonis yang diputus di MA yang terlihat tinggi sebab vonis itu sesungguhnya masih jauh lebih rendah daripada ancaman hukum maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup. Apalagi, muncul fenomena diskon hukuman koruptor. Berdasarkan data yang dimiliki KPK, pada 2020, tercatat ada 20 perkara korupsi yang hukumannya dikurangi MA.
Masih ada secercah harapan. Ada dua jenis pemidanaan, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Yang dimaksudkan dengan pidana tambahan antara lain pencabutan hakhak tertentu. Sejauh ini, dalam praktik, jaksa menuntut pencabutan hak politik koruptor dan sering pula dikabulkan hakim.
Eloknya, jaksa juga menuntut pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat koruptor sebagai hukuman tambahan. Jaksa KPK pernah menuntut Muhtar Ependy dihukum pidana tambahan, yakni pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat. Namun, hakim menolak dengan alasan hak remisi dan pembebasan bersyarat diatur dalam UU dan menjadi kewenangan pemerintah untuk memberikan atau tidak memberikan kepada seorang terpidana.
Kini tergantung pemerintah, apakah masih berpihak kepada koruptor atau berpihak kepada rasa keadilan masyarakat. Apakah korupsi masih dipandang sebagai kejahatan luar biasa atau biasa-biasa saja. Mestinya pemerintah tidak royal memberikan remisi.
Memang, penjara bukanlah tempat untuk balas dendam. Menghukum koruptor secara maksimal ditambah memperketat syarat remisi sesungguhnya sebuah pesan yang kuat untuk banyak orang di luar tembok penjara agar mereka mengurungkan niat merampok uang negara. Pesan itulah yang dihapus MA dan kini korupsi sebagai kejahatan yang biasa-biasa saja.
MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved