Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
PENANTIAN panjang itu berakhir sudah. Setelah terakhir kali juara pada 19 tahun silam, Indonesia kembali menjadi raja bulutangkis beregu putra dunia dengan membawa pulang Piala Thomas. Sayangnya, kiprah membanggakan itu tak sempurna.
Ceres Arena, Aarhus, Denmark, menjadi saksi kehebatan putra-putra terbaik bangsa. Pada final, Minggu (17/8) malam, Hendra Setiawan dan kawan-kawan tampil luar biasa untuk menggilas seteru bebuyutan, Tiongkok, 3-0 langsung.
Jonatan Christie yang turun di partai ketiga menjadi penentu kemenangan dengan menaklukkan Li Shi Feng. Sebelumnya, ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto menghajar He Ji Ting/Zhou Hao Dong. Pesta Indonesia dibuka Anthony Sinisuka Ginting dengan melibas Lu Guang Zu.
Itulah epik yang mengesankan. Itulah akhir penantian hampir dua dekade setelah terakhir kali Indonesia memeluk Piala Thomas pada 2002. Kiprah luar biasa itu pula yang kian mengukuhkan Indonesia sebagai raja bulutangkis beregu putra dengan total 14 kali menjadi kampiun.
Kita tentu berbangga dengan kiprah mereka. Untuk kesekian kalinya, kita layak mengucapkan terima kasih kepada para pejuang olahraga yang mengharumkan nama bangsa dan negara di kancah dunia. Namun, kita juga menyesalkan, karena gelar juara di Ceres Arena tidak sempura.
Hendra dan kawan-kawan tampil begitu hebat, tetapi hasil yang dapat mengandung cacat. Mereka juara di ajang antarnegara tetapi dalam pengukuhannya dilarang menampilkan salah satu simbol negara, yakni Bendera Merah Putih.
Merah Putih tak boleh dikibarkan bukan karena ada sentimen dari panitia penyelenggara, bukan pula karena alasan politis. Merah Putih tak bisa menyempurnakan kumandang lagu kebangsaan Indonesia Raya, tak tak lain dan tak bukan adalah imbas dari kelalaian pemerintah.
Larangan itu adalah realisasi dari sanksi dari Badan Antidoping Dunia (WADA) karena Indonesia tak patuh dalam penegakan standar antidoping. Saat WADA memberikan surat peringatan pada 7 Oktober silam, kita berharap hukuman dapat ditinjau ulang, tetapi faktanya tidak.
Ironisnya lagi, penerapan sanksi dimulai ketika Indonesia menjadi juara Thomas Cup. Sanksi itu pun akan terus berlanjut selama setahun masa penangguhan, termasuk larangan mengibarkan Merah Putih di ajang SuperBike dan MotoGP di Sirkuit Mandalika.
Olahraga adalah sarana efektif untuk menunjukkan jati diri bangsa di mata dunia, tetapi dengan sanksi itu, posisi kita sebagai negara tak bisa maksimal terwakilkan. Dalam setahun ke depan, kita dipercaya menjadi tuan rumah banyak event kelas dunia, tetapi Indonesia sebagai negara tak bisa optimal dipromosikan.
Harus kita katakan, sanksi dari WADA adalah pukulan telak bagi dunia olahraga kita. Harus kita katakan, pukulan itu menghantam kita karena ketidakseriusan pemangku kepentingan, dalam hal ini Lembaga Antidoping Indonesia (LADI) yang dalam tugasnya bertanggungjawab kepada Menpora.
Sanksi dari WADA sebenarnya bisa dihindari jika kita tak meremehkan kesempatan banding selama 21 hari sejak 15 September 2021. Namun, nasi telah menjadi bubur. Kini, pemerintah hanya bisa berupaya agar sanksi itu bisa segera dipungkasi tanpa harus menunggu hingga setahun.
Kita menyambut baik permintaan maaf yang diucapkan Menpora Zainudin Amali dan LADI, kemarin. Namun, itu tidaklah cukup. Publik lebih menunggu langkah konkret dari kedua institusi demi meyakinkan WADA bahwa Indonesia patuh dalam menegakkan standar antidoping sehingga hukuman dapat diakhiri lebih cepat.
Meski terlambat, langkah Menpora membentuk tim khusus untuk mengatasi masalah dengan WADA patut didukung. Pembentukan tim investigasi guna mengusut kenapa masalah dengan WADA terjadi pantas pula disupport.
Permintaan maaf adalah satu soal. Soal lain adalah sanksi dari WADA bisa selekasnya selesai dan yang juga amat penting, harus ada yang bertanggungjawab atas sengkarut yang terjadi.
JULUKAN ‘permata dari timur Indonesia’ layak disematkan untuk Pulau Papua.
Indonesia perlu bersikap tegas, tapi bijaksana dalam merespons dengan tetap menjaga hubungan baik sambil memperkuat fondasi industri dan diversifikasi pasar.
IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) bukan lembaga yang menakutkan. Terkhusus bagi rakyat, terkecuali bagi penjahat.
PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto tampaknya mulai waswas melihat prospek pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2028-2029.
LAGI dan lagi, publik terus saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara.
MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved