Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Menyehatkan Demokrasi

28/9/2021 05:00
Menyehatkan Demokrasi
Ilustrasi MI(MI/Seno)

 

 

SEIRING dengan bertambahnya usia, demokrasi di Indonesia semestinya semakin matang dan berkualitas. Namun, fakta berbicara lain. Demokrasi di negeri ini justru kian mendapat penilaian miring.

Hampir seperempat abad sudah demokrasi menjadi sistem ketatanegaraan kita. Tepatnya 23 tahun sejak tumbangnya rezim Orde Baru, demokrasi menjadi pemandu jalan menuju kesejahteraan.

Namun, harus kita akui, demokrasi masih sekadar narasi. Ia tak lebih dari semacam glorifikasi atas berakhirnya era otoritarian. Realitasnya, demokrasi masih jauh dari substansi sebagai instrumen ideal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demokrasi kita bahkan semakin mendapat sorotan negatif di mata publik. Tingkat kepuasan rakyat terhadap demokrasi bukan membaik, malah sebaliknya kian memburuk.

Itulah yang tecermin lewat hasil sigi terkini yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada 17 hingga 21 September 2021. Dari 1.200 responden didapatkan bahwa yang puas pada pelaksanaan demokrasi saat ini hanya 47,6%.

Angka itu memang masih lebih tinggi daripada mereka yang tidak puas, yakni 44,1%, sedangkan 8,3% tidak menjawab atau tidak tahu. Namun, tingkat kepuasan yang tak sampai 48% jelas rendah, sangat rendah. Di lain sisi, mereka yang tak puas bagaimana demokrasi bekerja di Indonesia naik tajam, dari 32% ke 44% lebih.

Hasil survei tersebut seakan menjadi penegas buruknya pelaksanaan demokrasi Indonesia yang konsisten mengalami penurunan sejak 2017. Rilis The Economist Intelligence Unit (EIU) pada Februari 2021, misalnya, menyebutkan skor indeks demokrasi kita turun menjadi 6,3 dari sebelumnya 6,48 meski tetap menduduki peringkat 64 dunia.

Di kawasan Asia Tenggara, indeks demokrasi Indonesia ada di urutan empat. Ironisnya, kita di bawah Malaysia, Timor Leste, dan Filipina. Demokrasi Indonesia pun disebut sebagai demokrasi cacat.

Kita sepakat bahwa demokrasi adalah sistem paling tepat yang harus kita anut. Karena itu, kita berkewajiban merawat demokrasi agar kembali sehat dan tak lagi cacat.

Tanggung jawab terbesar untuk menyehatkan demokrasi tentu ada pada pemerintah dan para elite, termasuk partai politik. Tingkat kepuasan terhadap demokrasi menurun, salah satunya karena ada anggapan bahwa pemerintah mulai antidemokrasi.

Tindakan aparat menghapus mural sebagai wahana berekspresi, misalnya, punya andil besar bagi pandangan miring terhadap demokrasi. Tindakan-tindakan seperti itu tak boleh lagi terjadi dan pemerintah harus memastikan tak terjadi lagi.

Pun demikian dengan tindakan aparat yang terlalu reaktif kala mengamankan kegiatan Presiden Joko Widodo. Tindakan berlebihan aparat dalam menangani demonstrasi juga tak baik bagi demokrasi. Biarkan rakyat menyampaikan aspirasi dengan cara yang disenangi selama tak melanggar hukum karena itulah esensi dari demokrasi.

Elite-elite partai politik juga mesti berbenah diri. Jangan biarkan kepentingan pribadi dan kelompok semakin akut membius. Sebagai salah satu agen utama demokrasi, partai politik tak boleh membuat jarak sesenti pun dengan rakyat. Itulah bentuk pengejawantahan demokrasi.

Kita percaya, meski tingkat kepuasan menurun, iman rakyat terhadap demokrasi masih kuat. Kita yakin, mereka tidak ingin pindah ke lain hati. Mereka hanya ingin ada perbaikan serius dalam pelaksanaan demokrasi.

Namun, kita perlu mengingatkan pula bahwa rakyat juga punya tanggung jawab menyehatkan demokrasi. Caranya, patuhi prinsip bahwa berdemokrasi bukan berarti bebas tanpa batas. Jangan mengatasnamakan demokrasi untuk menjadi tirani.



Berita Lainnya