Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Kepala Daerah Jangan Buang Badan

30/11/2020 05:00
Kepala Daerah Jangan Buang Badan
Ilustrasi(MI/Seno)

PENAMBAHAN harian positif covid-19 sudah tembus 6.000 kasus. Penambahan itu berakibat pada kapasitas rumah sakit kian kritis. Kepala daerah harus bertanggung jawab dan mesti nya memimpin langsung penerapan protokol kesehatan, jangan buang badan.

Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kemarin, menunjukkan ada penambahan 6.627 kasus dan 165 kematian. Dengan demikian, di Indonesia terdapat 534.266 kasus dengan 16.815 orang meninggal.

Penambahan 6.267 penderita itu merupakan rekor tertinggi sejak kasus pertama covid-19 diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020. Rekor tertinggi sebelumnya terjadi pada Jumat (27/11) dengan penambahan 5.828 kasus.

Kecenderungan kasus positif harian bertambah di atas 5.000 dalam sepekan terakhir harus menjadi perhatian serius. Penambahan kasus itu merupakan fakta tak terbantahkan bahwa masyarakat dan kepala daerah tidak serius melakukan pencegahan.

Setiap penambahan kasus positif selalu berkorelasi dengan kapasitas rumah sakit yang kian menipis. Persentase keterisian tempat tidur secara nasional per 27 November mencapai 56,78% dari total 58.395 tempat tidur. Setidaknya di 11 provinsi, ketersediaan tempat tidur untuk perawatan isolasi dan unit perawatan intensif (ICU) di atas 50%.

Ledakan pasien covid-19 harus dikendalikan secara serius. Pengendaliannya bukan dengan menambah kapasitas tempat tidur, melainkan dengan memastikan protokol kesehatan dipatuhi oleh setiap orang. Setiap warga wajib mematuhi 3M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan 3T, yaitu tracing, testing, treatment.

Kepala daerah mestinya memimpin langsung dan mengambil alih tanggung jawab penegakan protokol kesehatan di daerah masing-masing. Kalau terjadi pelanggaran protokol kesehatan, kepala daerah jangan sekali-kali membuang badan dengan melimpahkan kesalahan kepada anak buahnya. Itu namanya pencitraan.

Amat disayangkan, tidak semua kepala daerah mau bertanggung jawab atas pelanggaran protokol kesehatan. Malah ada kepala daerah yang tahu dan mau mendatangi serta bergabung dengan kerumunan massa kemudian ia ‘mencuci tangan’ atas persoalan kerumunan massa yang menjadi tanggung jawabnya itu.

Dalam konteks itulah patut disorot kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mencopot Wali Kota Jakarta Pusat Bayu Meghantara dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Andono Warih dari jabatan masing-masing karena dinilai gagal mengantisipasi dan menangani kerumunan orang di Petamburan pada 14 November 2020. Anies Baswedan perlu transparan menjelaskan perihal kehadirannya dalam kerumunan di Petamburan itu.

Tidak kalah pentingnya ialah kepala daerah memastikan semua orang di wilayahnya bersedia mengikuti pemeriksaan dini. Kasus penolakan warga untuk swab test seperti yang terjadi di Bogor, Jawa Barat, tidak boleh terulang lagi.

Penolakan atas pemeriksaan dini itu harus disikapi dengan tindakan tegas sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal itu menyebutkan, “Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.”

Siapa saja, dari mana pun ia berasal, jika tidak mematuhi penyelenggaraan kesehatan atau menghalang- halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, harus dimintai pertanggungjawaban hukum. Seret dia ke depan pengadilan.

Tegas dikatakan bahwa regulasi yang memaksa setiap orang mematuhi protokol kesehatan sudah lebih dari cukup, dari undang-undang, peraturan daerah, peraturan kepala daerah, hingga keputusan kepala daerah.

Semua peraturan itu dibuat untuk dijalankan secara tegak lurus, bukan tegak miring. Begitu regulasi berjalan tegak miring, kasus positif covid- 19 terus bertambah.

 



Berita Lainnya