Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Daerah Copot Baliho Ilegal

23/11/2020 05:00
Daerah Copot Baliho Ilegal
Ilustrasi(MI/Duta)

 

SEMUA warga negara sesungguhnya mendapatkan pengakuan dan jaminan yang sama dalam peraturan perundang-undangan. Pengakuan itu sebagai wujud nyata perintah konstitusi bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.

Peraturan perundang-undangan itu dibuat untuk dilaksanakan demi ketertiban masyarakat. Karena itu, tidak boleh ada pengecualian, semua warga negara wajib menjunjung peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan daerah (perda).

Perda paling banyak dilanggar, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Salah satu peraturan daerah yang sering dilanggar ialah terkait iklan luar ruang seperti baliho, spanduk, dan papan reklame. Jakarta memiliki Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Reklame.

Baliho, spanduk, dan reklame perlu diatur agar berkontribusi terhadap pendapatan daerah dan isinya tidak melanggar etika, tidak menebarkan ancaman apalagi kalau sampai merecoki persatuan dan kesatuan bangsa. Juga diatur agar pemasangannya tidak menabrak kaidah estetika kota.

Persoalan baliho dan spanduk tanpa izin itulah yang merisaukan Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman. Karena itu, ia memerintahkan kepada prajuritnya untuk menurunkan baliho atau spanduk pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab di wilayah DKI Jakarta.

Perintah Pangdam Jaya itu justru menginspirasi para pemimpin daerah. Mereka ramairamai melakukan hal yang sama. Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, FX Hadi Rudyatmo, mi salnya, langsung memerintahkan Satpol PP untuk mencopot spanduk dan baliho liar yang tidak berizin sebagai upaya penegakan peraturan daerah.

Di antara spanduk dan baliho yang diturunkan di Surakarta tersebut sebagian bergambar Rizieq. Banyak pula yang bernada provokatif sehingga berpotensi mengganggu keutuhan NKRI. Kasus serupa ditemukan di Semarang, Jawa Tengah; Pelembang, Sumatra Selatan; dan Cianjur, Jawa Barat.

Kasus penurunan spanduk dan baliho di berbagai daerah itu patut dipandang sebagai upaya mengembalikan wibawa perda. Ini sekaligus peringatan kepada semua pihak untuk mematuhi peraturan perundang-undangan tanpa kecuali.

Terlalu naif untuk menyebutkan pemasangan spanduk dan baliho yang masif dengan konten hampir sama di berbagai daerah itu disebut sebagai inisiatif warga. Kalaupun benar sebagai inisiatif warga, tetap dikatakan hal itu sebagai sebuah kesalahan karena melanggar perda.

Pun tidak tepat, sangatlah tidak tepat, jika ada yang mengait-ngaitkan keberadaan spanduk dan baliho ilegal itu dengan kekosongan kepemimpinan aspiratif. Spanduk dan baliho liar tidak bisa disebut sebagai instrumen penyaluran aspirasi.

Aspirasi mestinya disalurkan melalui mekanisme yang benar, yaitu disampaikan lewat lembaga perwakilan dari pusat sampai daerah, bukan dengan melanggar hukum. Sebab, glorifi kasi terhadap demokrasi identik dengan kepatuhan terhadap seluruh peraturan perundang- undangan.

Sudah saatnya kepala daerah memberikan perhatian yang serius terhadap ketaatan warga atas perda. Jangan sekali-kali membiarkan pelanggaran terjadi hanya karena ada kekuatan massa di balik pemasangan spanduk, baliho, dan reklame. Jangan pula kepala daerah ingin mengail keuntungan untuk memupuk ambisi politik dengan membiarkan pelanggaran atas perda.

Publik berharap agar penertiban iklan luar ruang yang ilegal itu menjadi gerakan nasional. Jadikan penertiban itu sebagai momentum penyadaran warga untuk tetap mematuhi peraturan perundang-undangan.

 

 

 



Berita Lainnya