Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Demokrasi Semu

16/9/2020 05:00

DEMOKRASI memang bukan sekadar kebebasan menyampaikan pendapat. Begitu pula, dalam sistem pemerintahan, demokrasi belum tegak hanya dengan dibuatnya sistem pemilihan umum.

Demokrasi berarti juga bahwa setiap tahapan pemilu itu harus berjalan dengan sehat dan subur, termasuk kontestasinya. Tanpa itu, demokrasi hanyalah semu.

Ancaman demokrasi semu inilah yang semakin besar di pemilihan kepala daerah (pilkada).

Senin (14/9), Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan bahwa hingga masa perpanjangan pendaftaran pilkada selesai, ada 25 kabupaten/kota yang berpotensi memiliki calon pasangan tunggal.

Total ada 270 daerah, dengan perincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang menggelar pilkada tahun ini.

Dari jumlah total itu, memang jumlah daerah dengan calon pasangan tunggal terlihat relatif kecil. Akan tetapi, itu tetap tidak bisa dianggap enteng.

Malah, jika melihat kondisi sejak 2015, tren yang terjadi terus naik. Pada Pilkada 2015 terdapat tiga daerah yang memiliki satu calon. Pada Pilkada 2017 jumlahnya naik menjadi 9 calon tunggal dan 16 pada Pilkada 2018.

Kondisi tersebut jelas-jelas berbahaya sebab terus naiknya jumlah calon tunggal pertanda gagalnya banyak faktor, yang berimbas pula pada banyak hal lain.

Paling mengerikan dari semua itu ialah calon tunggal sebenarnya pertanda malas dan rakusnya kebanyakan parpol. Parpol hanya mau main aman dengan mengusung calon yang populer dan bermodal besar.

Begitu jelasnya hal itu bisa dilihat dari adanya koalisi-koalisi penuh yang mengusung para petahana.

Meski ada yang masih punya idealisme, parpol itu tidak bisa mengusung calon sendiri karena tidak cukup jumlah kursi di DPRD. Karena itu, di sejumlah daerah, ada parpol yang sengaja tidak mengusung calon kepala daerah.

Betul memang koalisi juga konsekuensi dari UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Di situ diatur bahwa partai yang dapat mengusung pasangan calon kepala daerah memiliki minimal 20% kursi DPRD atau mendapatkan setidaknya 25% suara sah pada pemilihan anggota DPRD sebelumnya. Dengan begitu, partai kecil cenderung berkoalisi.

Namun, tetap saja adanya koalisi penuh adalah gambaran mental para partai yang pengecut dan tidak mau rugi. Apalagi sudah kita tahu bahwa kebanyakan koalisi besar bukan didasarkan ideologis, melainkan demi bagian kue kekuasaan. Hal itu tidak dapat dimungkiri sebab jika di luar soal usungan calon, kebanyakan peserta koalisi itu juga saling beda pendapat.

Dampak dari calon tunggal ini tentu saja pada kualitas demokrasi dan berhulu pada kualitas pemerintahan yang buruk. Ketika rakyat tidak memiliki pilihan yang cukup maka yang terjadi ialah sikap apatis pada pemilu dan pemerintahan itu sendiri.

Sebab itu, tren calon tunggal urgen dihentikan. Ini tentu saja tidak bisa bersandar pada kesadaran parpol. Negara harus mendukung jalan untuk lebih mudahnya calon perseorangan.

Keputusan Mahkamah Konstitusi pada 29 September 2015 menentukan bahwa calon perseorangan harus mengumpulkan KTP sebanyak 10% di daerah dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) mencapai 2 juta orang, 8,5% di daerah dengan DPT 2 juta-6 juta, 7,5% di daerah dengan DPT 6 juta-12 juta, dan 6,5% di daerah dengan DPT di atas 12 juta orang. Syarat itu jelas tak mudah dipenuhi.

Sudah saatnya persyaratan tersebut diuji kembali demi terselamatkannya demokrasi kita sebab pilkada dengan calon tunggal sesungguhnya praktik demokrasi semu.



Berita Lainnya
  • Mencurahkan Hati untuk Papua

    11/7/2025 05:00

    JULUKAN ‘permata dari timur Indonesia’ layak disematkan untuk Pulau Papua.

  • Bukan Bangsa Pelanduk

    10/7/2025 05:00

    Indonesia perlu bersikap tegas, tapi bijaksana dalam merespons dengan tetap menjaga hubungan baik sambil memperkuat fondasi industri dan diversifikasi pasar.

  • Bansos bukan untuk Judol

    09/7/2025 05:00

    IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).

  • Dicintai Rakyat Dibenci Penjahat

    08/7/2025 05:00

    KEJAKSAAN Agung (Kejagung) bukan lembaga yang menakutkan. Terkhusus bagi rakyat, terkecuali bagi penjahat.

  • Investasi Enggan Melesat

    07/7/2025 05:00

    PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto tampaknya mulai waswas melihat prospek pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2028-2029.

  • Di Laut, Kita Dikepung Petaka

    05/7/2025 05:00

    LAGI dan lagi, publik terus saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara.

  • Jangan Menyerah Lawan Kekejian Israel

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.

  • Musim Potong Hukuman Koruptor

    03/7/2025 05:00

    SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.

  • Menjerat Penjaja Keadilan

    02/7/2025 05:00

    ADA angin segar dalam penegakan hukum terhadap koruptor.

  • Lagu Lama Korupsi Infrastruktur

    01/7/2025 05:00

    PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.

  • Mendesain Ulang Pemilu

    30/6/2025 05:00

    MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia

  • Jangan lagi Ditelikung Koruptor

    28/6/2025 05:00

    PEMERINTAH kembali terancam ditelikung koruptor.

  • Berhenti Membebani Presiden

    27/6/2025 05:00

    MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.

  • Mitigasi setelah Gencatan Senjata

    26/6/2025 05:00

    GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.

  • Nyalakan Suar Penegakan Hukum

    25/6/2025 05:00

    KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.

  • Menekuk Dalang lewat Kawan Keadilan

    24/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.