Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KONSTITUSI menyatakan DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Namun, kekuasaan legislasi DPR tidak mutlak karena setiap rancangan undang-undang (RUU) dibahas DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Tanpa persetujuan bersama, RUU tidak bisa disahkan, termasuk RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dibahas DPR bersama pemerintah empat tahun terakhir. Presiden Joko Widodo, Jumat (20/9), meminta penundaan pengesahan RUU KUHP yang diagendakan disahkan pada Rapat Paripurna DPR pada Selasa (24/9). Pengesahan diminta ditunda karena masih ada penolakan masyarakat.
Selama penundaan, DPR bersama pemerintah hendaknya kembali menjaring masukan dari berbagai kalangan, terutama terhadap 14 pasal RUU KUHP yang memerlukan pendalaman lebih lanjut.
Menunda pengesahan RUU KUHP untuk menjaring kembali suara rakyat patut diapresiasi. Karena, kepentingan rakyat ialah undang-undang tertinggi, salus populi suprima lex. Suara rakyat harus diutamakan. Inti dari sebuah regulasi, termasuk RUU KUHP, ialah melindungi kepentingan rakyat, melindungi kepentingan bangsa dan negara. Regulasi harus memudahkan semua orang berbuat baik, mendorong semua pihak berinovasi. Regulasi yang membelenggu rakyat, bangsa, dan negara harus dibuang jauh.
RUU KUHP yang membelenggu rakyat antara lain menyangkut delik kesusilaan yang dinilai memasuki wilayah privat. Mestinya, kekuatan hukum pidana berhenti di pintu kamar tidur. Kamar itu masuk wilayah ruang privat yang tidak boleh diintervensi negara. Karena itu, jangan menjadikan KUHP polisi moral.
Persoalan lainnya ialah RUU KUHP overkriminalisasi yang seakan-akan menempatkan warga sebagai sumber kekacauan yang mengancam tertib sosial. Misalnya, Pasal 432 RUU KUHP yang menyatakan bahwa setiap orang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan denda paling banyak kategori I, yang berarti Rp1 juta. Bukankah konstitusi menyatakan fakir miskin dan anak telantar dipelihara negara?
Harus tegas dikatakan bahwa menunda pengesahan RUU KUHP tidak mengurangi prestasi DPR periode 2014-2019 yang akan habis masa kerja pada 30 September 2019. Sebaliknya, DPR dipuji karena mengutamakan suara rakyat yang menghendaki agar substansi KUHP selaras semangat demokrasi.Yang paling penting lagi tidak mengekang kebebasan sipil.
Ukuran prestasi pembuat undang-undang bukan dilihat dari kuantitas undang-undang yang dihasilkan. Prestasi diukur dari kualitas regulasi yang diproduksi, sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa dilindungi.
DPR dan pemerintah hendaknya membuka ruang publik seluasnya untuk terlibat dalam pembahasan RUU KUHP. Elok nian bila pemerintah menginisiasi pembentukan gugus tugas yang terdiri atas pakar dan tokoh masyarakat untuk memberi masukan dalam pembahasan RUU KUHP. Hanya dengan cara itu RUU KUHP tidak mengebiri hak-hak sipil. Setelah diundangkan dan melibatkan partisipasi publik, tetapi masih ada yang menolak, ia pun terbuka lebar untuk diuji ke Mahkamah Konstitusi.
KUHP yang diundangkan bukanlah kitab suci. Pengundangan RUU KUHP tentu karya monumental. Karena KUHP buatan Belanda 219 tahun silam, hingga kini masih digunakan di ruang-ruang pengadilan. Sebagai produk kolonial, KUHP dibuat untuk mengamankan kepentingan penjajah, bukan kepentingan rakyat yang sudah 74 tahun merdeka.
Telah lama disadari KUHP ketinggalan zaman sehingga sejak 46 tahun silam sudah digagas untuk direvisi. Penundaan pengesahan RUU KUHP jangan sampai menghilangkan spirit untuk merevisi. Kita membutuhkan KUHP karya sendiri, tetapi bukan berarti menjadikannya polisi moral.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved