Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Tuduhan Kecurangan yang Asal-asalan

21/5/2019 05:05

TUDUHAN yang gencar disemburkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bahwa pemilu khususnya pemilihan presiden kali ini sarat dengan kecurangan memang sudah lama diragukan kebenarannya. Kini, ketika pemilu yang amat melelahkan hampir mendekati garis akhir perhelatan, tuduhan itu benar-benar termentahkan.

Adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mementahkan tudingan tersebut. Dalam sidang putusan pendahuluan kemarin, Bawaslu memutuskan tidak menerima laporan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi atas dugaan kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif alias TSM. Bawaslu sekaligus menolak untuk menindaklanjuti laporan BPN.

Putusan Bawaslu jelas tidak asal-asalan. Ia dibuat berbasiskan pertimbangan teramat kuat bahwa tuduhan BPN memang tidak kuat. Bawaslu menolak laporan BPN karena bukti-bukti yang diajukan belum memenuhi kriteria TSM. Bahkan, BPN hanya menyertakan bukti salinan cetak berita online dalam laporan pelanggaran administrasi pemilu.

Kualitas bukti BPN jauh dari yang dipersyaratkan, malah boleh dibilang asal-asalan, sebab print out berita tidak dapat berdiri parsial, tetapi harus didukung dengan alat bukti lain berupa dokumen, surat, ataupun video yang menunjukkan adanya perbuatan kecurangan masif. Bahkan, perbuatan itu harus terjadi paling sedikit di 50% dari jumlah daerah provinsi di Indonesia.

Sebagai pengawas sekaligus eksekutor pemutus perkara pelanggaran proses dan administrasi pemilu, Bawaslu telah membuat putusan. Tentu, sebagai bangsa yang telah sepakat menempuh jalan demokrasi dalam berbangsa dan bernegara, kita wajib menghormati putusan itu.

Ketika BPN membawa dugaan kecurangan pemilu ke Bawaslu, kita memberikan apresiasi karena langkah itulah yang seharusnya ditempuh sesuai dengan aturan main. Kalau kemudian laporan bahwa pemilu dinodai kecurangan yang bersifat TSM rontok di tengah jalan, BPN pun harus berbesar hati menerimanya.

BPN tak boleh lagi bersikap mendua. BPN harus menghormati dan menaati putusan itu seperti halnya ketika mereka memuji Bawaslu tatkala memutuskan Komisi Pemilihan Umum bersalah terkait dengan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) dan quick count lembaga survei.

Putusan Bawaslu menolak laporan dugaan kecurangan yang bersifat TSM dalam pemilu tentu menyakitkan BPN. Namun, itulah putusan yang sudah semestinya diketuk palu karena memang sesuai dengan fakta yang ada. Fakta bahwa pemilu telah berjalan sesuai koridor yang benar sehingga hasilnya tak bisa dan tak boleh ditawar-tawar.

Kalau pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin memenangi kontestasi, itulah kenyataan yang tak dapat dimungkiri. Nyatanya, mayoritas rakyat Indonesia memang tetap memilih Jokowi untuk kembali memimpin bangsa ini. Itulah daulat rakyat yang harus dijunjung tinggi oleh siapa pun, baik pemenang maupun mereka yang kalah dalam kompetisi.

 Pemilu 2019 memang belum sempurna. Masih cukup banyak kecurangan yang mewarnai. Akan tetapi, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tak mengakui hasilnya. Apalagi, selain tidak hanya jauh dari unsur-unsur TSM, kecurangan juga dilakukan kedua kubu.

Tak ada gunanya lagi BPN terus mengumbar tudingan bahwa ada kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pemilu 2019. Lebih baik mereka menunjukkan kebesaran jiwa dengan mengakui kemenangan Jokowi-Amin yang sudah terang benderang terpampang. Dengan putusan Bawaslu, kompetisi sebenarnya sudah selesai.

Kalah dalam pertandingan memang menyakitkan, tetapi mengakui kekalahan adalah suatu kehormatan. Masih ada waktu untuk menjemput kehormatan itu. Jangan malah sebaliknya terus mengingkari kenyataan, apalagi sampai melakukan tindakan-tindakan yang merusak demokrasi, termasuk mengerahkan massa yang hanya akan memicu perpecahan bangsa.



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik