Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Tiada Alasan Tolak Hasil Pemilu

17/5/2019 05:00

TUDINGAN negatif terkait dengan independensi lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu yang kerap dilontarkan sebagian kalangan dalam kaitan penyelenggaraan Pemilu 2019 terbukti memang sekadar permainan persepsi dengan bumbu narasi yang terkadang amat intimidatif.

Selama ini terus dikesankan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) ataupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah dijadikan alat penguasa untuk melanggengkan kuasa. Mereka dicap tidak independen, tidak netral, bahkan disebut punya kekuatan untuk melakukan kecurangan-kecurangan yang sistematis selama pemilu demi memenangkan petahana.

Namun, sekali lagi, itu hanya persepsi. Faktanya bertolak belakang dengan yang dipersepsikan. KPU dan Bawaslu mungkin saja menyimpan masalah pada persoalan-persoalan teknis masing-masing, tetapi bukan pada independensi mereka. Boleh jadi masih ada bolong penyelenggaraan dan pengawasan di sana-sini, tapi itu bukan dalam rangka mereka sedang mengupayakan kecurangan seperti yang kini kencang dinarasikan.

Kita ambil contoh keputusan Bawaslu dalam sidang mereka kemarin yang menyatakan KPU melanggar Pasal 532 dan 536 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 terkait dengan tata cara input data ke dalam Situng. Itu selayaknya bisa dijadikan salah satu bukti bahwa KPU ataupun Bawaslu tetap mampu menjaga profesionalitas dan independensi mereka.

Dua hal itulah yang memang paling dibutuhkan duet lembaga itu saat ini. Ketika narasi-narasi kecurangan terus dikumandangkan pihak-pihak yang sebenarnya tak siap berkompetisi, profesionalitas dan independensi lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu akan menjadi pembeda.

Dengan modal itu, kiranya Bawaslu sudah benar. Meskipun menyatakan KPU melanggar dalam hal input data ke dalam Situng, Bawaslu tetap tidak merekomendasikan penghentian Situng. Yang direkomendasikan Bawaslu ialah KPU mesti memperbaiki atau memverifikasi ulang data yang keliru dalam Situng tersebut.

Peribahasa lama mengatakan 'jangan gara-gara seekor tikus, lumbung padi dibakar'. Yang salah diputus salah, yang benar jangan pula disalah-salahkan. Dalam konteks Situng, prinsip itu sangat perlu dipegang teguh karena bagaimanapun, keberadaan Situng penting sebagai instrumen dalam menjamin keterbukaan dan akses informasi penyelenggaran pemilu bagi masyarakat.

Apresiasi yang sama juga mesti kita berikan kepada KPU yang tetap tekun menyelesaikan rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2019 meski tekanan, intimidasi, dan tuduhan dalam berbagai bentuk terus menerpa. Bahkan KPU bergeming walaupun kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengancam menarik semua saksi penghitungan suara di Pemilu 2019 dari tingkat kabupaten/kota hingga pusat.

KPU berkeyakinan sah tidaknya rekapitulasi suara menjadi tanggung jawab penuh KPU. Ada atau tidak ada saksi yang hadir, rapat pleno rekapitulasi tetap jalan. Apalagi dalam proses itu Bawaslu terus memelototinya. Justru, seharusnya proses rekapitulasi penghitungan suara di KPU menjadi panggung bagi semua pihak untuk beradu data.

Namun, inilah yang terjadi di Republik ini sekarang. Satu kubu terus melempar narasi-narasi kecurangan di ruang publik, tapi di ruang rapat tak banyak data yang bisa mereka tunjukkan. Mereka konsisten melontarkan klaim kemenangan, tetapi tidak banyak pula data yang bisa mereka sodorkan untuk membuktikan klaim tersebut.

Karena itu, sekali lagi, kita mendukung KPU untuk tetap istikamah dalam tugasnya sambil terus memperbaiki titik-titik lemah seperti yang ditemukan Bawaslu. Jika semua proses itu telah dilakukan dengan betul, dalam koridor profesionalitas dan independensi yang ketat, kiranya tak ada alasan bagi siapa pun untuk menolak hasil Pemilu 2019.

 



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik