Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
MUSTAHIL kita mengharapkan bahwa semua puisi memberikan wawasan atau tambahan pengetahuan bernuansa positif. Tentu saja, positif yang dimaksudkan di sini adalah laku bernilai universal maupun teologikal.
Siapa saja bebas untuk menghasilkan puisi. Puisi dapat ditulis oleh mereka yang memang memilih penciptaan puisi sebagai pembentuk identitas diri maupun oleh yang hanya menuliskan puisi jika ada pendorong khusus. Baik yang ditulis oleh pemuisi profesional maupun amatir, karyanya tetap harus dinyatakan sebagai puisi.
Dalam konteks ini, tidak elok membuat klasifikasi bahwa karya para profesional lebih bagus dibandingkan dengan karya yang amatir. Kualitas karya tidak semata-mata ditentukan oleh pilihan hidup yang telah ditempuhnya.
Karya pemuisi amatir yang dapat dikategorikan sebagai “sekali berarti sudah itu mati” terdapat dalam khazanah sastra di mana saja. Pun di Indonesia; khususnya pada dekade 1950-an ketika majalah bernuansa kebudayaan bermunculan, banyak pemuisi amatir hadir.
Dari buku Ernt Ulrich Kratz berjudul Bibliografi Karya Sastra Indonesia: Drama, Prosa, Puisi (1989), kita dibukakan mata, betapa banyak sastrawan—termasuk pemuisi di dalamnya—yang hanya menulis beberapa saja sepanjang hidupnya. Nama-nama seperti Basuki Gunawan, Sukro Wijono, atau P Sengodjo, jauh atau bahkan tidak terdapat dalam ingatan kita. Apakah karya-karya mereka tidak berkualitas? Tidak!
Itu sedikit penampang gambaran sastra Indonesia modern. Khusus berkenaan dengan penciptaan puisi, maupun genre lain, tidak ada keharusan untuk hanya menghasilkan karya-karya bernilai positif itu. Dengan mudah dapat kita saksikan, betapa banyak karya sastra, termasuk puisi, berisi ekspresi yang tidak berkenaan dengan pemartabatan kemanusiaan. Apakah karya sastra yang demikian tidak boleh atau tidak berkualitas? Bukan dalam konteks ini pembicaraan saya kali ini.
Tidak semua yang pernah kita baca, tersimpan dengan baik dalam ingatan kita. Bahwa banyak yang tersimpan adalah hal, peristiwa, atau adegan yang secara umum kurang pantas, itu adalah urusan masing-masing pribadi. Misalnya, orang lebih ingat novel David Herbert Lawrence berjudul Lady Chatterly’s Lover dibandingkan karya lain.
Atau ingat halaman-halaman tertentu novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag daripada karya lain. Barang kali adalah kenyataan kemanusiaan yang wajar. Akan tetapi, jika membincangkan permasalahan kontribusi yang ada kaitan dengan kemajuan atau pemartabatan manusia lewat bacaan, puisi khususnya, saya perlu mengajak kepada para pemuisi akan adanya dimensi ingatan kolektif.
Pada dimensi ingatan kolektif yang tentu merujuk kepada produksi masa lalu, tersedia dimensi yang beraneka rupa peranan dan kontribusinya. Seperti sudah saya sebutkan akan ingatan terhadap karya-karya tertentu tersebut, maka seorang pemuisi selain bebas untuk mengartikulasikan keunikan atau bahkan lecentia poetica-nya selalu mempunyai kesempatan untuk mengkreasi bangunan baru yang berdimensi pemartabatan kemanusiaan.
Bicara mengenai adab dan kemajuan bangsa Indonesia, para pemuisi dapat memberi kontribusi nyata melalui puisi bagi pemartabatan manusia.
Tentu, saya sedang tidak berbicara tentang hal ihwal khotbah, kendati lumayan banyak puisi yang berdekatan dengan isi khotbah. Yang ingin saya kemukakan adalah permasalahan diksi yang sesuai bagi karya puisi. Mohon tidak buru-buru menduga bahwa saya anti kata-kata makian, khususnya dalam bentuk lisan, sebab secara historis khazanah makian ini dulu identik dengan para bangsawan atau pembesar kerajaan.
Yang ingin saya nyatakan adalah bahwa melalui puisi tersedia ruang untuk memberikan “pengajaran” yang bernilai kemanusiaan. Mari kita ingat, bahkan karya pertama puisi Indonesia yang terbit pada tahun 1857 saja telah memanfaatkan puisi ini demi suatu kemajuan.
Bismillah itoe moela dikata
Rahman den rahim kedoewadja serta
Mengarang sair soewatoe tjeritta
Dengan pitoeloeng Toehan kitta.
Djikaloe membatja lagoe lagoekan
Njaringken soewara djangan tahanken
Hoerepdja djangan dipatoekerken
Soepaija birahie ijang mendengerken.
Membaca djangan sambiel bitjara
Pasehken lidah djaringken soewara
Segala ijang mendengar soepaija goembira
Kedalem hatidja seopaija misra.
Membatja hendak amat amattie
Sahingga selse maka berhantie
Didalem sepatah kata beberapa artie
Den ijang mendengar sompoel dihatie
Membatja dia hendak pahamken
Segala lapaldja angkao ingetken
Hoebaija hoebaija akoe pesenken
Djikalo salah djangan diijemken.
Memang tidak harus karya sastra membawa pesan moralistis atau teologis, tetapi jika kita bicara mengenai adab dan kemajuan suatu bangsa, hal ini Indonesia, para pemuisi tentu dapat memberi kontribusi nyata melalui puisi bagi pemartabatan manusia.
Permasalahan dasarnya adalah, dewasa ini cukup banyak yang kurang memahami bahwa puisi adalah genre sastra yang mensyaratkan penulisnya menguasai basisnya, yaitu aspek linguistik. Banyak yang mengira bahwa asal bisa menulis, maka dengan sendirinya dapat menghasilkan puisi; suatu anggapan yang menurut saya tidak tepat. (SK-1)
Baca juga: Energi Sastra
Baca juga: Cerita dan Utopia di Batavia
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Ibnu Wahyudi, peneliti dan dosen sastra di Universitas Indonesia. Menulis buku dan menjadi pembicara dalam berbagai seminar, simposium, dan konferensi, baik skala nasional maupun internasional. Esai berjudul Puisi yang Memartabatkan ini disajikan dalam acara Diskusi Sastra bertajuk Peran Sastra dalam Membangun Indonesia Maju di Terrace Coffee & Eatery, Kompleks Metro TV, Kedoya, Jakarta Barat.
Kompetisi membaca puisi berbahasa Mandarin merupakan upaya mendukung program pemerintah dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
LEBIH dari 1.800 pejalar dari seluruh Indonesia mengikuti lomba membaca puisi berbahasa mandarin tingkat nasional.
Rasakan emosi puisi! Pelajari citraan, kunci penyampaian perasaan mendalam melalui kekuatan kata yang memukau.
Acha Septriasa mengatakan puisi WS Rendra yang berjudul Hidup Itu Seperti Uap membantunya mendapatkan inspirasi dalam menjalani salah satu adegan di film Qodrat 2
Jelajahi puisi abadi Sapardi Djoko Damono! Temukan karya terkenal dan warisan sang penyair legendaris Indonesia.
Selami keindahan alam lewat puisi! Temukan pesan tersembunyi di balik rimbunnya hutan, birunya laut, dan gemerisik angin. Inspirasi dan refleksi menanti!
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menggelar rangkaian kegiatan strategis dalam rangka penguatan literasi dan sastra, serta revitalisasi bahasa daerah di Jawa Tengah.
Aprinus mencontohkan, beberapa karya yang kandungan SARA, yakni pada novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda).
Sastra sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Dengan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer adalah lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved