Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Puisi-puisi Aleksei Pleshcheyev

Sajak Kofe
30/4/2023 07:00
Puisi-puisi Aleksei Pleshcheyev
(Ilustrasi: Syahnagra Ismaill )

Musim Gugur 

Kutahu pasti, waktu ialah kejengahan; 
siang terlalu pendek dan singkat, sementara 
malam panjang diselimuti gelap dan hujan 
coba kau tengok, keredupan di mana-mana. 
Daun berlayuan dan berjatuhan dari pohon, 
menguning di semak-semak dan lapangan; 
awan melayang tak berujung di langit selatan... 
Musim gugur membosankan!.. Ya, itulah kau! 

Kutahu pasti, waktu ialah kejengahan, 
kekhawatiran begitu berat dan pahit: 
hati yang dahulu sangat kucintai, 
kini tertindas keraguan yang mematikan; 
satu per satu redup perlahan-lahan. 
Si pemuda membanggai mimpi sucinya, 
sedang si rambut abu-abu menerobos asa... 
Usia tua membosankan!.. Ya, itulah kau! 

1863 


Musim Semi 

Musim semi tiba di jendela 
dan udara segar berembus... 
Sedih mengendap di dadaku 
tergantikan pikiran yang cerah. 

Salju menghilang, es mencair 
tak membebani kilauan ombak... 
Mata bajak menunggu di ladang 
jauh dan sunyi dari tanah airku. 

Oh, aku lebih suka keluar dari 
kamar pengap ke ruang terbuka, 
di mana frasa berderak dan berjiwa 
suara sumbang tak bergemerincing. 

Pergi ke ladang! Pergi ke ladang! Alam raya 
malu-malu menampakkan keindahannya... 
Pergi ke ladang! Nyanyian kebangkitan 
terdengar bebas dan kuat di sana. 

1863 


Maaf 

Maaf, maaf, ini saatnya! 
Kita harus berpisah denganmu; 
layar putih berkibar dan bintang-bintang 
bercahaya di cakrawala biru. 

Oh, sandarkan kepala yang letih 
dekapkan dada hingga terbaring 
biarkan air mata terakhir menetes 
membasahi rambut dan bahu! 

Berpisah untuk waktu yang panjang... 
Kapan tempo kita berkumpul kembali, 
anak! Ini hati terasa dingin untuk 
menggantikan cinta yang lama! 

Melewati setiap masa dengan berani 
agar kelak kita tertawa bersama lagi 
meski saling diam satu sama lain 
air mata menetes tanpa sengaja... 

Maafkan aku, kawan! Jiwa 
bersedih... Namun waktu sudah tiba, 
begitu cepat kau pergi 
sebatang kara aku jadinya... 

1846 

Meski tujuan kita masih jauh dari harapan, namun kita tumbang sebagai pejuang jujur! 


Tetangga 

Aku bosan dan jengah; 
dari jendela langit tampak kelabu, 
sedang di balik dinding tetanggaku 
selalu saja terdengar lagu sedih. 

Siapa tetangga yang kesepian itu 
dan apa yang dia dambakan? 
Atau adakah takdir yang aneh 
sehingga dia berpisah dengan pacarnya? 

Ini tentang negeri yang jauh; 
ada kerinduan akhir-akhir ini. 
Apa dia putus asa dan berdiam 
diri di kamarnya yang sempit? 

Mungkin saja dia bosan sebab 
hidup ialah jalan panjang menjemukan. 
Sama sepertiku, apakah aku lebih suka 
pengembara malang datang beristirahat? 

Siapa pun dia; lagu itu menuangkan 
sepercik kegembiraan ke dalam jiwaku. 
Bernyanyilah, wahai tetangga!.. Tapi, air mata 
tak akan membiarkanku mendengar seutuhnya. 

Di sini dia diam; sama seperti sebelumnya, 
segala sesuatu di sekitarku sunyi, 
aku bosan dan sedih; dari jendela 
langit tampak kelabu. 

1845 


Bunga 

Di gurun, siang begitu gerah, 
dengan bangga dan tenang 
awan tipis mengapung-apung. 
Di padang pasir, kita tersiksa oleh rasa haus 
seberkas sinar menyala-nyala, dan 
sekuntum bunga mengirimkan doa untuknya: 
"Lihat, di padang rumput yang membosankan
aku mekar, sakit, dan lemah, 
tanpa kekuatan dan keindahan... 
Sangat tak menyenangkan bagiku bermekar: 
tak ada bayangan teduh di sini, 
tak ada embun segar, 
aku terbakar, mendekam dalam panas, 
dan patal yang pudar 
aku menempel di tanah hingga kering. 
Setiap hari, dengan harapan dan rahasia 
aku terus menunggumu untuk 
terbang ke sini sejenak, atau bahkan secara kebetulan; 
Ini dia... Dan aku menangis 
untuk memohon padamu, 
dan aku pun tahu 
kau akan tunduk pada permohonanku: 
bahwa hujan lebat segera turun, 
mengibaskan penutup yang berdebu, 
sepraiku akan hidup kembali, 
di bawah kelembaban langit yang cerah, 
mewah dan harum, 
pakaianku akan bersinar; 
di padang rumput keras, 
waktu berputar lama menuju ke kehidupan baru 
aku akan mengingat kepulangannya..." 
Tapi, bangga, tak terhindarkan, 
sekawanan awan di langit 
tersapu oleh bunga-bunga yang terkulai. 
Jauh, di atas ruang yang tertekan 
semua tak berguna, anehnya 
hujan turun; 
di padang pasir, kita tersiksa oleh rasa haus 
sinar menyala-nyala, 
bunga yang sakit itu layu perlahan... 
Dia masih menunggu, memudar,– 
awan lain segera tiba... 
Namun tak ada siapa-siapa. 

1858 


Sekarat 

Pergilah jiwaku dalam keraguan dan harapan! 
Akhiri perjuangan melawan kejahatan duniawi. 
Rasanya: kelopak mataku segera tertutup, 
saatnya terlelap dalam tidur panjang! 

Semua pasukan kelelahan tanpa hasil; 
kita tak menyayangkan perjuangan ini, 
tapi di pintu kuburan yang gelap-gulita 
kita enggan kirim kutukan pada takdir. 

Juga tak mengharapkan pembalasan 
untuk semua kehidupan yang diracuni... 
Kita sengsara, namun penderitaan itu 
lebih mahal daripada diam dan tidur. 

Mari tinggalkan dunia secara tenang, tanpa cela; 
biarlah mahkota kemenangan milik musuh, 
meski tujuan kita masih jauh dari harapan, 
namun kita tumbang sebagai pejuang jujur! 

1863 


Bacaan rujukan: 
1] A N Pleshcheyev. Kumpulan Puisi Lengkap. Moskwa, Leningrad: Penulis Soviet, 1964. 
2] Vsevolod Rozhdestvensky. Favorit. Moskwa., Leningrad: Fiksi, 1965. 

 

 

 

 


Aleksei Nikolaevich Pleshcheyev, penyair, kelahiran Kostroma, Kekaisaran Rusia, 4 Desember 1825 dan meninggal di Paris, Prancis, 8 Oktober 1893. Dia menjadi terkenal di negaranya pada 1840-an sebagai penulis himne revolusioner. Selain di dunia sastra, Pleshcheyev bekerja sebagai jurnalis dan kritikus seni di sejumlah surat kabar dan majalan di Saint Petersburg. Dia membantu dan menerbitkan karya-karya penulis Rusia, seperti Anton Chekhov, Semyon Nadson, Vsevolod Garshin, dan penulis muda lainnya. Puisi-puisi di Pleshcheyev di Sajak Kofe - Media Indonesia diterjemahkan oleh Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan kurator antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin (Pentas Grafika, Jakarta, 2022). Ilustrasi header: Syahnagra Ismaill. (SK-1) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya