Forum Dosen Hukum Pidana Sebut Pembahasan RUU KUHAP Minim Partisipasi Publik

Rahmatul Fajri
18/7/2025 16:43
Forum Dosen Hukum Pidana Sebut Pembahasan RUU KUHAP Minim Partisipasi Publik
Ilustrasi: Suasana rapat di Komisi III DPR RI(MI/Susanto)

FORUM Dosen Hukum Pidana Indonesia menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlangsung di Komisi III DPR tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna. Salah satu perwakilan, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo menyebut DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.

"Kami mencermati bahwa proses pembahasan RKUHAP berlangsung dengan minim partisipasi publik yang bermakna. DPR dan Pemerintah hanya mendengar sebagian kecil kelompok secara selektif, sementara kelompok yang paling terdampak, seperti korban salah tangkap, korban penyiksaan, dan korban tindak pidana tidak diberi ruang untuk menyampaikan pandangan dan pengalamannya," kata Harkristuti, melalui keterangannya, Jumat (18/7).

Harkristuti mengatakan partisipasi masyarakat secara  bermakna adalah syarat konstitusional sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020. Ia mengatakan mengabaikan prinsip ini merupakan pelanggaran  terhadap asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, ia juga menyoroti kehadiran tenaga ahli dan akademisi dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Pemerintah hanya dijadikan pelengkap administratif dan simbol legitimasi, bukan mitra substantif dalam pembahasan. Para akademisi tidak benar-benar dilibatkan secara mendalam dalam proses perumusan norma, dan hanya diberikan informasi  perkembangan dokumen DIM secara terbatas dan sepihak. 

"Ini menunjukkan bahwa masukan akademik hanya difungsikan sebagai formalitas, bukan sebagai landasan ilmiah dan normatif dalam pembentukan hukum," katanya.

Maka dari itu, Harkristuti meminta Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU KUHAP 2025 dan mengembalikannya ke proses yang transparan, dan partisipatif, serta berbasis bukti dan penelitian, sejalan dengan prinsip negara hukum. Ia meminta penyusunan RUU KUHAP dibahas melibatkan semua pihak.

"Penyusunan ulang RKUHAP secara substansial, dengan melibatkan perguruan tinggi, akademisi, LBH, NGO, korban, serta lembaga independen seperti Komnas HAM, KY, Komnas Perempuan, LPSK, dan Ombudsman," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan pembahasan RUU KUHAP telah melalui proses yang transparan. Ia membantah adanya kritikan yang menyebut pihaknya ugal-ugalan dan sembunyi-sembunyi dalam membahas RUU KUHAP tersebut. 

Habiburokhman bahkan menyebut DPR saat ini merupakan institusi yang paling transparan karena pembahasan disiarkan melalui live streaming

"Saya pikir bukan bermaksud menyombongkan diri, DPR saat ini instutisi yang paling transparan. Jangankan hasil rapat kita bisik-bisik aja bisa, kedengeran Pak waktu kemarin kita live, apa kita bisik-bisik kanan kiri dengan teman-teman aja terdengar, jadi gak ada yang sama sekali disembunyikan," ujar Habiburokhman.

"Saya menolak keras kalau proses penyusunan RUU disebut ugal-ugalan, mungkin yang mengkritik lah yang mengkritiknya ugal-ugalan," tambahnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya