Headline
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.
MENTERI Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi soal pemisahan pemilu nasional dan lokal. Menurutnya secara konstitusi, putusan MK bersifat final dan mengikat.
“Pemerintah tidak punya pilihan. Meski kadang pemerintah punya pertimbangan teknis di lapangan, tapi putusan MK itu final dan mengikat,” ucap Yusril kepada awak media di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/7).
Yusril menjelaskan, putusan MK terkait pemisahan pemilu pusat dan daerah bisa menjadi persoalan baru jika diterapkan. Pasalnya, masa jabatan presiden bersifat konstitusional dan tidak bisa diperpanjang oleh lembaga mana pun.
“Kita ada deadline. Pemilu tidak bisa diundur. Masa jabatan presiden dan wakil presiden tidak bisa diperpanjang. Enggak ada lembaga yang bisa menunjuk penjabat presiden,” ujar Yusril.
Dalam praktiknya, Yusril mengatakan kepala daerah bisa digantikan oleh penjabat, skema yang sama tidak berlaku untuk kepala negara. Jika pemilu gagal digelar tepat waktu, maka akan terjadi kekosongan konstitusional yang sangat serius.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah saat ini telah membentuk tim lintas kementerian untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut.
Kementerian Dalam Negeri menjadi leading sector, sementara aspek hukum akan dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum dan HAM.
“Memang leading sector-nya Kemendagri, tapi kami juga dilibatkan. Nanti akan dibagi, mana yang harus dikerjakan pemerintah, mana yang menjadi urusan DPR,” ucapnya.
Yusril mengatakan, pemerintah akan mengambil inisiatif lebih dulu dalam mengajukan revisi undang-undang pemilu.
Alasannya, pemerintah lebih solid sebagai satu suara, sedangkan DPR terdiri dari banyak fraksi dengan kepentingan berbeda-beda.
“Lebih baik pemerintah yang mengajukan. Kalau DPR, pembahasannya bisa lebih rumit karena fraksi banyak dan kepentingan politiknya beda-beda,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril mengingatkan bahwa UUD 1945 Pasal 22E secara tegas menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan satu kali dalam lima tahun untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD.
“Enggak bisa ditafsirkan lain. Jadi kita harus serius berpikir soal tata kenegaraan ini,” tegasnya.
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXI/2023 membatalkan penyelenggaraan pemilu secara serentak penuh dan membaginya menjadi dua fase: pemilu nasional dan pemilu daerah.
Putusan ini disebut-sebut membuka tantangan besar dalam tata kelola pemilu, termasuk kemungkinan perpanjangan jabatan kepala daerah dan implikasi legislasi yang kompleks. (H-4)
Puan mengacu pada Pasal 22E UUD 1945 yang mengatur pemilu lima tahunan untuk memilih presiden, wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD.
Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengesahkan peraturan itu setelah mendapatkan persetujuan saat rapat paripurna DPR RI, Selasa (8/7).
Umbu mengatakan MPR tidak berwenang menafsirkan putusan MK yang nantinya berdampak pada eksistensi dan keberlakuan putusan MK. Ia mengatakan putusan MK bersifat final dan mengikat.
Ketua Komisi II DPR itu mengatakan saat ini DPR juga belum menentukan sikap resmi. Soal putusan MK masih jadi topik diskusi antarfraksi.
Rifqi mengeluhkan bahwa isu kepemiluan selalu hadir. Meski pesta demokrasi itu sudah beres
Ketua DPP Partai NasDem itu menilai MK telah melampaui kewenangannya. Padahal, tugas DPR dan pemerintah dalam membentuk norma melalui undang-undang.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 2012-2017 itu menilai, putusan MK relevan dengan kebutuhan demokrasi.
Hal tersebut diperlukan agar jalannya perhelatan pemilu mendatang terselenggara dengan lebih baik dan berkualitas demi perbaikan demokrasi Indonesia ke depan.
MK dalam perkembangannya tidak lagi menjadi sekadar negative legislator dalam meneruskan suatu perkara, tetapi sudah melangkah progresif sebagai lembaga yang dapat menafsirkan konstitusi.
PAKAR hukum Pemilu FH UI, Titi Anggraini mengusulkan jabatan kepala daerah dan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota yang terpilih pada Pemilu 2024 diperpanjang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved