Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Eks Penyidik: KPK Harus Manfaatkan Ekstradisi Tannos untuk Ungkap Aliran Korupsi KTP-E

Devi Harahap
15/6/2025 11:02
Eks Penyidik: KPK Harus Manfaatkan Ekstradisi Tannos untuk Ungkap Aliran Korupsi KTP-E
ilustrasi(MI/Ebet)

PERMOHONAN penangguhan penahanan yang diajukan oleh tersangka dan buron korupsi KTP elektronik (KTP-E) Paulus Tannos di Singapura memicu tantangan baru bagi Pemerintah Indonesia. 

Proses sidang pendahuluan untuk ekstradisi kasus Tannos yang dijadwalkan akan berlangsung pada 23–25 Juni 2025 di Singapura dinilai menjadi ujian berat atas perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura. 

Mantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengatakan pemerintah Indonesia khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memanfaatkan sebaik mungkin proses ekstradisi ini untuk memulangkan Tannos. Jika tidak, peluang dia kembali melarikan diri akan kembali terjadi. 

“Ini kesempatan emas bagi KPK karena sudah dilakukan penahanan oleh Singapura, walaupun Tannos melakukan perlawanan hukum. Pemerintah Indonesia harus berhasil meyakinkan pihak otoritas Singapura bahwa Tannos adalah pelaku kejahatan korupsi dan harus dipulangkan baik melalui putusan pengadilan atau upaya paksa,” kata Yudi kepada Media Indonesia pada Minggu (15/6). 

Menurut Yudi, Tannos sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra yang terlibat dalam pusaran korupsi megaproyek KTP-E, memiliki peran sangat penting dalam mengungkap aliran dana korupsi tersebut. Proses pengungkapan tersangka juga akan lebih mudah bila Tannos dapat disidangkan di Indonesia. 

“Jadi KPK harus berhasil memulangkan Paulus Tannos ke Indonesia karena karena dia menjadi saksi kunci terkait kasus mega korupsi E-KTP,” imbuhnya. 

Yudi menilai, penangkapan Tannos membuka peluang bagi KPK untuk menelusuri siapa saja yang terlibat dan menetapkan tersangka baru. Sebab, dalam sidang-sidang perkara korupsi KTP-E terungkap, masih banyak pihak lain yang menerima aliran dana haram proyek pengadaan KTP-E.

“Tannos mengetahui begitu banyak informasi terkair siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam permufakatan jahat korupsi E-ktp ataupun terkait dananya mengalir ke mana saja,” ujarnya. 

Yudi juga menjelaskan bahwa KPK pernah memetakan aliran dana korupsi proyek KTP-el untuk melihat target prioritas. KPK, menurut dia, sudah mengantongi bukti awal terhadap penerima dana haram proyek KTP-el. Dengan demikian, penyidik kini tinggal membuktikan dan memperkuat alat buktinya.

Jika kesempatan emas untuk memulangkan Tannos ini gagal dilakukan pemerintah Indonesia, peluang untuk kembali mengadili Tannos akan jauh semakin sulit. Oleh karena itu, Yudi mendorong agar KPK mempersiapkan bukti sebaik mungkin untuk menghadapi perlawanan bukum Tannos.  

“Saya tidak bisa membayangkan ketika Paulus panos berhasil menang dan ditangguhkan penahanan, dia punya paspor dari negara lain sehingga bisa kemana saja. Tentu akan sulit untuk kembali melacak jejaknya,” kata Yudi

“Dengan pengalaman ini, pasti Tannos tidak akan kembali ke Singapura ataupun ke negara-negara yang mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Tentu dia akan mencari negara-negara yang tidak mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Dan itu akan lebih sulit bagi Indonesia,” sambungnya. 

Diketahui, Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi KTP-E dan menjadi buron yang dicari oleh KPK sejak 19 Oktober 2021. Jejaknya sempat terdeteksi di Thailand pada awal 2023, tetapi lolos dari jeratan hukum karena belum ada red notice dari Interpol.

Paulus Tannos ditangkap Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di negara tersebut pada 17 Januari 2025. Penangkapan buron Paulus Tannos di Singapura tersebut membuka kembali lembaran kasus korupsi megaproyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) 2011-2012. 

Kejahatan itu dianggap nyaris sempurna karena korupsi dimulai dari perencanaan dan melibatkan anggota legislatif, eksekutif, BUMN, hingga pihak swasta. Tak tanggung-tanggung, kerugian negara akibat korupsi itu mencapai Rp 2,3 triliun. (P-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya