Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KOMISI Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) mengungkap kasus-kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak beberapa pekan terakhir ini sangat memprihatinkan, pasalnya pelaku kekerasan melibatkan berbagai profesi yang seharusnya memberi perlindungan dan pelayanan kepada korban kekerasan seksual.
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah menjelaskan berbagai kasus tindak pidana kekerasan seksual yang melibatkan Kapolres Ngada, Guru Besar Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, hingga Dokter PPDS Unpad sebagai pelaku, menandakan bahwa segmentasi kekerasan seksual kian meluas tanpa memandang tempat dan latar belakang.
“Kalau di dalam Undang-Undang TPKS, berbagai profesi seperti dokter, guru besar, kemudian kepolisian disebut sebagai pihak yang seharusnya memberikan perlindungan dan pelayanan kepada korban dan masyarakat,” kata Anis kepada Media Indonesia di Jakarta pada Kamis (10/4).
Anis menegaskan bahwa tiga pelaku kasus pencabulan dan pemerkosaan tersebut harus menjadi alarm yang serius untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap darurat kekerasan seksual karena pelaku mempunyai berbagai modus untuk menjerat korban.
Selain itu, Anis juga mendorong agar kasus pelecehan seksual guru besar UGM terhadap 13 orang mahasiswi, jangan hanya memberhentikan pelaku namun juga harus ditindaklanjuti dengan proses hukum agar para korban mendapat keadilan.
“Kasus kekerasan seksual memang cukup memperhatikan, makin memperluas segmentasinya. Untuk kasus yang di UGM tentu kami mendorong meskipun proses di kampusnya itu sudah diberhentikan, tetapi saya kira sangat penting untuk ditindaklanjuti dengan proses hukum karena itu tidak pidana,” ujarnya.
Sementara pada kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS anestesi di Universitas Padjadjaran, Komnas HAM mendorong agar pihak kepolisian dapat memberikan sanksi yang seberat-beratnya.
“Kita berkepentingan untuk mengawal agar nantinya aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya. Jadi para pihak itu mesti diberikan pemberatan hukuman karena status pelaku yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan bagi masyarakat,” jelasnya. (H-2)
Komnas HAM mencatat pada Pemilu maupun Pilkada 2024, setidaknya ada 181 orang anggota tim penyelenggara yang meninggal dunia.
Putusan MK ini menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi petugas pemilu.
Komnas HAM mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan lokal
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia serta buruknya pelayanan kepolisian kepada masyarakat merupakan fakta yang dirasakan publik.
Komnas HAM mencatat bahwa institusi Polri menjadi institusi yang paling banyak diadukan dalam dugaan praktik penyiksaan sepanjang periode 2020 hingga 2024.
Hasil rekomendasi Komnas HAM sudah diterima oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pada Jumat (20/6).
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
selama ini lebih dari 50% lembaga di Indonesia sudah memberikan layanan menggunakan UU TPKS.
Sanksi pemberatan harus dilakukan karena oknum-oknum tersebut seharusnya pihak yang harus memberikan perlindungan terhadap perempuan.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyampaikan progres sisa peraturan turunan UU TPKS.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved