Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
KOALISI Kawal Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang diinisiasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menekankan ada dua tujuan dari Undang-Undang Masyarakat Adat. Pertama, undang-undang ini bertujuan untuk mewujudkan penghormatan, pengakuan, dan perlindungan hak masyarakat adat sebagaimana disebut di dalam konstitusi.
Kedua, undang-undang ini perlu membuat suatu harmonisasi terhadap beberapa peraturan yang selama ini justru sebagai sumber dari masalah. Deputi II Sekjen AMAN Bidang Advokasi dan Politik Erasmus Cahyadi menyebut dua tujuan itu perlu dielaborasi melalui beberapa tindakan.
Selain itu, perlu juga suatu mekanisme pengakuan yang sederhana. Pihaknya mengusulkan lewat rancangan undang-undang ini adalah melalui prosedur pencatatan.
“Pasalnya aturan daerah sebagaimana aturan yang ada sekarang sebagai alat untuk mengakui masyarakat adat itu terlalu mahal. Rata-rata kami mencatat berdasarkan interaksi kami dengan banyak sekali pemerintah daerah. Satu peraturan daerah itu Rp500 juta, baru dia bisa sah jadi peraturan daerah,” katanya dalam diskusi di DPR, Jumat (11/7).
Selain itu, perlunya membentuk lembaga di tingkat nasional. AMAN menyebut nyaris tidak ada hal lain yang bisa dilakukan untuk mengkoordinasikan isu-isu terkait dengan masyarakat adat di tingkat nasional kalau tidak ada lembaga baru yang dibentuk.
“Karena itu kami mengusulkan sebetulnya Komisi Nasional Masyarakat Adat yang di daerah itu diikuti dengan pembentukan panitia masyarakat adat untuk melakukan verifikasi terhadap identitas masyarakat adat,” jelas Erasmus.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyebut perlindungan dan pengakuan adalah kebutuhan paling fundamental dari masyarakat adat. Untuk itu ia berharap undang-undang ini nantinya akan menjawab kebutuhan utama dari masyarakat adat.
“Negara harus hadir untuk mengidentifikasi dan mendata masyarakat adat. Selama ini kan hanya satu instrumen yang digunakan, yaitu melalui peraturan daerah,” kata Anis.
“Dalam beberapa tahun terakhir kami memandang bahwa berbasis pada pengaduan yang masuk ke Komnas HAM, perda ini seringnya belum menunjukkan adanya partisipasi masyarakat adat, sehingga dibutuhkan adanya mekanisme alternatif. Perda bukan satu-satunya mekanisme untuk memberikan pengakuan dan pendataan bagi masyarakat adat,” lanjutnya.
Komnas HAM menegaskan setidaknya ada hak-hak dasar yang penting nantinya dijamin di dalam RUU ini. Yang pertama adalah tanah dan sumber daya alam. Kemudian bagaimana masyarakat adat juga memiliki hak untuk membentuk sistem politik, ekonomi, dan sosial.
“Yang ketiga kesehatan, pekerjaan, pendidikan, kebebasan beragama dan berkeyakinan. Selain hak-hak itu adalah yang terakhir ini terkait dengan mekanisme pemulihan,” pungkasnya. (Ifa/M-3)
KETUA Komisi XIII DPR dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya optimistis Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat bisa disahkan di era pemerintahan Prabowo Subianto.
PSBI juga mendorong pentingnya pembangunan manusia yang berakar pada budaya dan nilai-nilai luhur.
Abdon Nababan mengungkapkan berdasarkan UUD masyarakat adat merupakan bagian dari HAM, atas dasar itu Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
DI tengah tantangan ketahanan pangan nasional, masyarakat adat disebut telah membuktikan diri sebagai penjaga kedaulatan pangan yang berkelanjutan.
RUU Masyarakat Adat penting untuk menjamin hak-hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan.
Pemerintah harus mengambil sikap tegas untuk mencegah kasus intoleransi terjadi di kemudian hari.
Komnas HAM menyatakan bahwa pembubaran kegiatan retret remaja Kristen di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai hak asasi manusia.
PEMERINTAH melalui Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) melangsungkan kick off revisi Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM bersama para pakar dan ahli.
Seringkali kebijakan pemerintah atau proyek pembangunan tidak mempertimbangkan hak-hak tradisional dan keberlangsungan hidup masyarakat adat.
KEMENTERIAN Hak Asasi Manusia (HAM) mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Revisi UU HAM
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved