Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
KETUA Komisi XIII DPR dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya optimistis Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat bisa disahkan di era pemerintahan Prabowo Subianto. Yang diperlukan, katanya, adalah spirit bersama serta strategi agar RUU ini bisa gol.
“Kalau substansi, bagi saya karena kita sudah berdialektika hampir 20 tahun, yang paling penting tuh bagaimana menetapkan strategi agar ini gol. Kalau saya melihat tone positif, justru ini disahkan di zaman Pak Prabowo, saya sangat optimis,” katanya dalam diskusi penyusunan RUU Masyarakat Hukum Adat di Baleg DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/7).
Sebagai informasi RUU Masyarakat Hukum Adat telah masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas tahun 2025. Pada 2025 ini pengusulnya adalah anggota DPR RI dari fraksi Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pengusul dari fraksi Partai NasDem dan PKB telah mengirim surat permohonan penyusunan naskah akademik dan RUU kepada Badan Keahlian DPR RI. Permohonan tersebut telah disetujui dan selanjutnya dilakukan proses penyusunan sesuai prosedur di Badan Keahlian.
“Ini undang-undang kalau kita tarik dari 2014, sejarahnya sudah keluar surpres tapi DIM gak ada. Itu lebih tragis dari periode 2019-2024 karena surpres-nya keluar sudah di ujung,” papar Willy.
“2019-2024 itu sudah selesai di Baleg, kebetulan ketua panja-nya saya. Tapi tidak pernah diparipurnakan sebagai hak inisiatif DPR. Kenapa? Waktu itu kita sedang membahas dan mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja. Ada narasi yang dibangun ini bertabrakan dengan Undang-Undang Cipta Kerja,” jelasnya.
Karena itu, kata dia, semua pihak perlu mencari benang merah untuk berjuang bersama. Willy mencontohkan perjuangan serupa pernah berhasil dilakukan di Brasil karena ada spirit untuk mempertahankan hutan Amazon.
Ia menyampaikan beberapa konteks untuk menjadi poin perjuangan. Menurutnya, mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat adalah merawat akar republikanisme. “Kenapa? Soekarno mengatakan Indonesia ini kan taman sari dari masyarakat adat dan kebudayaan lokal,” ujarnya.
Ia juga mencontohkan narasi yang bisa disuarakan seperti laporan UNESCO bahwa Indonesia kehilangan dua bahasa daerah per tahun. Selain itu, perlu juga dibangun atau ditunjukkan best practice.
“Yang paling maju memang Bali. Kita bisa belajar dari Bali bagaimana pengelolaan desa adat. Kalau ini menjadi momok bagi investasi. Kita bisa katakan, ini contohnya Bali aman-aman aja dengan pengelolaan desa adat,” ujarnya.
Matangkan Substansi
Sementara itu, Anggota Komisi XIII DPR sekaligus Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi PKB Ahmad Iman Sukri PKB menyebut perlu juga mematangkan substansi, terutama pengaturan soal tanah. “Nanti kita FGD dengan kementerian terkait, Kementerian Kehutanan dan BPN. Untuk (membahas) berapa sih yang sudah terdaftar di daerah tanah-tanah ulayat itu?” katanya.
Pasalnya persoalan tanah yang paling potensial menjadi konflik. Untuk itu sebelum RUU ini disahkan, harapannya sudah ada peta tanah ulayat yang jelas jumlahnya dan di mana saja.
“Nanti kita minta masukkan juga dengan mengundang ahli-ahli di bidang tanah supaya nggak ada kekhawatiran yang berlebihanan. Ini perlu kita bahas maraton agar persoalan aset dan tanah adat ulayat itu benar-benar diatur dalam undang-undang ini,” pungkasnya. (Ifa/M-3)
KOALISI Kawal Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang diinisiasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menekankan ada dua tujuan dari Undang-Undang Masyarakat Adat.
PSBI juga mendorong pentingnya pembangunan manusia yang berakar pada budaya dan nilai-nilai luhur.
Abdon Nababan mengungkapkan berdasarkan UUD masyarakat adat merupakan bagian dari HAM, atas dasar itu Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
DI tengah tantangan ketahanan pangan nasional, masyarakat adat disebut telah membuktikan diri sebagai penjaga kedaulatan pangan yang berkelanjutan.
RUU Masyarakat Adat penting untuk menjamin hak-hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan.
PENETAPAN RUU MHA dan RUU PPRT sebagai RUU dalam Prolegnas Prioritas 2025 harus benar-benar dikawal hingga menjadi undang-undang.
Sepanjang 2021-2022 telah terjadi 301 kasus perampasan area adat. Pada Januari-September 2023 terjadi 12 kasus kriminalisasi warga adat.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kalimantan Timur menyebut jumlah Masyarakat Hukum Adat (MHA) di daerah itu kini menjadi tujuh.
Hutan adat itu tersebar di tiga kabupaten, yaitu di Kabupaten Pidie tiga MHA, Aceh Jaya dua MHA dan Kabupaten Bireuen tiga MHA.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved