Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Masyarakat Adat Rentan Jadi Korban, RUU MHA Mendesak Disahkan

Devi Harahap
10/10/2024 17:26
Masyarakat Adat Rentan Jadi Korban, RUU MHA Mendesak Disahkan
Suku Anak Dalam (SAD) Jambi(MI/Solmi)

Perwakilan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PP MAN), Gregg Djako mengatakan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU-MHA) yang terus tertunda lebih dari 20 tahun dalam agenda program legislasi nasional (prolegnas), telah menunjukkan bahwa pemerintah masih abai terhadap mandat konstitusi.  

“Negara ini gagal paham dan belum bisa melindungi masyarakat adat meskipun Undang-Undang Dasar 1945 sudah mengakui keberadaan masyarakat adat sebagai satuan yang eksis di tengah masyarakat. Ketiadaan aturan UU akhirnya menimbulkan berbagai represif dan kekerasan, serta perampasan tanah-tanah adat di berbagai wilayah,” jelasnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Kamis (10/10). 

Gregg menjelaskan fakta di berbagai persidangan kerap kali memenangkan pihak pemerintah dan DPR yang mendukung bahwa RUU masyarakat adat tidak mendesak, sehingga konflik terkait masyarakat adat yang berkaitan dengan agraria kerap kali terjadi. 

Baca juga : 8 Kawasan Hutan Adat Mukim Aceh Resmi Diakui Negara

“Saat ini konflik agraria di masyarakat adat yang melawan korporasi masih menjadi yang tertinggi, kemudian disusul konflik masyarakat adat dengan pemerintah. Hal-hal begini sepertinya dibiarkan begitu saja, akhirnya masyarakat adat tidak bisa lagi percaya kepada pemangku kepentingan dan akan melakukan aksi kembali ke DPR dan Istana Negara esok,” jelasnya.

Sementara itu, pada 2023 menunjukan estimasi jumlah masyarakat adat sekitar 24 persen dari total populasi. Jika dibandingkan jumlah penduduk saat ini, ada sekitar 64,8 juta masyarakat adat di Indonesia. Berdasarkan Statistik Kebudayaan 2021, masyarakat adat tersebar merata dan terkumpul di 488 desa adat dengan lebih dari 2.000 kelompok.

Selain itu, sepanjang 2021-2022 telah terjadi 301 kasus perampasan area adat. Pada Januari-September 2023 terjadi 12 kasus kriminalisasi warga adat. Konflik di area adat seluas 8,5 juta hektar ini terkait sektor perkebunan, pertambangan, dan hutan pemerintah.

Baca juga : Hari Masyarakat Adat Internasional, Yuk Ketahui Hak dan Alasan RUU Masyarakat Adat Penting

Gregg mengatakan belum diakuinya hak atas tanah membuat akses warga adat terhadap wilayahnya amat terbatas serta banyak terjadi diskriminasi hukum antara masyarakat adat yang minoritas dibandingkan kekuasaan korporasi. Dengan disahkannya RUU ini, lanjut Gregg akan membuat hak puluhan juta masyarakat adat lebih terjamin. 

“RUU ini harus disahkan karena dampaknya bagi masyarakat adat adalah eksistensi mereka akan diakui secara undang-undang. Lalu para pemegang kebijakan akan mengeluarkan produk turunan, salah satunya perda, sehingga perampasan tanah yang banyak di berbagai kabupaten dan desa dapat diminimalisir,” ujarnya. 

AMAN juga mencatat sepanjang era Jokowi, ada sekitar 11,78 hektar wilayah hutan adat yang dirampas oleh pihak perusahaan swasta hingga pemerintah. Sebanyak 925 masyarakat adat menjadi korban kriminalisasi dalam aksi perampasan itu. 

Baca juga : MPR Ingatkan Upaya Memperjuangkan Hak-Hak Masyarakat Adat Harus Konsisten

Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjelaskan masyarakat adat menjadi salah satu kelompok rentan yang kerap mendapatkan perilaku pelanggaran HAM.  

“Masyarakat adat yang masuk dalam kelompok rentan, kerap kali menjadi korban pelanggaran HAM, mulai dari perampasan tanah, penggusuran hingga ancaman. Sepanjang 2024 ini,  pihak yang paling banyak mendapatkan perilaku pelanggaran HAM memang di masyarakat adat karena mempertahankan wilayah tanah dan hutan adat,” jelasnya. 

Terpisah, komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti menyatakan bahwa masyarakat adat dan pendamping komunitas kerap kali mengalami kerentanan kriminalisasi.

“Dari temuan dokumentasi perempuan pembela HAM (WHRD), Komnas Perempuan mencatat sebanyak 1.054 orang yang terdiri dari 1.019 laki-laki, 28 perempuan, dan 11 anak-anak diduga mengalami kriminalisasi akibat memperjuangkan perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan tinggalnya,” pungkasnya. (DEV/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya