Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

RUU TNI Disahkan, Pakar Hukum: Kesalahan Sejarah Kembali Diulang

Devi Harahap
20/3/2025 13:00
RUU TNI Disahkan, Pakar Hukum: Kesalahan Sejarah Kembali Diulang
PAKAR hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar.(Dok. Antara)

PAKAR hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi Undang-Undang (UU TNI) dengan proses yang singkat dan tidak partisipatif oleh DPR dan pemerintah adalah kesalahan sejarah kelam yang diulangi.

Zainal mengatakan bahwa negara secara gamblang telah mengulangi kesalahan mengenai penerapan sistem dwifungsi ABRI (TNI) yang sempat diredam dengan perjuangan reformasi. Menurutnya, RUU TNI yang digodok pemerintah menunjukkan arogansi dan kepongahan negara dalam mencederai hukum.

“Perlawanan terhadap RUU TNI ini adalah bentuk perlawanan terhadap kepongahan negara. Negara sudah terlalu pongah dalam membuat peraturan, yang itu barangkali membuat dosen fakultas hukum kebingungan harus mengajarkan apa,” kata Zainal dalam keterangannya pada Kamis (20/3).

Menurut Zainal, UU TNI secara halus dapat menjembatani dwifungsi yang pada akhirnya akan membangkitkan otoritarianisme dalam pemerintahan. Menurutnya, otoritarianisme seperti era Orde Baru bisa beradaptasi dengan zaman dan muncul dalam bentuk baru.

“Yang menurut saya, maaf, agak tolol adalah mereka yang mengatakan Orde Baru tidak akan dibangkitkan kembali. Neo-otoritarianisme tidak pernah sama. Namun, yang terjadi adalah pengulangan paradigma dengan cara baru,” imbuhnya.

Selain itu, Zainal juga turut menyoroti beberapa poin penting dalam UU TNI mengenai perubahan usia pensiun dan penempatan militer di jabatan sipil. Zainal juga menegaskan, dalam negara demokrasi, keputusan seperti demikian diambil melalui kebijakan mendalam, bukan justru membuat kesimpulan lebih dulu lalu mencari justifikasi.

“Biasakan dalam negara demokrasi, jangan konklusi mendahului analisa. Sudah ada konklusi duluan kalau ada dwifungsi, baru analisanya dicari-cari. Mari kita lakukan analisa dulu, baru konklusi yang tepat,” tegasnya.

Lebih jauh, Zainal menilai saat ini ada mismanejemen dalam pengelolaan jabatan di tubuh TNI. Pasalnya, kata dia, Indonesia memiliki surplus 419 jenderal yang seharusnya ditangani dengan reformasi manajemen ketentaraan, bukan menempatkan tentara di jabatan sipil.

Dia kemudian, membandingkan dengan sistem militer di Amerika Serikat yang meskipun menetapkan jenderal sebagai posisi tertinggi, tetapi lebih banyak kolonel yang mengisi struktur.

“Kita ini seperti keledai dungu yang jatuh ke lubang yang sama kalau kita biarkan dwifungsi ABRI bangkit kembali,” pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya