Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PAKAR hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi Undang-Undang (UU TNI) dengan proses yang singkat dan tidak partisipatif oleh DPR dan pemerintah adalah kesalahan sejarah kelam yang diulangi.
Zainal mengatakan bahwa negara secara gamblang telah mengulangi kesalahan mengenai penerapan sistem dwifungsi ABRI (TNI) yang sempat diredam dengan perjuangan reformasi. Menurutnya, RUU TNI yang digodok pemerintah menunjukkan arogansi dan kepongahan negara dalam mencederai hukum.
“Perlawanan terhadap RUU TNI ini adalah bentuk perlawanan terhadap kepongahan negara. Negara sudah terlalu pongah dalam membuat peraturan, yang itu barangkali membuat dosen fakultas hukum kebingungan harus mengajarkan apa,” kata Zainal dalam keterangannya pada Kamis (20/3).
Menurut Zainal, UU TNI secara halus dapat menjembatani dwifungsi yang pada akhirnya akan membangkitkan otoritarianisme dalam pemerintahan. Menurutnya, otoritarianisme seperti era Orde Baru bisa beradaptasi dengan zaman dan muncul dalam bentuk baru.
“Yang menurut saya, maaf, agak tolol adalah mereka yang mengatakan Orde Baru tidak akan dibangkitkan kembali. Neo-otoritarianisme tidak pernah sama. Namun, yang terjadi adalah pengulangan paradigma dengan cara baru,” imbuhnya.
Selain itu, Zainal juga turut menyoroti beberapa poin penting dalam UU TNI mengenai perubahan usia pensiun dan penempatan militer di jabatan sipil. Zainal juga menegaskan, dalam negara demokrasi, keputusan seperti demikian diambil melalui kebijakan mendalam, bukan justru membuat kesimpulan lebih dulu lalu mencari justifikasi.
“Biasakan dalam negara demokrasi, jangan konklusi mendahului analisa. Sudah ada konklusi duluan kalau ada dwifungsi, baru analisanya dicari-cari. Mari kita lakukan analisa dulu, baru konklusi yang tepat,” tegasnya.
Lebih jauh, Zainal menilai saat ini ada mismanejemen dalam pengelolaan jabatan di tubuh TNI. Pasalnya, kata dia, Indonesia memiliki surplus 419 jenderal yang seharusnya ditangani dengan reformasi manajemen ketentaraan, bukan menempatkan tentara di jabatan sipil.
Dia kemudian, membandingkan dengan sistem militer di Amerika Serikat yang meskipun menetapkan jenderal sebagai posisi tertinggi, tetapi lebih banyak kolonel yang mengisi struktur.
“Kita ini seperti keledai dungu yang jatuh ke lubang yang sama kalau kita biarkan dwifungsi ABRI bangkit kembali,” pungkasnya. (H-3)
REVISI Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) resmi disahkan pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 20 Maret 2025.
Seluruh jajaran kepolisian dan massa aksi diingatkan untuk terus menahan diri dalam menjaga setiap aksi demonstrasi berlangsung secara damai.
Apabila akun milik TNI ikut menyebarkan kritik atas aspirasi publik soal RUU TNI, TNI tak akan tinggal diam.
Kiranya perlu para petinggi negeri mendengar ulang ucapan-ucapan mereka di ruang publik. Tidakkah terlalu menekan gas, lupa rem, sehingga kebablasan?
Yuddy menilai merevisi UU TNI tidak hanya perihal penempatan TNI aktif di lembaga sipil. Hal yang penting, kata ia, bagaimana filosofi lahirnya UU TNI sebagai momentum reformasi ABRI.
Burhanuddin Muhtadi menyebut ditariknya TNI ke urusan atau ranah sipil akan menurunkan public trust atau tingkat kepercayaan masyarakat kepada institusi tersebut.
Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad menyayangkan perubahan UU TNI itu tidak menjalankan amanat reformasi untuk memperbaiki masalah pada peradilan militer.
Petugas mulai mengosongkan Jalan Gatot Subroto sejak pukul 19.45 WIB dengan menerjunkan pasukan untuk memukul mundur para pendemo.
Zainal menduga percepatan pembahasan dan pengesahan UU TNI itu merupakan bagian dari strategi Presiden Prabowo Subianto untuk mengimbangi dominasi Polri di ranah sipil.
Massa sempat berhasil menjebol pagar pembatas kaca pos pengamanan, kemudian disusul dengan pemecahan kaca menggunakan batu dan kayu.
KETUA DPR RI Puan Maharani, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI telah melalui proses yang sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
KETUA DPR Puan Maharani meyakinkan momok menakutkan atau apa yang dikhawatirkan masyarakat dari UU TNI yang baru disahkan tidak akan terjadi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved