Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Pengamat: MK Memutus Perkara Gugatan masih Bergantung Temuan Bawaslu

Devi Harahap
04/2/2025 20:13
Pengamat: MK Memutus Perkara Gugatan masih Bergantung Temuan Bawaslu
Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini .(Dok. Pri)

PAKAR hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini telah memperkirakan bahwa tidak mudah bagi para pihak pemohon pada sidang sengketa pilkada untuk menembus tahap pembuktian dalam perselisihan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Titi, pemberlakuan Undang-Undang No 10 Tahun 2016, Pasal 158, yang dijadikan dasar MK dalam memutus perkara, menyebabkan banyak permohonan yang gugur hingga hingga ditolak, sehingga tidak bisa dilanjutkan pada sidang pembuktian saksi dan ahli.  

“Khususnya untuk perkara dengan ambang batas selisih suara yang melampaui ketentuan dalam Pasal 158 UU No.10 Tahun 2026. Sehingga hampir semua perkara diputus tidak dapat diterima oleh MK,” ujar Titi saat dikonfirmasi pada Selasa (4/2).

Selain itu, Titi menjelaskan berbagai dalil para pemohon yang berkenaan dengan persoalan kecurangan bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), terlihat tidak mampu meyakinkan para hakim MK sehingga banyak yang tidak diterima.

“Dalil kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) mayoritas atau hampir keseluruhan tidak meyakinkan MK untuk melanjutkan perkara ke proses pembuktian,” ujarnya.

Titi menilai beberapa permohonan perselisihan yang diputuskan MK dapat berlanjut kepada tahap pembuktian meski ambang batas di luar ketentuan, dinilai memiliki pola khusus yang berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan Putusan MK.

“Misalnya di Kabupaten Tasikmalaya soal periodesasi jabatan kepala daerah. Serta pelanggaran TSM yang sangat terang benderang melibatkan KPU beserta jajaran seperti di Pilkada Banjarbaru,” kata Titi.

Titi tak memungkiri bahwa ambang batas selisih masih menjadi parameter krusial bagi MK dalam memutuskan perkara dismissal.

“Apakah akan berhenti saat dismissal atau akan lanjut ke sidang pembuktian masih bergantung pada ambang batas,” tuturnya.

Terkait kualitas putusan, Titi menilai bahwa MK dalam memutus perkara tampak sangat bergantung pada penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu.

“Sehingga di banyak perkara, MK cenderung mengikuti dan mengamini apa yang menjadi tindak lanjut penanganan pelanggaran oleh Bawaslu,” jelasnya.

Sementara itu, perkara dengan permohonan yang mempersoalkan pemenuhan persyaratan administrasi calon seperti adanya perbedaan nama, tanggal, ataupun tahun lahir calon, MK juga dinilai bersandar pada faktualitas keterpenuhan persyaratan atas kondisi yang dimaksud. (Dev/J-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya