Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

KPK Bakal Jemput Paksa Saksi Kasus Investasi Fiktif di Taspen

Candra Yuri Nuralam
25/1/2025 12:11
KPK Bakal Jemput Paksa Saksi Kasus Investasi Fiktif di Taspen
Bekas Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanis Kosasih mengenakan rompi tahanan berjalan keluar usai ditetapkan menjadi tersangka di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rasuna Said, Jakarta, Rabu (8/1/2025)(MI/SUSANTO)

KARYAWAN swasta Dina Wulandari (DW) mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 24 Januari 2025. Keterangan dia sejatinya dibutuhkan untuk mendalami kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen (Persero).

“Saksi DW tidak hadir tanpa keterangan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Sabtu, (25/1).

Tessa mengatakan, keterangan Dina penting untuk kebutuhan pemberkasan kasus. Karena tidak hadir, penyidik akan melakukan penjemputan paksa terhadapnya.

“Untuk saksi yang tak hadir keterangan, KPK akan mengambil upaya paksa berupa penjemputan untuk menghadirkan mereka ke hadapan penyidik,” ujar Tessa.

KPK belum bisa memerinci informasi yang mau diulik dari keterangan saksi itu. Keterangan mendetail dipaparkan setelah pemeriksaan berlangsung.

KPK menahan Direktur Utama (Dirut) nonaktif PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih (ANSK) dan eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto (EHP). Keduanya merupakan tersangka dalam kasus ini.

Dugaan rasuah dalam kasus ini terjadi ketika Taspen menempatkan investasi Rp1 triliun pada reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola oleh Insight Investment Management. Namun, keputusan itu malah membuat negara merugi Rp200 miliar.

Uang Rp1 triliun itu disebar ke sejumlah investasi yang dikelola Insight Investment Management. Sebanyak Rp78 miliar dikelola oleh perusahaan itu.

Lalu, sebanyak Rp2,2 miliar diurus oleh PT VSI. Kemudian, Rp102 juta dikelola oleh PT PS, terus, Rp44 juta masuk ke PT SM.

Pengelolaan uang itu diduga bagian dari pelanggaran hukum untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi. Padahal dana itu semestinya tidak boleh dikeluarkan.(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya