Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kejagung Menepis Tudingan Overclaim Kerugian Negara

Devi Harahap
07/1/2025 12:12
Kejagung Menepis Tudingan Overclaim Kerugian Negara
epala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar (tengah)(ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi tudingan berbagai pihak yang dinilai overclaim dan gagal dalam membuktikan klaim kerugian kerugian negara fantastis sebesar Rp 300 triliun pada kasus tindak pidana korupsi (tipikor) timah yang menjerat Harvey Moeis meski vonis telah diputuskan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menepis hal tersebut. Menurutnya, perhitungan Kejagung yang dilakukan melalui keterangan para ahli terkait angka kerugian tersebut merupakan hal yang valid.

“Kalau diikuti dengan seksama, justru dalam putusan Pengadilan Tipikor itu sudah dinyatakan kerugian kerusakan lingkungan itu merupakan kerugian keuangan negara,” ujar Harli saat dikonfirmasi Media Indonesia pada Selasa (7/1).

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan Dan Konservasi Universitas Indonesia (UI) Budi Riyanto menjelaskan total kerugian negara yang diperoleh dari penyimpangan pada kerja sama sewa smelter, pembelian timah, dan kerusakan lingkungan yang diklaim Kejagung belum dapat dibuktikan di Pengadilan.

Menurutnya, masalah kerusakan lingkungan punya parameter dan harus dihitung secara holistik. Diperlukan perhitungan yang matang secara komprehensif oleh scientific authority.

“Nggak bisa secara parsial, rusaknya airnya begini, rusak tanahnya begini, tanamannya begini, tetapi harus secara holistik. Scientific authority itu kalau di kita dulu LIPI, sekarang diganti BRIN, jadi jangan pendapat orang per orang langsung dijadikan dasar tuntutan, itu yang berbahaya menurut saya,” ujarnya.

Pakar Hukum Pidana Jamin Ginting, menekankan bahwa kerugian ekologis tidak bisa jadi bukti korupsi timah sehingga pengaturan hukum dalam kasus ini, seharusnya lebih tepat jika diarahkan pada perkara kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambangan timah.

“Penerapan dakwaan yang dilakukan Kejagung tidak tepat, kecuali jika ada indikasi suap dan penyalahgunaan wewenang. Tidak semua hal yang menyebabkan kerugian negara dapat langsung dikategorikan sebagai korupsi. Seharusnya, para petinggi PT Timah juga diproses jika memang ini terkait dengan tindak pidana korupsi,” jelas Jamin.

Pasalnya, kerugian tersebut bukanlah bentuk kerugian negara yang nyata, melainkan potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan timah yang belum membebani negara secara langsung.

“Karena kasus ini bukan semata-mata tindak pidana korupsi (tipikor), melainkan terkait dengan kerusakan lingkungan hidup. Ketentuan hukum yang ada dalam UU Tipikor tidak dapat mengatur masalah ini dengan baik. Kerugian negara yang dimaksud lebih kepada potensi kerusakan lingkungan yang timbul akibat pertambangan timah, yang belum membebani negara secara langsung,” jelas dia.

Senada, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi menyebut bahwa dari total kerugian negara sebesar Rp300 triliun, sebagian besar merupakan kerugian ekologis yang mencapai Rp271 triliun, sedangkan kerugian ekonomisnya hanya sekitar Rp29 triliun.

Haidar menilai, angka kerugian yang sangat besar, terutama dalam aspek kerugian ekologis, berpotensi menjadi beban berat bagi Kejagung dalam proses pembuktian di pengadilan.

Lebih lanjut, Haidar menegaskan bahwa hal tersebut perlu dibuktikan bukan untuk membela koruptor, melainkan untuk menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil. Ia menegaskan bahwa koruptor harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan tingkat kesalahannya, tanpa mengabaikan prinsip keadilan.

“Hukuman bagi koruptor harus setimpal tanpa mengabaikan prinsip-prinsip keadilan. Jangan sampai masyarakat dan pemimpin kita dibuat salah paham mengenai kerugian negara, khususnya dalam kasus timah ini," tandasnya. (Dev/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya