Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PRESIDIUM Forum Negarawan Yudhie Haryono mengungkapkan negara Pancasila adalah konsensus bersama. Negara yang secara penuh merealisasikan nilai-nilai periketuhanan, perikemanusiaan, perikesatuan, perikegotong-royongan, dan perikeadilan sosial.
“Dus, secara ideal, kita tak punya komunisme, asosialisme, amoralisme, mayorokrasi-minirokrasi, dan neoliberalisme,” terangnya dalam keterangan tertulis.
Kendati demikian, menurutnya, banyak di antara para ekonom, politisi, dan pengusaha yang mengatakan bahwa neoliberalisme sebagai jawaban dari segala hal. Hal itu dinilai tidak tepat. Sebab faktanya, keadaan makin jauh dari klaim dan teori tersebut.
Baca juga : Oligarki Adalah, Pengertian, Tipe, Ciri, dan Contoh
Menurutnya, kejahatan terbesar sebuah rezim bukan pada seberapa besar harta rampokan dan seberapa hancur negara ini olehnya, melainkan mewariskan tradisi perampokan ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu, Yudhie menekankan pentingnya kerja merumuskan dan membukukan Pancasila di wilayah praksis.
“Ini projek menambal ruang kosong. Terutama sejak reformasi. Ya. Sejak reformasi, tafsir pancasila berhenti. Limbo: yang lama sekarat, yang baru tak menguat,” sebutnya.
Akhirnya, bangunan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan (ipoleksosbudhankam) kini dan ke masa depan menjadi tak menentu.
Baca juga : SKK Migas Berkomitmen Beri Kontribusi pada Pembangunan Ekonomi dan Sosial
“Tak menampilkan kejelasan visi, peta jalan, dan haluan yang adekuat. Tak menghadirkan kesentosaan. Menjauhkan kesejahteraan. Mengalpakan perlindungan, kecerdasan dan ketertiban,” tegasnya.
Padahal, pengertian demokrasi Pancasila sudah sangat baik disampaikan Presiden Soeharto pada 16 Juni 1967 yang berpandangan bahwa demokrasi Pancasila berarti demokrasi kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi harus selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, harus menjamin dan mempersatukan bangsa dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial. Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong royong.
Selain itu, proklamator Mohammad Hatta juga sudah menyampaikan bahwa ekonomi pancasila itu memiliki tiga sumber, yaitu Islam, Sosialisme dan budaya Indonesia.
Baca juga : Rakernas Hasilkan 17 Rumusan Sikap Politik, PDIP Juga Minta Maaf
“Dus, ekonomi Pancasila dirumuskan sebagai ekonomi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai Pancasila yang campuran serta hibrida: dari, untuk, dan oleh semua rakyat,” terusnya.
Karenanya, ekonomi Pancasila, menghendaki tiga tahap pembahasan. Pertama, pembahasan ontologis, yang menjawab pondasi. Kedua, pembahasan epistemologis yang menjawab pertanyaan bagaimana memahaminya dan bagaimana cara kerjanya. Ketiga, pembahasan aksiologis yang mempertanyakan hasil atau kondisi ideal yang dihasilkan oleh proses pembentukannya.
“Jelas bukan konglomerasi. Apalagi oligarki. Tapi kok kini tiap hari kita disuguhi pola dan sistem jahat, rakus dan berlipat? Kemiskinan dan ketimpangan jadi takdir. Tanpa malu mereka memasifikasi harta dan mengintensifkan kapital. Aneh bukan?” sambungnya.
Ia menekakan untuk memperkuat 5 logika pancasila yaitu rekonstitusi, rekapitalisasi, nasionalisasi, refinansialisasi, dan resoverenitas.
“Inilah cara kita menjadi patriot Pancasila: menegakkan daulat warga dan negara,” pungkasnya. (M-4)
PAKAR Hukum Tata Negara mempertanyakan urgensi pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, di tingkat global, tidak ada praktik serupa.
Gunjingan banyak orang bahwa NasDem adalah partai pragmatis, lagi medioker, sebenarnya dilandasi dua alasan mendasar.
KETUA DPR RI Puan Maharani menyinggung soal munculnya fenomena Negara Konoha, Indonesia Gelap, hingga bendera One Piece dalam kehidupan berdemokrasi saat sidang tahunan MPR
GEJALA kemunduran demokrasi di Indonesia dinilai semakin nyata dan mengkhawatirkan. Tanda menguatnya pola kekuasaan ala Orde Baru berpotensi menyeret ke otoritarianisme
Kritik masyarakat, termasuk melalui pengibaran bendera One Piece, sepatutnya dianggap sebagai bentuk kontrol publik terhadap pemerintah
SEKJEN Partai Gerindra Sugiono merespons usulan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat.
Warisan otoritarianisme masih tetap dirasakan sampai saat ini. Amnesty International Indonesia menilai, peringatan 27 tahun reformasi justru diwarnai dengan erosi hak asasi manusia (HAM).
Hariman Siregar menyampaikan bahwa pertemuan mereka hari ini memiliki kesamaan tanggal dengan jatuhnya Soeharto dari Presiden ke-2.
Aktivis 1998 dari berbagai kelompok dan daerah akan menggelar Sarasehan Aktivis Lintas Generasi, pada Rabu 21 Mei 2025.
Reformasi yang sudah susah payah dicapai Indonesia pasca 32 tahun Soeharto berkuasa, kini dipaksa putar balik kembali.
Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional karena banyaknya kejahatan yang dilakukan.
Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Sosial (Kemensos), menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional pada Soeharto
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved