Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Peringatan 27 Tahun Reformasi, Sejumlah Aktivis Kumpul Bicarakan Progres Demokrasi Politik dan Ekonomi

Devi Harahap
21/5/2025 17:00
Peringatan 27 Tahun Reformasi, Sejumlah Aktivis Kumpul Bicarakan Progres Demokrasi Politik dan Ekonomi
Aktivis 98 Rocky Gerung (kanan).(MI/Devi Harahap)

SEJUMLAH tokoh tergabung dalam Aktivis '98 lintas generasi berkumpul dalam acara diskusi bertajuk “Sarasehan Aktivis Lintas Generasi Memperingati Reformasi 1998” untuk mengenang peristiwa jatuhnya pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto. Pertemuan itu diselenggarakan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan (Jaksel), pada Rabu (21/5) siang. 

Beberapa nama aktivis yang hadir di antaranya Faisol Riza, Habiburokhman, Riza Patria, Masinton Pasaribu, Immanuel Ebenezer, Qodari, dan Rocky Gerung. Lalu, tampak pula Haris Rusly Moti, Feri Amsari, Robertus Robert, Melkiades Laka Lena, Syahganda Nainggolan, Hariman Siregar, Agus Jabo, Sulaiman Haikal, Andrianto Andri, dan masih banyak lagi. 

De Javu?

Aktivis Malari, Hariman Siregar menyampaikan bahwa pertemuan mereka hari ini memiliki kesamaan tanggal dengan jatuhnya Soeharto dari Presiden ke-2. 

“Jadi sebelum saya mau mulai, saya mau cerita dulu, bahwa hari ini 27 tahun lalu tanggal 21 Mei, hari Kamis saya ingat, itu Pak Harto pidato bahwa dia mundur dan angkat Pak Habibie, wakilnya, jadi presiden,” jelas Hariman.

Menolak Lupa?

Hariman juga menyebutkan bahwa mereka kembali berkumpul hari ini, tetapi yang menjadi Presiden adalah menantu Soeharto, yakni Prabowo Subianto. “Hari ini entah kenapa kita dikumpulkan lagi pada tanggal yang sama, 21 Mei. Dan di mana yang jadi presiden adalah menantu beliau sekarang. Jadi percaya enggak percaya, kita boleh berusaha, tapi takdir yang menentukan,” imbuhnya. 

Sudah Memenuhi Syarat?

Sementara itu, Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Sosiolog, Robertus Robert mengatakan bahwa demokrasi ekonomi pasca reformasi hanya bisa dilakukan apabila syarat-syarat demokrasi politik telah tercapai.

“Jadi dalam isu itu, sebenarnya sejarah itu membuka peluang yang cukup lebar, tetapi seperti kebanyakan yang juga terjadi dalam banyak ide dan kebijakan, ini bisa berlalu sebagai sejarah fakta dalam kronologi dan enggak menghasilkan apa-apa,” katanya. 

Lari dari Tujuan?

Menurut Robertus, konteks demokrasi politik hari ini masih jauh dari tujuan dan mandat reformasi. Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan kelas pekerja apabila serius ingin mengubah kondisi ekonomi menjadi lebih demokratis, 

“Kalau hari ini kita ngomong tentang demokrasi ekonomi, kita harus mulai dari politik ekonomi pekerja karena kita semua ada di situ,” tukasnya. 

Monopoli Ekonomi?

Alih-alih demokrasi ekonomi, Robertus menilai saat ini ekonomi justru dikelola secara oligarki yang terkonsentrasi pada kelompok kecil. 

“Adanya ketimpangan ekonomi dan politik karena hanya elite yang menguasai, akibatnya dalam demokrasi kita dengan adanya oligarki semacam ini adalah politik tidak lagi bisa untuk mencapai kemaslahatan umum,” imbuhnya. 

Dikerubungi Oligarki?

Lebih jauh, Robertus menilai menjelaskan ekonomi yang dikuasai oligarki dapat menjadi sangat merusak dan mengancam demokrasi serta kesejahteraan masyarakat secara luas.

“Oligarki yang menghalangi perumusan politik sebagai cara untuk mencapai kemaslahatan umum. Kalau politik gagal didefinisikan sebagai ikhtiar untuk mencapai kemaslahatan umum maka politik tidak bisa memberikan jalan keadilan ekonomi sekalipun kita sudah punya demokrasi,” tandasnya. (Dev/P-3) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya