Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Wacana Pilkada Melalui DPRD Dinilai Ancam Iklim Demokrasi dan Suburkan Oligarki Politik

Devi Harahap
31/7/2025 12:05
Wacana Pilkada Melalui DPRD Dinilai Ancam Iklim Demokrasi dan Suburkan Oligarki Politik
Ilustrasi pilkada langsung(Dok.MI)

KOMITE Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) menolak keras wacana pengembalian sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) dari pemilihan langsung menjadi pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow mengatakan wacana tersebut sebagai langkah mundur yang berbahaya bagi demokrasi dan terlihat sebagai upaya mengabaikan putusan konstitusional. 

“Tepi Indonesia menegaskan bahwa pengembalian Pilkada ke DPRD akan menghilangkan hak rakyat untuk memilih secara langsung dalam menentukan pemimpin daerahnya. Partisipasi publik yang telah dibangun sejak era reformasi akan runtuh. Ini bukan hanya sekadar mekanisme pemilihan, ini adalah inti dari kedaulatan rakyat,” katanya dalam keterangan yang diterima Media Indonesia pada Kamis (31/7). 

Menurut Jeirry, Argumen alasan efisiensi biaya, maraknya politik uang dan pencegahan polarisasi politik yang dikemukakan para elite politik sebagai dasar mengubah pola pemilihan adalah ilusi. Menurutnya, pilkada lewat DPRD  justru akan terjadi pergeseran politik uang dari skala massal ke skala yang lebih tersembunyi, di mana setiap suara anggota DPRD akan menjadi komoditas transaksi politik yang mahal dan sulit diawasi.

“Jika rakyat tidak lagi memilih langsung, apa gunanya partisipasi politik mereka? Hilangnya kontrol langsung ini akan memutus ikatan antara pemimpin dan pemilih, serta berpotensi menumbuhkan apatisme politik di kalangan masyarakat,” ungkapnya. 

Jeirry juga mengkritik sikap Pemerintah dan DPR yang melawan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/2024. Padahal kata Jeirry, putusan MK tersebut secara tegas telah menutup ruang adanya pemilihan kepala daerah melalui DPRD, dengan memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.

Selain itu, Jerry menegaskan bahwa kepala daerah yang dipilih oleh DPRD akan cenderung memiliki loyalitas utama kepada partai politik dan anggota dewan yang memilihnya, bukan kepada rakyat. 

“Ini akan secara drastis melemahkan akuntabilitas publik mereka, rakyat akan kehilangan mekanisme langsung untuk menghukum atau memberi apresiasi kepada pemimpin daerah melalui kotak suara,” tuturnya. 

Suburkan oligarki politik 

Jerry juga menyoroti dampak pemilihan kepala daerah melalui DPRD terhadap suburnya praktik oligarki politik. Ia menilai keputusan tentang siapa yang menjadi kepala daerah akan sepenuhnya berada di tangan elite partai dan koalisi politik di DPRD berpotensi akan mengambil kesepakatan-kesepakatan terkait isu publik secara tertutup. 

“Ini berisiko tinggi melahirkan pemimpin yang tidak representatif dan hanya melayani kepentingan kelompok tertentu,” tukasnya. 

Menurut Jerry Pilkada melalui DPRD bukan hanya memundurkan iklim demokrasi namun juga akan membuka keran praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) secara lebih masif. Ia pun mewanti agar wacana tersebut tidak terealisasi mengingat ada dukungan kuat di tingkat eksekutif hingga mayoritas parlemen.   

“Tepi Indonesia menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan partai politik yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi untuk bersatu menolak wacana ini. Sebab demokrasi bukan hanya tentang efisiensi, tapi tentang representasi, akuntabilitas, dan partisipasi rakyat. Jangan biarkan demokrasi kita dikorbankan demi kepentingan sesaat, apalagi dengan mengesampingkan pilar hukum dan konstitusi,” pungkasnya. (Dev/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya