Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
BATAS usia pejabat publik yang sering diutak-atik dalam UU akan berdampak pada ketidakpastian hukum. DPR sebagai petugas pembuat UU diminta untuk tidak ngotot mempertahankan kewenangan membuat UU tanpa melihat kritik dari berbagai pihak khususnya dari Mahkamah Konstitusi.
"Memang betul kalau dalam putusan MK masuk open legal policy karena tidak diatur secara eksplisit di UU tapi ada masalahnya selama ini DPR menentukan batas usia tidak ada rasio legis yang cukup," ucap Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, yang dihubungi Sabtu (14/9/2024).
Pria yang karib disapa Castro menyebut DPR memang merupakan ruang politik tapi hendaknya juga harus disertai rasionalisasi dan aturan hukum.
Baca juga : Negara Butuh Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan
"Harus diobjektifikasi artinya putusan soal usia berapa pun usianya sepanjang bisa dijelaskan dan dirasionalisasikan maka ada ruang yang objektif. Kalau logika sering diganti, ada masalah politiknya. Maka DPR sebaiknya jangan ngotot. Politik kita harus rasional dengan kalkulasi," tegasnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pembentuk undang-undang tidak boleh dengan mudah dan terlalu sering mengubah syarat usia untuk menjadi pejabat publik, baik pejabat yang dipilih maupun yang diangkat.
"Penegasan Mahkamah demikian diperlukan mengingat bahwa mengubah syarat usia paling rendah maupun syarat usia paling tinggi terlalu sering dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan," kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan pertimbangan Mahkamah Konstitusi pada sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Baca juga : DPR Apresiasi Sikap Pemerintah Pertahankan Sistem Proporsional Terbuka
Menurut MK, mengubah syarat usia terlalu sering dapat menimbulkan ketidakpastian hukum maupun ketidakadilan karena mudahnya terjadi pergeseran parameter kapabilitas atau kompetensi seseorang untuk menduduki jabatan dalam suatu lembaga atau organisasi publik.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari sepakat bahwa DPR sebagai pembuat undang-undang harus mempertimbangkan pernyataan hakim MK untuk tidak terlalu sering mengubah batas usia penjabat publik yang dipilih atau diangkat.
"Meskipun tidak ada ketentuan khusus bagaimana membuat norma syarat usia tersebut namun pertimbangan MK patut diperhatikan sebagai panduan dalam membuat norma UU," ujar Taufik Basari.
Baca juga : Sering Ubah Syarat Usia Pejabat Timbulkan Ketidakpastian Hukum
Syarat usia bagi jabatan publik memang merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka. Hal ini telah juga ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam beberapa kali putusannya.
"Syarat usia semestinya memiliki rasio legislasif dasar pemikiran hukum yang logis dan memilili alasan yang valid," ucap dia.
Menurut dia, ukuran penentuan syarat usia juga harus terdapat indikator alat uji alasannya sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan tidak terlalu mudah untuk sering diubah. (Sru/P-3)
Ketua Banggar DPR RI menekankan pembangunan IKN tetap dilanjutkan meski anggarannya memiliki perubahan dari waktu ke waktu.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
DPR menyebut perayaan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus digelar di Jakarta, bukan di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur karena memakan biaya banyak.
DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.
KETUA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kemungkinan lewat dari target selama tiga bulan.
Terungkap bahwa sindikat telah menjual sedikitnya 24 bayi, bahkan beberapa di antaranya sejak masih dalam kandungan, ke luar negeri dengan harga antara Rp11 juta-Rp16 Juta.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved